Selasa, 29 September 2009

POLIHIDRAMNION

dr.Bambang Widjanarko, SpOG

Fak.Kedokteran & Kesehatan UMJ


image

Volume air ketuban adalah komponen penting skoring profil biofisikal

Dalam keadaan normal, volume air ketuban sekitar 500 – 1500 ml

Polihidramnion : volume air ketuban > 2000 ml

TANDA :

  • Ukuran uterus lebih besar dibanding yang seharusnya
  • Identifikasi janin dan bagian janin melalui pemeriksaan palpasi sulit dilakukan
  • DJJ sulit terdengar
  • Balotemen janin jelas

ETIOLOGI :

Polihidramnion sering terkait dengan kelainan janin :

  • Anensepali
  • Spina bifida
  • Atresia oesophaguis
  • Omphalocele
  • Hipoplasia pulmonal
  • Hidrop fetalis
  • Kembar monosigotik
  • (hemangioma)

Polihidramnion sering berkaitan dengan kelainan ibu:

  • Diabetes Melitus
  • Penyakit jantung
  • Preeklampsia

Perkembangan polihidramnion berlangsung secara gradual dan umumnya terjadi padfa trimesteri III

GEJALA :

  • Sesak nafas dan rasa tak nyaman di perut
  • Gangguan pencernaan
  • Edema
  • Varises dan hemoroid
  • (Nyeri abdomen)

image

Bila polihidramnion terjadi antara minggu ke 24 – 30 maka keadaan ini sering ber;angsung secara akut dengan gejala nyeri abdomen akut dan rasa seperti “meledak” serta rasa mual.

Kulit abdomen mengkilat dan edematous disertai striae yang masih baru

Polihidramnion akut atau kronik dapat menyebabkan abortus atau persalinan preterm.

PENATALAKSANAAN :

Dilakukan pemeriksaan ultrasonografi secara teliti antara lain untuk melihat penyebab dari keadaan tersebut

Dilakukan pemeriksaan OGTT untuk menyingkirkan kemungkinan diabetes gestasional

Bila etiologi tidak jelas, pemberian indomethacin dapat memberi manfaat bagi 50% kasus

Pemeriksaan USG janin dilihat secara seksama untuk melihat adanya kelainan ginjal janin

Meskipun sangat jarang, kehamilan monokorionik yang mengalami komplikasi sindroma twin tranfusin , terjadi polihidramnion pada kantung resipien dan harus dilakukan amniosentesis berulang untuk mempertahankan kehamilan.

image

image

Polyhydramnios/oligohydramnios.

Upper picture, the recipient twin has a huge amount of amniotic fluid – the baby is not even in the picture.

Lower picture, the only fluid remaining around the donor is a small amount between her legs (indicated by the crosses on the image).

DIAGNOSA BANDING

  1. Kehamilan kembar
  2. Kista ovarium
  3. Mola hidatidosa
  4. Kandung kemih yang penuh

VARICELLA – ZOSTER dalam KEHAMILAN

Bambang Widjanarko

Fak.Kedokteran & Kesehatan UMJ

Jakarta - Indonesia



Infeksi varicella akut ( chicken pox , cacar air , waterpoken ) disebabkan oleh virus varicella zoster yang merupakan virus herpes DNA ( famili herpesviridae) dan ditularkan melalui kontak langsung atau via pernafasan.

Attack Rate pada individu yang rentan sekitar 90%.

image

mikrograf virus varicella zoster


Periode inkubasi 10 – 21 hari

Infeksi yang terjadi pada orang dewasa biasanya sangat berat dan dapat menimbulkan komplikasi berbahaya seperti ensepalitis dan pneumonia.

Oleh karena tergolong didalam virus herpes maka virus varicella ini juga memperlihatkan potensi latensi dalam ganglion syaraf.

Reaktivasi virus memberikan gejala herpes zoster

DIAGNOSIS

Diagnosa ditegakkan atas dasar gambaran klinik meskipun usaha diagnosa juga dapat ditegakkan dengan melakukan biakan virus dari vesikel dalam jangka waktu 4 hari setelah munculnya ruam kulit.

image

ruam kulit pada varicella didaerah punggung


Pada tes serologi : IgM varicella zoster muncul pada minggu ke 2 melalui pemeriksaan ELISA atau CFT. IgG juga meningkat dalam waktu 2 minggu setelah pemeriksaan IgM

Pemeriksaan untuk menentukan imunitas seorang wanita adalah dengan menggunakan FAMA – Fluorescent Antibody Membrane Antigen

DAMPAK TERHADAP KEHAMILAN

5 – 10% wanita dewasa rentan terhadap infeksi virus varicella zoster.

Infeksi varicella akut terjadi pada 1 : 7500 kehamilan

Komplikasi maternal yang mungkin terjadi :

  1. Persalinan preterm
  2. Ensepalitis
  3. Pneumonia

Penatalaksanaan terdiri dari terapi simptomatik namun harus dilakukan pemeriksaan sinar x torak untuk menyingkirkan kemungkinan pneumonia mengingat bahwa komplikasi pneumonia terjadi pada 16% kasus dengan mortalitas sampai diatas 40%.

Bila terjadi pneumonia maka perawatan harus dilakukan di rumah sakit dan diberikan pengobatan dengan antiviral oleh karena perubahan kearah pemburukan keadaan umum akan sangat cepat terjadi.

image

Sindroma varicella kongenital dapat terjadi. Diagnosa sindroma didasarkan atas temuan IgM dalam darah talipusat dan gambaran klinik pada neonatus antara lain :

  1. Hipoplasia tungkai
  2. Parut kulit
  3. Korioretinitis
  4. Katarak
  5. Atrofi kortikal
  6. mikrosepali
  7. PJT simetrik

Resiko terjadinya sindroma fetal adalah 2% bila ibu menderita penyakit pada kehamilan antara 13 – 30 minggu ; dan 0.3% bila infeksi terjadi pada kehamilan kurang dari 13 minggu

Bila infeksi pada ibu terlihat dalam jangka waktu 3 minggu pasca persalinan maka resiko infeksi janin pasca persalinan adalah 24%

Bila infeksi pada ibu terjadi dalam jangka waktu 5 – 21 hari sebelum persalinan dan janin mengalami infeksi maka hal ini umumnya ringan dan “self limiting”

Bila infeksi terjadi dalam jangka waktu 4 hari sebelum persalinan atau 2 hari pasca persalinan, maka neonatus akan berada pada resiko tinggi menderita infeksi hebat dengan mortalitas 30%.

Imunoglobulin varicella zoster (VZIG) harus diberikan pada neonatus dalam jangka waktu 72 jam pasca persalinan dan di isolasi. Plasenta dan selaput ketuban adalah bahan yang sangat infeksius.

Pada ibu hamil yang terpapar dan tidak jelas apakah sudah pernah terinfeksi dengan virus varicella zoster harus segera dilakukan pemeriksaan IgG. Bila hasil pemeriksaan tidak dapat segera diperoleh atau IgG negatif, maka diberikan VZIG dalam jangka waktu 6 minggu pasca paparan.

Imunisasi varciella tidak boleh dilakukan pada kehamilan oleh karena vaksin terdiri dari virus yang dilemahkan.

Pada masa kehamilan angka kejadian Herpes Zoster tidak lebih sering terjadi dan bila terjadi maka tidak menimbulkan resiko terhadap janin.

Bila serangan Herpes Zoster sangat dekat dengan saat persalinan maka varicella dapat ditularkan secara langsung pada janin sehingga hal ini harus dicegah.

Bacaan Anjuran :

  1. Steiner I, Kennedy PG, Pachner AR (2007). "The neurotropic herpes viruses: herpes simplex and varicella-zoster". Lancet Neurol 6 (11): 1015–28. doi:10.1016/S1474-4422(07)70267-3. PMID 17945155.
  2. Herpes Simplex Virus and Varicella Zoster Virus Anatomy, Microbiology, Epidemiology, and Diagnosis & Management of Ocular Disease William James Reinhart MD February, 2005 Ohio Ophthalmologic Society Quote: "Characteristics of HSV 1 & 2...Icosahedral protein shell (capsid), 162 capsomeres"
  3. Centers for Disease Control and Prevention MMWR 2007; 56(RR-04)

CYTOMEGALOVIRUS dalam KEHAMILAN

dr.Bambang Widjanarko, SpOG
Fak.Kedokteran dan Kesehatan UMJ JAKARTA



Cytomegalovirus – CMV adalah virus DNA dan merupakan kelompok dari famili virus Herpes sehingga memiliki kemampuan latensi. Virus ditularkan melalui berbagai cara a.l tranfusi darah, transplantasi organ , kontak seksual, air susu , air seni dan air liur ; transplansental atau kontak langsung saat janin melewati jalan lahir pada persalinan pervaginam.
30 – 60% anak usia sekolah memperlihatkan hasil seropositif CMV, dan pada wanita hamil 50 – 85%. Data ini membuktikan telah adanya infeksi sebelumnya. Gejala infeksi menyerupai infeksi mononukleosis yang subklinis. Ekskresi virus dapat berlangsung berbulan bulan dan virus mengadakan periode laten dalam limfosit, kelenjar air liur, tubulus renalis dan endometrium. Reaktivasi dapat terjadi beberapa tahun pasca infeksi primer dan dimungkinkan adanya reinfeksi oleh jenis strain virus CMV yang berbeda.

DIAGNOSIS
Virus dapat di isolasi dari biakan urine atau biakan berbagai cairan atau jaringan tubuh lain.
Tes serologis mungkin terjadi peningkatan IgM yang mencapai kadar puncak 3 – 6 bulan pasca infeksi dan bertahan sampai 1– 2 tahun kemudian.
IgG meningkat secara cepat dan bertahan seumur hidup

Masalah dari interpretasi tes serologi adalah :
  1. Kenaikan IgM yang membutuhkan waktu lama menyulitkan penentuan saat infeksi yang tepat
  2. Angka negatif palsu yang mencapai 20%
  3. Adanya IgG tidak menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi yang persisten
DAMPAK TERHADAP KEHAMILAN
CMV adalah infeksi virus kongenital yang utama di US dan mengenai 0.5 – 2.5 % bayi lahir hidup. Infeksi plasenta dapat berlangsung dengan atau tanpa infeksi terhadap janin dan infeksi pada neonatus dapat terjadi pada ibu yang asimptomatik.
Resiko transmisi dari ibu ke janin konstan sepanjang masa kehamilan dengan angka sebesar 40 – 50%.
10 – 20% neonatus yang terinfeksi memperlihatkan gejala-gejala :
  1. Hidrop non imune
  2. PJT simetrik
  3. Korioretinitis
  4. Mikrosepali
  5. Kalsifikasi serebral
  6. Hepatosplenomegali
  7. hidrosepalus
80 – 90% tidak menunjukkan gejala namun kelak dikemudian hari dapat menunjukkan gejala :
  1. Retardasi mental
  2. Gangguan visual
  3. Gangguan perkembangan psikomotor
Seberapa besar kerusakan janin tidak tergantung saat kapan infeksi menyerang janin.
CMV rekuren berkaitan dengan penurunan resiko janin dengan angka penularan ibu ke janin sebesar 0.15% – 1%
Tidak ada terapi yang efektif untuk cytomegalovirus dalam kehamilan.
Pencegahan meliputi penjagaan kebersihan pribadi, mencegah tranfusi darah
Usaha untuk membantu diagnosa infeksi CMV pada janin adalah dengan melakukan :
  1. Ultrasonografi untuk identifikasi PJT simetri, hidrop, asites atau kelainan sistem saraf pusat
  2. Pemeriksaan biakan cytomegalovirus dalam cairan amnion

Senin, 28 September 2009

HERPES GENITALIS dalam KEHAMILAN

dr.Bambang Widjanarko, SpOG
Fak.Kedokteran & Kesehatan UMJ JAKARTA
Herpes GEnitalis
  • Herpes Genitalis disebabkan oleh virus herpes simplex – HSV tipe 1 dan 2
  • antibodi HSV 2 ditemukan pada 7.6% darah donor, namun hanya 50% yang menyatakan pernah menderita herpes genitalis. Disimpulkan bahwa banyak infeksi herpes yang bersifat subklinis
  • Kasus yang disebabkan oleh HSV tipe 2 terutama dijumpai pada wanita muda
  • Lesi awal berupa pembentukan erupsi veskular atau ulserasi yang akut dan diikuti dengan penyembuhan secara spontan
  • HSV mengalami penjalaran melalui nervus sensorik perifer kedalam ganglion dorsal dan tetap tinggal dalam fase istirahat.(masa laten), reaktivasi akan menyebabkan timbulnya lesi ulangan dan memiliki potensi penularan.
GEJALA dan TANDA
Infeksi Primer :
  • Merupakan paparan pertama kali terhadap HSV 1 atau 2 yang dapat menyebabkan lesi vulva dan disuria namun kadang kadang juga tanpa gejala. Seringkali di diagnosa sebagai infeksi traktus urinarius atau candidiasis
  • Pada pemeriksaan ditemukan ulkus multiple yang disertai rasa nyeri hebat. Kadang disertai dengan pembesaran kelenjar inguinal
Infeksi non-primer, episode pertama herpes genitalis
Terjadi pada penderita dengan riwayat lesi oro-labial HSV-1 yang kemudian mendapatkan infeksi genital-HSV 2.
Terdapat perlindungan silang dari infeksi oro-labial sehingga gejala yang ditimbulkan oleh HSV 2 lebih ringan dibandingkan gejala yang ditimbulkan oleh infeksi HSV 1
Infeksi non primer ini biasanya lebih asimptomatik dibandingkan infeksi primer.
Herpes Rekuren
  • Episode ulangan dapat asimptomatik (subklinis). Gejala yang timbul biasanya ebih ringan dibandingkan infeksi pertama. Seringkali didahului oleh rasa gatal, pedih atau ngilu di area yang akan timbul erupsi
  • Pada pemeriksaan dijumpai satu atau dua ulcus yang meliputi area kecil
  • 90% penderita infeksi HSV 2 dan 60% pada infeksi HSV 1 akan mengalami kekambuhan dalam tahun pertama. Rata rata kekambuhan 2 kali pertahun , namun beberapa penderita memperlihatkan gejala ulangan yang lebih sering
DIAGNOSIS
Metode diagnosa utama adalah kultur virus pada ulkus
TERAPI dan PENATALAKSANAAN
Herpes primer dan episode infeksi pertama kali
  • Obat antivirus untuk menurunkan berat dan lamanya gejala. Obat ini tidak dapat mencegah latensi sehingga tidak dapat mencegah serangan ulang
  • Regimen :
    • Acyclovir 3 dd 200 mg selama 5 hari ( untuk ibu hamil dan menyusui)
    • Famcyclovir 3 dd 250 mg selama 5 hari
    • Valciclovir 2 dd 500 mg selama 5 hari
  • Analgesik
  • Pemeriksaan PMS lain
  • Penjelasan akan kemungkinan berulangnya penyakit
Herpes Genital Rekuren
  • Rekurensi bersifat “self limiting” dengan terapi suportif
  • Rekurensi dapat diringankan dengan pemberian antiviral sedini mungkin saat erupsi belum muncul
  • Dosis :
    • Acyclovir 5 dd 200 mg selama 5 hari
    • Famciclovir 2 dd 125 mg selama 5 hari
    • Valaciclovir 1 dd 500 mg selama 5 hari
KOMPLIKASI
  • Infeksi primer yang terjadi pada masa kehamilan , khususnya bila terjadi pada trimester III akan dapat menular ke neonatus saat melewati jalan lahir.
  • Herpes Genitalis meningkatkan kemungkinan infeksi HIV 2 – 3 kali lipat
  • Masalah psikologi akibat serangan yang sering berulang
  • Infeksi primer dapat menyebabkan meningitis atau neuropatia otonomik
  • Infeksi jarang menyebar keseluruh tubuh hingga “life threatening”
  • Keadaan ini sering terjadi pada ganguan kekebalan dan masa kehamilan.
Rujukan :
  1. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Genital Herpes Fact Sheet. Updated 1/4/08.
  2. Gardella, C., and Brown, Z.A. Serologic Testing for Herpes Simplex Virus. Contemporary Ob/Gyn, October 2007, pages 54-58.
  3. American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG). Management of Herpes in Pregnancy. ACOG Practice Bulletin, number 82, June 2007.
  4. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Sexually Transmitted Diseases Treatment Guidelines 2006. Morbidity and Mortality Weekly Report, volume 55, RR-11, August 4, 2006.
  5. Brown, Z.A., et al. Genital Herpes Complicating Pregnancy. Obstetrics and Gynecology, volume 106, number 4, October 2005, pages 845-856.
  6. Kimberlin, D.W., et al. Natural History of Neonatal Herpes Simplex Virus Infections in the Acyclovir Era. Pediatrics, volume 108, number 2, August 2001.

RUBELLA dalam KEHAMILAN

dr.Bambang Widjanarko, SpOG
Fak.Kedokteran UMJ Jakarta


INFEKSI VIRUS PADA MASA PERINATAL:
  1. Imunitas selama kehamilan :
    • Kehamilan : penurunan fungsi kekebalan yang bersifat “cell mediated”
    • Infeksi virus pada wanita hamil akan memperlihatkan gejala yang lebih berat dibanding tidak hamil ( infeksi poliomyelitis, cacar air / chicken pox )
    • Sistem kekebalan yang masih belum matang pada janin akan menyebabkan janin atau neonatus lebih rentan terhadap komplikasi yang diakibatkan infeksi virus
  2. Terapi antivirus
    • Acyclovir adalah anti virus yang digunakan secara luas dalam kehamilan
    • Acyclovir diperlukan untuk terapi infkesi primer herpes simplek atau virus varicella zoster yang terjadi pada ibu hamil
    • Selama kehamilan dosis pengobatan tidak perlu disesuaikan
    • Obat antivirus lain yang masih belum diketahui keamanannya selama kehamilan : Amantadine dan Ribavirin
  3. Pencegahan aktif dan pasif
    • Vaksin dengan virus hidup tidak boleh digunakan selama kehamilan termasuk polio oral, MMR (measles – mumps – rubella), varicella
    • Vaksin dengan virus mati seperti influenza, hepatitis A dan B boleh digunakan selama kehamilan
    • Imunoglobulin dapat digunakan selama kehamilan

RUBELLA

Rubella ( German Measles ) disebabkan oleh infeksi single – stranded RNA togavirus yang ditularkan via pernafasan dengan kejadian tertinggi antara bulan Maret sampai Mei, melalui vaksinasi yang intensif angka kejadian semakin menurun.
Infeksi virus ini sangat menular dan periode inkubasi berkisar antara 2 – 3 minggu
DIAGNOSIS :
Diagnosa ditegakkan melalui pemeriksaan serologi.
IgM akan cepat memberi respon setelah keluar ruam dan kemudian akan menurun dan hilang dalam waktu 4 – 8 minggu
IgG juga memberikan respon setelah keluar ruam dan tetap tinggi selama hidup
Diagnosa ditegakkan dengan adanya peningkatan titer 4 kali lipat dari hemagglutination-inhibiting (HAI) antibody dari dua serum yang diperoleh dua kali selang waktu 2 minggu atau setelah adanya IgM
Diagnosa Rubella juga dapat ditegakkan melalui biakan dan isolasi virus pada fase akut.
Ditemukannya IgM dalam darah talipusat atau IgG pada neonatus atau bayi 6 bulan mendukung diagnosa infeksi Rubella.
DAMPAK TERHADAP KEHAMILAN :
10 – 15% wanita dewasa rentan terhadap infeksi Rubella. Perjalanan penyakit tidak dipengaruhi oleh kehamilan dan ibu hamil dapat atau tidak memperlihatkan adanya gejala penyakit.
Derajat penyakit terhadap ibu tidak berdampak terhadap resiko infeksi janin. Infeksi yang terjadi pada trimester I memberikan dampak besar terhadap janin.
Infeksi fetal :
  1. Tidak berdampak terhadap bayi dan janin dilahirkan dalam keadaan normal
  2. Abortus spontan
  3. Sindroma Rubella kongenital
Secara spesifik, infeksi pada trimester I berdampak terjadinya sindroma rubella kongenital sebesar 25% ( 50% resiko terjadi pada 4 minggu pertama ), resiko sindroma rubella kongenital turun menjadi 1% bila infeksi terjadi pada trimester II dan III
SINDROMA RUBELLA KONGENITAL :
Intra uterine growth retardation simetrik
Gangguan pendengaran
Kelainan jantung :PDA (Patent Ductus Arteriosus) dan hiplasia arteri pulmonalis
Gangguan Mata :
Katarak
Retinopati
Mikroptalmia
Hepatosplenomegali
Gangguan sistem saraf pusat :
Mikrosepalus
Panensepalus
Kalsifikasi otak
Retardasi psikomotor
Hepatitis
Trombositopenik purpura
Pemeriksaan rubella harus dikerjakan pada semua pasien hamil dengan mengukur IgG . Mereka yang non-imune harus memperoleh vaksinasi pada masa pasca persalinan. Tindak lanjut pemeriksaan kadar rubella harus dilakukan oleh karena 20% yang memperoleh vaksinasi ternyata tidak memperlihatkan adanya respon pembentukan antibodi dengan baik.
Infeksi rubella tidak merupakan kontra indikasi pemberian ASI
Tidak ada terapi khusus terhadap infeksi Rubella dan pemberian profilaksis dengan gamma globulin pasca paparan tidak dianjurkan oleh karena tidak memberi perlindungan terhadap janin.
Rujukan :
  1. American College of Obstetrician and Gynecologist : Rubella in Pregnancy. Technical Bulletin no 171. Washington DC , ACOG 1992
  2. Dontigny L, Arsenault My, Martel MJ : Rubella in Pregnancy. SOGC Clinical Practice Guideline ,No 203, February 2008. http://www.sogc.org/guidelines/documents/guiJOGC203CPG0802.pdf retrieved on September 2009

Minggu, 27 September 2009

INFEKSI TRAKTUS URINARIUS

dr.Bambang Widjanarko, SpOG

Fak.Kedokteran dan Kesehatan UMJ JAKARTA


Infeksi traktus urinarius sering terjadi pada masa kehamilan dan nifas dan merupakan komplikasi medik paling sering dalam kehamilan. Peningkatan kejadian ini disebabkan oleh faktor hormonal (peningkatan kadar progesteron ) dan faktor mekanis yang menyebabkan stasis urine.

Infeksi traktus urinarius dapat bersifat simptomatik atau asimptomatik (misal : sistitis , pielonefritis )

image

A 25-year-old pregnant woman with right lower quadrant pain and hematuria. This radiograph of the kidneys, ureters, and bladder (KUB) reveals proximal ureteral obstruction consistent with urolithiasis ( see image below )

image

A 25-year-old pregnant woman with right lower quadrant pain and hematuria. She has proximal ureteral obstruction consistent with urolithiasis (see Image 3). After 25 minutes, this intravenous pyelogram (IVP) reveals a dense right nephrogram and no filling of the right collecting system. The left side shows an unremarkable nonhydronephrotic collecting system. This is consistent with right ureteral lithiasis.


BAKTERIURIA ASIMPTOMATIK :

Ditemukan bakteri sebanyak > 100.000 per ml air seni dari sediaan air seni “mid stream”

Angka kejadian Bakteriuria Asimptomatik dalam kehamilan sama seperti wanita usia reproduksi yang seksual aktif dan non-pregnan sekitar 2 – 10%

Jenis bakteri yang ditemukan :

  1. Eschericia Coli (60%)
  2. Proteus mirabilis
  3. Klebsiella pneumoniae
  4. Streptoccus grup B

Bila BA tidak diterapi dengan baik maka 20% ibu hamil akan menderita sistitis akut atau pielonefritis akut pada kehamilan lanjut.

Terapi yang dapat diberikan :

  • Ampisilin 3 x 500 mg selama 7 – 10 hari atau
  • Cephalosporin
  • Nitrofurantoin

Setelah terapi, lakukan pemeriksaan ulangan dengan biakan urine oleh karena kejadian ini seringkali berulang ( 25% )


SISTITIS AKUTA :

  • Terjadi pada 1 – 2% kehamilan
  • Gejala :
    • Disuria
    • Sering berkemih
    • Sering tidak dapat menahan miksi
    • Hematuria
    • Gejala sistemik :
      • Demam
      • Nyeri pinggang
    • Urinalisis :
      • Bakteriuria
      • Piuria
      • Hematuria
  • Terapi : Antibitotika spektrum luas atau berdasarkan hasil tes kepekaaan


PIELONEFRITIS AKUTA

  • Terjadi pada 2% kehamilan terutama pada trimester III
  • Gejala :
    • Mual dan muntah
    • Nyeri pinggang
    • Demam tinggi dan menggigil
    • Keluhan sistitis
    • Bisa terjadi septisemia dan syok septik
  • Akibat demam tinggi dapat memicu kontraksi uterus
  • Terapi :
    • MRS
    • Infuse RL dan D5 – rehidrasi
    • Antibiotika parenteral : cefazoline , sebagian besar (80% ) pasien akan bebas panas dalam waktu 48 jam setelah terapi antibitoka parenteral, lanjutkan terapi antibiotika per oral selama 10 hari.
    • Observasi persalinan preterm
    • Lakukan serial biakan urine oleh karena kejadian ini dapat berulang pada 10 – 25% pasien
    • Lakukan pemeriksaan IVP – intravenous pyelogram 6 minggu pasca persalinan


STREPTOCOCCUS GRUP B :

GBS ( grup beta streptococcus ) adalah flora normal manusia dengan reservoir utama di traktus digestivus.

GBS dapat masuk kedalam Traktus Urinarius melalui kontaminasi feces atau kontak seksual

Vaginal carriage rates 15 – 40%

Dampak terhadap kehamilan :

Penularan dari ibu ke anak dapat terjadi secara vertikal saat persalinan dengan faktor resiko penularan:

  • Persalinan prterm
  • Ketuban Pecah Dini
  • BBLR
  • Ketuban pecah 12 – 18 jam sebelum persalinan
  • Febris intrapartum

Infeksi GBS pada neonatus :

  1. Late – onset :
    • meningitis (80%)
    • Infeksi lain
  2. Early – onset :
    • distress pernafasan
    • pneumonia

PENCEGAHAN :

How can I prevent a UTI?

You may do everything right and still experience a urinary tract infection, but you can reduce the likelihood by doing the following:

  • Drink 6-8 glasses of water each day and unsweetened cranberry juice regularly.
  • Eliminate refined foods, fruit juices, caffeine, alcohol, and sugar.
  • Take Vitamin C (250 to 500 mg), Beta-carotene (25,000 to 50,000 IU per day) and Zinc (30-50 mg per day) to help fight infection.
  • Develop a habit of urinating as soon as the need is felt and empty your bladder completely when you urinate.
  • Urinate before and after intercourse.
  • Avoid intercourse while you are being treated for an UTI.
  • After urinating, blot dry (do not rub), and keep your genital area clean. Make sure you wipe from the front toward the back.
  • Avoid using strong soaps, douches, antiseptic creams, feminine hygiene sprays, and powders.
  • Change underwear and pantyhose every day.
  • Avoid wearing tight-fitting pants.
  • Wear all cotton or cotton-crotch underwear and pantyhose.
  • Don't soak in the bathtub longer than 30 minutes or more than twice a day.


Rujukan :

  1. Colgan R, Nicolle LE, McGlone A, Hooton TM. Asymptomatic bacteriuria in adults. Am Fam Physician. Sep 15 2006;74(6):985-90. [Medline].
  2. Delzell JE Jr, Lefevre ML. Urinary tract infections during pregnancy. Am Fam Physician. Feb 1 2000;61(3):713-21. [Medline]
  3. Fihn SD. Clinical practice. Acute uncomplicated urinary tract infection in women. N Engl J Med. Jul 17 2003;349(3):259-66. [Medline].

TOKSOPLASMOSIS dalam KEHAMILAN

dr.Bambang Widjanarko , SpOG
Fak.Kedokteran & Kesehatan UMJ JAKARTA


image
The only known definitive hosts for Toxoplasma gondii are members of family Felidae (domestic cats and their relatives). Unsporulated oocysts are shed in the cat’s feces . Although oocysts are usually only shed for 1-2 weeks, large numbers may be shed. Oocysts take 1-5 days to sporulate in the environment and become infective. Intermediate hosts in nature (including birds and rodents) become infected after ingesting soil, water or plant material contaminated with oocysts . Oocysts transform into tachyzoites shortly after ingestion. These tachyzoites localize in neural and muscle tissue and develop into tissue cyst bradyzoites . Cats become infected after consuming intermediate hosts harboring tissue cysts . Cats may also become infected directly by ingestion of sporulated oocysts. Animals bred for human consumption and wild game may also become infected with tissue cysts after ingestion of sporulated oocysts in the environment . Humans can become infected by any of several routes:
  • eating undercooked meat of animals harboring tissue cysts .
  • consuming food or water contaminated with cat feces or by contaminated environmental samples (such as fecal-contaminated soil or changing the litter box of a pet cat) .
  • blood transfusion or organ transplantation .
  • transplacentally from mother to fetus .
In the human host, the parasites form tissue cysts, most commonly in skeletal muscle, myocardium, brain, and eyes; these cysts may remain throughout the life of the host. Diagnosis is usually achieved by serology, although tissue cysts may be observed in stained biopsy specimens . Diagnosis of congenital infections can be achieved by detecting T. gondii DNA in amniotic fluid using molecular methods such as PCR .

Toksoplasmosis adalah penyakit sistemik yang disebabkan oleh protozoa toxplasma gondii. Antara 15 – 45% wanita usia reproduktif memiliki antibodi terhadap toksoplasma ( IgG ) sehingga terlindung dari infeksi toksoplasma.
Gejala umumnya subklinis dan kadang menyerupai sidnroma monukleosis.
Organisme berasal dari makanan menath atau setengah matang yang terpapar dengan ktoran kucing domestik


DAMPAK TERHADAP KEHAMILAN
Angka kejadian infeksi primer dalam kehamilan kira kira 1 : 1000. dalam kehamilan , skrining rutin tidak dianjurkan.
Resiko penularan terhadap janin pada trimester I = 15% ; pada trimester II = 25% dan pada trimester III = 65%. Namun derajat infeksi terhadap janin paling besar adalah bila infeksi terjadi pada trimester I.
Trias klasik toksoplasma berupa :
  1. Hidrosepalus
  2. Kalsifikasi intrakranial
  3. Korioretinitis
Trias tersebut jarang terlihat.
Sekitar 75% kasus yang terinfeksi tidak memperlihatkan gejala saat persalinan. 25 – 50% memperlihatkan skuale seperti terlihat pada tabel dibawah :


MANIFESTASI INFEKSI TOKSOPLASMA KONGENITAL
  • Hidrosepalus
  • Korioretinitis
  • Mikrosepali
  • Mikroptalmia
  • Hepatosplenomegali
  • Kalsifikasi serebral
  • Adenopati
  • Konvulsi
  • Perkembangan mental terganggu

Diagnosa pasti infeksi terhadap janin adalah dengan menemukan IgM dalam darah talipusat
Hasil biakan plasenta pada pasien dengan infeksi toksoplasma menunjukkan angka positif sebesar 90%.
penyakit ini jarang terdiagnosa semasa kehamilan oleh karena sebagian besar bersifat subklinis

DIAGNOSIS :
Diagnosa ditegakkan bila IgM positif dan titer IgG yang meningkat 4 kali lipat pada pemeriksaan ulang selang waktu 2 – 3 minggu.
Titer IgM akan tetap tinggi sampai 3 – 4 bulan

TERAPI
Toksoplasma termasuk penyakit “self limiting disease” Mengingat bahwa adanya potensi untuk menimbulkan cacat pada janin maka dapat diberikian terapi :
  1. Spiramycin , pada kasus infeksi akut yang ditegakkan melalui pemeriksaan serologi umunya diterapi dengan spiramycin 1 gram 3 dd 1 dakam keadaan perut kosong . Spiramycin akan terkonsentrasi pada plasenta sehingga dapat mencegah penjalaran infeksi je janin. Akan tetapi kemampuan spiramycin untuk mencegah penularan vertikal masih kontroversial. Spiramycin tidak menembus plasenta dengan baik sehingga amniosentesis dan pemeriksaan PCR untuk melihat adanya toksoplasma gondii harus dikerjakan sekurangnya 4 minggu pasca infeksi maternal akut pada trimester ke II . Bila hasil pemeriksaan PCR negatif, Spiramycin dapat diteruskan sampai akhir kehamilan. Bila hasil pemeriksaan PCR positif maka dugaan sudah adanya infeksi pada janin harus diterapi dengan obat lain .
  2. Pyrimethamine dan Sulfadiazine , Kombinasi pyrimethamine and sulfadiazine,( folic acid antagonists dengan efek sinergi ) digunakan untuk menurunkan derajat infeksi kongenital dan meningkatkan proporsi neonatus tanpa gejala.
  3. asam Folinat untuk mencegah kerusakan pada janin
Wanita hamil harus menghindari kontak dengan kucing atau kotorannya , mengenakan sarung tangan karet tebal saat berkebun dan menghidari konsumsi daging metah atau setengah matang.

Rujukan :
  1. American College of Obstetricians and Gynecologists. Perinatal viral and parasitic infections. Technical Bulltein no 177.Washington DC . ACOG 1993
  2. Couvreur J, Desmonts G, Thulliez P. Prophylaxis of congenital toxoplasmosis. Effects of spiramycin on placental infection. J Antimicrob Chemother. 1988;(Suppl B):193–200. [PubMed]
  3. C Giannoulis, B Zournatzi, A Giomisi, E Diza, and I Tzafettas Toxoplasmosis during pregnancy: a case report and review of the literature. http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=2504397 Retrived September 2009
  4. Gilbert R, Gras I; European Multicentre Study on Congenital Toxoplasmosis. Effect of timing and type of treatment on the risk of mother to child transmission of Toxoplasma gondii. BJOG 2003;110:112-20.
  5. Thiebaut R, Leproust S, Chene G, Gilbert R. Effectiveness of prenatal treatment for congenital toxoplasmosis: a meta-analysis of individual patient's data. Lancet. 2007;369:115–122. [PubMed]
  6. Wallon M, Liou C, Garner P, Peyron F. Congenital toxoplasmosis: systematic review of evidence of efficacy of treatment in pregnancy. BMJ. 1999;318:1511–1514. [PubMed]

Sabtu, 26 September 2009

HEPATITIS dalam KEHAMILAN

Hepatitis simptomatik pada kehamilan pada 15 tahun terakhir ini sangat jarang terjadi di negara maju.
Dikenal 5 jenis infeksi viral hepatitis :
  1. Hepatitis A
  2. Hepatitis B
  3. Hepatitis D
  4. Hepatits C
  5. Hepatitis E
Pada umumnya infeksi berlangsung subklinis dan gejala klinik umumnya berupa :
  • Demam ringan
  • Mual dan muntah
  • Nyeri kepala
  • Lesu
  • Ikterus ( 1 – 2 minggu setelah gejala diatas)
Pendekatan diagnostik  hepatitis
HAV = Virus Hepatitis A ; HBc = Hepatis B core ; HbsAg = Hepatitis B surface antigen ; HCV = virus Hepatitis C
a HbsAg mungkin dibawah nilai ambang deteksi sehingga menjadi negatif
Diambil dari : Dienstag and Isselbacher (2001a)

Komplikasi :
  • Case Fatality Rate pada non-hamil dengan hepatitis akut 0.1%
  • Kasus fatal biasanya berhubungan dengan nekrosis hepar fulminan ( umumnya disebabkan oleh hepatitis B dan hepatitis D)
  • Infeksi kronis umumnya disebabkan oleh infeksi hepatits B (kira-kira 10%) dan C ( majoritas pasien hepatitis kronis)


HEPATITIS B
Endemik disejumlah daerah terutama di Asia dan Afrika.
Disebabkan oleh DNA hepadna virus
Penyebab utama hepatitis akut dengan dampak ikutan kronis berupa cirrhosis hepatis dan karsinoma hepatoselulare
Sering terjadi pada penyalahguna obat intravena, homoseksual, tenaga medis dan penerima transfusi.
Penularan dapat terjadi secara seksual melalui lendir vagina, saliva dan cairan semen.


Dampak terhadap kehamilan :
Seperti halnya infeksi virus Hepatits A, perjalanan klinis infeksi Hepatits B tidak dipengaruhi oleh kehamilan.
Terapi berupa terapi suportif dan mencegah terjadinya persalinan preterm.
Janin yang terinfeksi dengan virus Hepatitis B umumnya asimptomatik namun 85% akan menjadi kronis


HEPATITIS D
Disebut pula sebagai delta hepatitis
Disebabkan oleh RNA vuirus yang cacat yang merupakan partikel hybrid dengan lapisan HbsAg dan inti Delta.
Infeksi virus ini harus bersamaan dengan virus Hepatits B
Penularan sama dengan virus Hepatitis B
Infeksi kronis hepatitis B dan D secara bersamaan lebih berat dibandingkan infeksi virus hepatitis B saja.


HEPATITIS C
Disebabkan infeksi virus RNA dari famili Flavyriviridae
Cara penularan sama dengan virus Hepatitis B
Perjalanan penyakit tidak dipengaruhi oleh kehamilan dan outcome perinatal tidak berubah pada kasus dengan HCV yang positif. Yang perlu menjadi perhatian adalah bahwa infeksi hepatitis C dapat berlangsung secara vertikal.

Rujukan :
  1. ACOG education pamphlet – hepatitis B virus in pregnancy http://www.acog.org/publications/patient_education/bp093.cfm
  2. American College Of Obstetrician and Gynecologist : Perinatal viral and parasitic infection. Practice Bulletin No.20, September 2000
  3. Cunningham FG et al : Infection in Williams Obstetrics” , 22nd ed, McGraw-Hill, 2005

INFEKSI HIV dalam KEHAMILAN

PENDAHULUAN

Gallo dan Montagnier (2003) : Mengemukakan bahwa sindroma acquired immunodeficiency ini dikenal pertamakali tahun 1987 pada sekelompok penderita yang mengalami gangguan pada imunitas seluler dan menderita infeksi Pneumocystis carini.
Steinbrook dkk (2004) : pada tahun 2003 jumlah penderita AIDS diperkirakan 40 juta dengan tambahan 5 juta kasus baru pertahun serta angka kematian yang berhubungan dengan HIV-AIDS sekitar 3 juta jiwa pertahun.
Centre for Disease Control and Preventions (2002b) memperkirakan bahwa di US pada tahun 2001 terdapat 1.3 – 1.4 juta pasien yang terinfeksi oleh HIV dan lebih dari 500.000 juta diantaranya meninggal dunia.
Centre for Disease Control and Preventions (2004) mengemukakan bahwa ⅓ kasus HIV-AID berasal dari penularan heteroseksual.
10 tahun terakhir ini, transmisi perinatal menurun sebanyak 90%.
Saat ini, dengan adanya terapi antiretroviral yang sangat efektif dapat meningkatkan angka kehidupan penderita infeksi HIV yang kronis.



ETIOLOGI:
Penyebab AID adalah retrovirus DNA yang disebut Human immunodeficiency viruses, HIV-1 dan HIV-2
Sebagian besar kasus yang ada disebabkan oleh infeksi HIV-1 yang penularannya menyerupai penularan virus Hepatitis B dan penularan seksual merupakan jenis penularan HIV-AID yang utama.
Virus juga dapat ditularkan melalui bahan yang terkontaminasi oleh darah dan ibu hamil dapat menularkan infeksi HIV pada janin yang dikandungnya.


PATOGENESIS
Proses imuno-supresi menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik dan neoplasma.
Target utama adalah Thymus-derived lymphocytes (T- lymphocytes) , yang secara fenotipikal disebut sebagai CD4 surface antigen. CD4 site bertindak sebagai reseptor virus.
Sheffield dkk (2005) menyatakan bahwa agar dapat terjadi infeksi diperlukan “co-receptor” dan untuk itu dikenal adanya 2 jenis chemokine receptor yaitu CCR 5 dan CXCR4.
Setelah infeksi pertama, tingkat viremia segera merosot sampai titik tertentu dan pasien dengan beban virus terbesar saat itu dengan cepat mengalami AID dan meninggal.
Selama beberapa waktu, jumlah sel T merosot secara tajam sehingga terlihat gejala imunosupresi.
Kehamilan diperkirakan berakibat minimal terhadap CD4+ , jumlah sel T dan jumlah HIV-RNA. Kenyataan adalah bahwa jumlah HIV-RNA meningkat pada 6 bulan pasca persalinan dibandingkan dengan jumlah sebelum kehamilan.
Makrofag-monosit juga terinfeksi dan infeksi sel mikroglia otak dapat menyebabkan kelainan neuropsikiatri pada pasien yang terinfeksi HIV. Selain itu tercatat pula kejadian Kaposi sarcoma, Lymphoma B-cell dan non-Hodgkin dan sejumlah bentuk karsinoma lain.



MANIFESTASI KLINIK
Periode inkubasi dari beberapa hari sampai beberapa minggu.
Infeksi akut menyerupai sindroma infeksi virus lain dan umumnya berakhir dalam waktu 10 hari.

Gejala utama :
  1. Demam,
  2. Keringat malam hari,
  3. Lesu,
  4. Ruam,
  5. Nyeri kepala,
  6. Lymphadenopathia,
  7. Pharyngitis,
  8. Nyeri otot,
  9. Gejala GI tract : mual dan muntah serta diare.
Fauci (2003) : Setelah gejala mereda, titik balik viremia mulai terjadi. Rangsangan yang dapat menyebabkan progresivitas dari viremia asimptomatik menjadi simptomatik tidak jelas, tetapi diperkirakan memerlukan waktu sampai 10 tahun.

Infeksi oportunistik yang sering menyertai HIV-AID :
  1. Kandidiasis paru dan esofagus
  2. Herpes zoster atau herpes simplex persisten
  3. Kondiloma akuminata
  4. Tuberkulosis
  5. Pneumonia cytomegalovirus
  6. Retinitis
  7. Penyakit Gastrointestinal
  8. Moluscum contagiousum
  9. Pneumonia pneumocystis
Gejala lain yang sering menyertai AID : gejala neuropsikiatrik

Diagnosa definitif AID : jumlah CD4+ < 200 / mm3

Tes Serologis
  • Protokol pemeriksaan yang baku adalah dengan menggunakan EIA ( enzym immuno-assay ).
  • Tes skrining yang dilakukan berulangkali dapat menghasilkan sensitivitas sebesar 99.5%.
    Konfirmasi hasil tes positif dilakukan dengan menggunakan immuno-fluoresence assay (IFA).
  • Rapid tes dapat dikerjakan dengan senisitivitas tinggi dan hasilnya dapat diperoleh dalam waktu 10 – 60 menit sehingga dapat dikerjakan pada saat ANC pada usia kehamilan lanjut atau saat persalinan sehingga pemberian profilaksis antiretroviral dapat segera dikerjakan.

TRANSMISI PERINATAL
  1. Mekanisme transmisi virus perinatal
    • Invasi langsung pada trofoblas dan vili chorialis.
    • Masuknya limfosit maternal yang terinfeksi kedalam sirkulasi janin.
    • Infeksi oleh sel dengan reseptor CD4 dalam vili chorialis dan sel endothel villi.
  2. Peran plasenta dalam proses transmisi virus
    • Pemeriksaan invitro menunjukkan bahwa HIV-1 dapat melakukan infeksi pada trofoblas manusia dan sel Hofbauer pada setiap usia kehamilan
    • Tidak jelas apakah infeksi HIV-1 pada plasenta dapat memfasilitasi infeksi HIV-1 pada janin atau justru dapat mencegah infeksi terhadap janin dengan melakukan tindakan isolasi terhadap virus.
KECEPATAN PENULARAN HIV-1 DARI IBU KE JANIN
Transmisi vertikal tergantung sejumlah faktor :
  1. Faktor yang meningkatkan penularan
    1. Ibu menderita AID
    2. CD4 rendah ( < 200 sel / mm3)
    3. Adanya p24 antigenemia
    4. Adanya chorioamnionitis histologis
    5. Persalinan preterm
  2. Faktor yang menurunkan penularan
    1. Adanya antibodi terhadap protein HIV gp 120
    2. Perawatan prenatal yang berkualitas
    3. Pemberian ZDV ( zidovudine )


PERAWATAN PASIEN HAMIL DENGAN HIV
  1. Prinsip : Pemeriksaan HIV adalah merupakan bagian dari pemeriksaan antenatal yang bersifat sukarela.
  2. Konseling adalah bagian penting dari perawatan bagi penderita HIV.
  3. Strategi perawatan bagi ibu hamil berbeda dengan strategi perawatan pada ibu tidak hamil.
  4. Tujuan terapi :
    • Menekan jumlah virus.
    • Restorasi dan preservasi fungsi imunologis.
  5. Pada pasien tak hamil, terapi ditawarkan bila CD4+ T cells , 350 sel/mm3 atau kadar HIV RNA plasma > 55.000 copi/mL.
  6. Pada wanita hamil, terapi harus lebih agresif oleh karena penurunan kadar RNA adalah penting bagi penurunan transmisi perinatal tanpa memperhitungkan CD4+ atau kadar HIV-RNA plasma.


PENCEGAHAN OLEH DOKTER
 
  • Fokus pencegahan adalah pada PMS-penyakit menular seksual.
  • Lakukan pap smear.
  • Berikan vaksin hepatitis B
  • “ sex aman”
  • Zidovudine 100 mg 5 kali sehari tanpa memperhitungkan kadar CD4
  • Berikan vaksin pneumovax.
  • Sulfa-trimethoprim diberikan bila CD4 < 200 sel/mm3 untuk mencegah infeksi dari pneumonia pneumocystitis carinii.
  • Berikan vaksin influenza pada bulan september – maret.


PERAWATAN PRENATAL OLEH DOKTER
  • Dokter harus memiliki kecurigaan tinggi atas kejadian PMS dan infeksi oportunistik pada penderita HIV-AID.
  • Pada populasi penderita HIV, kejadian IUGR tinggi sehingga perlu pemeriksaan periodik dengan USG.
  • Hitung CD4 tiap semester.
  • Kolposkopi bila hasil pap smear abnormal.
  • Pemeriksaan prenatal umum harus dilakukan seperti biasa.


PERAWATAN INTRAPARTUM OLEH DOKTER
  • Zidovudine intravena diberikan saat awal persalinan dengan dosis 200 mg i.v selama 1 jam dan kemudian 100 mg/jam sampai anak lahir.
  • Hindari tindakan intrapartum yang menyebabkan janin terpapar secara langsung dengan darah ibu.
  • SC menurunkan angka kejadian penularan ibu ke anak ???
  • Pasien hamil dengan CD4 < 200 / mm3 memiliki resiko penularan lebih tinggi bila persalinan berlangsung lebih lama ( > 12 jam ) .


PERAWATAN PASCA PERSALINAN OLEH DOKTER
  • Ditempatkan di ruang terpisah untuk menurunkan kemungkinan penularan ke penderita lain.
  • Konsultasi mengenai pilihan kontrasepsi, IUD tidak boleh digunakan karena status imuno-depresi akan mempermudah terjadinya infeksi panggul.
  • Kontrasepsi pilihan : sterilisasi tuba, kontrasepsi oral, Depo-provera, Norplant dan kondom.
  • Pengaturan jadwal tindak lanjut ibu dan anak.



RUJUKAN
  1. American College Of Obstetrician and Gynecologist : Prenatal and perinatal HIV testing : expanded recommendations. Committee Opinion No, 304, 2004
  2. Centre of Disease Control and Prevention : Heterosexual transmission of HIV – 29 states. MMWR 53:125, 2004b
  3. Centre of Disease Control and Prevention : Cases of HIV infection and AIDS in United States 2002. HIV Aid surveillance report (addendum) 14:1 2002 b
  4. Cunningham FG et al :Sexually Transmitted Disease in Williams Obstetrics” , 22nd ed, McGraw-Hill, 2005
  5. Fauci AS ; HIV and AIDS : 20 years of science. Nat Med 9:839:2003
  6. Gallo RS, Nontaigner L : The discovery of HIV as the cause of AIDS. N Engl J Med 349:2238, 2003
  7. Scheffield J, Pybus C, Wendel G, et al : The effect of progesteron and pregnancy on HIV-1 co-receptor expression. Presented ar the 25th Annual Meeting of the Socienty for Maternal – Fetal Medicnine, Reno Nevada 7 – 12 Pebruary 2005
  8. Llewelyn-Jones : Infection during Pregnancy in Obstetrics and Gynecology 7th ed. Mosby, 1999
  9. Gall SA : HIV in Pregnancy in in Practical Guide to The Care Of The Gynecology/Obstetric patient, Mosby, 1997 p 537 - 545

Jumat, 25 September 2009

VERSI

dr.Bambang Widjanarko, SpOG

Fak.Kedokteran UMJ


VERSI adalah prosedur untuk melakukan perubahan presentasi janin melalui manipulasi fisik dari satu kutub ke kutub lain yang lebih menguntungkan bagi berlangsungnya proses persalinan pervaginam dengan baik.

Klasifikasi:

  • Berdasarkan arah pemutaran
    1. Versi Sepalik : merubah bagian terendah janin menjadi presentasi kepala
    2. Versi Podalik : merubah bagian terendah janin menjadi presentasi bokong
  • Berdasarkan cara pemutaran
    1. Versi luar (external version)
    2. Versi internal ( internal version)
    3. Versi Bipolar ( “Braxton Hicks” version)


VERSI LUAR-external versionl

Versi luar pada 2 dekade terakhir ini menjadi populer kembali seiring dengan adanya penggunaan yang luas dari alat ultrasonografi, peralatan elektronik untuk pengamatan kesehatan janin (electronic fetal monitoring) dan obat-obat tokolitik yang efektif.

American College Of Obstetrics and Gynecology (2001), memberikan rekomendasi usaha ini untuk mengurangi kejadian presentasi sungsang dengan tindakan versi luar bilamana memungkinkan.

American College of Obstetrician and Gynecologist 2000 : Keberhasilan tindakan versi luar berkisar antara 35-85% atau rata-rata 60%.

Chan dkk (2004) dan Vezina dkk (2004) : keberhasilan tindakan versi luar tidak selalu diikuti dengan penurunan angka kejadian sectio caesar. Distosia, kelainan presentasi kepala, gawat janin sering terjadi pasca keberhasilan versi luar dan hal ini pada akhirnya memerlukan tindakan sectio caesar.

Batasan : proses pemutaran kutub tubuh janin dimana proses manipulasi seluruhnya dilakukan diluar cavum uteri.

Syarat :

  1. Janin dapat lahir pervaginam atau diperkenankan untuk lahir pervaginam ( tak ada kontraindikasi )
  2. Bagian terendah janin masih dapat dikeluarkan dari pintu atas panggul (belum engage)
  3. Dinding perut ibu cukup tipis dan lentur sehingga bagian-bagian tubuh janin dapat dikenali (terutama kepala) dan dapat dirasakan dari luar dengan baik
  4. Selaput ketuban utuh.
  5. Pada parturien yang sudah inpartu : dilatasi servik kurang dari 4 cm dengan selaput ketuban yang masih utuh.
  6. Pada ibu yang belum inpartu :
    1. Pada primigravida : usia kehamilan 34 – 36 minggu.
    2. Pada multigravida : usia kehamilan lebih dari 38 minggu.

Indikasi :

  1. Letak bokong.
  2. Letak lintang.
  3. Letak kepala dengan talipusat atau tangan terkemuka.
  4. Penempatan dahi.

Kontra indikasi :

  1. Perdarahan antepartum.
    • Pada plasenta praevia atau plasenta letak rendah, usaha memutar janin dikhawatirkan akan menyebabkan plasenta lepas dari insersionya sehingga akan menambah perdarahan.
  2. Hipertensi.
    • Pada penderita hipertensi pada umumnya sudah terjadi perubahan pembuluh arteriole plasenta sehingga manipulasi eksternal dapat semakin merusak pembuluh darah tersebut sehingga terjadi solusio plasenta.
  3. Cacat uterus.
    • Jaringan parut akibat sectio caesar atau miomektomi pada mioma intramural merupakan locus minoris resistancea yang mudah mengalami ruptura uteri.
  4. Kehamilan kembar.
  5. Primitua
  6. Nilai sosial anak yang tinggi atau riwayat infertilitas
  7. Insufisiensi plasenta atau gawat janin.

Faktor yang menentukan keberhasilan tindakan versi luar :

  1. Paritas.
  2. Presentasi janin.
  3. Jumlah air ketuban.

Faktor yang mempengaruhi terjadinya kegagalan tindakan versi luar:

  1. Bagian terendah janin sudah engage .
  2. Bagian janin sulit diidentifikasi (terutama kepala).
  3. Kontraksi uterus yang sangat sering terjadi.
  4. Hidramnion.
  5. Talipusat pendek.
  6. Kaki janin dalam keadaan ekstensi (“frank breech”)

Tehnik :

  1. Versi Luar harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas tindakan SC emergensi dan dilakukan atas persetujuan penderita setelah mendapatkan informasi yang memadai dari dokter.
  2. Sebelum melakukan tindakan VL, lakukan pemeriksaan ultrasonografi untuk:
    1. Memastikan jenis presentasi.
    2. Jumlah cairan amnion.
    3. Kelainan kongenital.
    4. Lokasi plasenta.
    5. (ada tidaknya lilitan talipusat).
  3. Sebelum melakukan tindakan VL, harus dilakukan pemeriksaan kardiotokografi (non-stress test) untuk memantau keadaan janin.
  4. Pasang “intravenous line” sambil dilakukan pengambilan darah darah untuk pemeriksaan darah lengkap (persiapan bilamana terpaksa harus segera dilakukan tindakan sectio caesar).
  5. Pasien diminta untuk mengosongkan kandung kemih.
  6. (berikan terbutaline 0.25 mg subcutan sebagai tokolitik).
  7. Tahapan versi luar :
    • Tahap mobilisasi : mengeluarkan bagian terendah janin dari panggul
      1. Ibu berbaring telentang atau posisi Trendelenburg ringan dengan posisi tungkai dalam keadaan fleksi pada sendi paha dan lutut.
      2. Perut ibu diberi bedak (talcum) atau jelly.
      3. Penolong berdiri disamping kanan dan menghadap kearah kaki ibu.
      4. Dengan kedua telapak tangan diatas simfisis menghadap kebagian kepala ibu, bokong anak dibawa keluar dari panggul.
    • Tahap eksenterasi : membawa bagian terendah ke fossa iliaca
        • Setelah diluar panggul, bokong ditempatkan pada salah satu dari fossa iliaca agar radius putaran tidak terlalu jauh.
        1. Tahap rotasi : memutar janin ke kutub yang dikehendaki
          1. Pada waktu akan melakukan rotasi, penolong menghadap kearah muka ibu.
          2. Satu tangan memegang bokong (bagian terendah) dan tangan lain memegang kepala ; dengan gerakan bersamaan dilakukan rotasi sehingga janin berada presentasi yang dikehendaki.
            • Catatan :
            • Pemutaran dilakukan kearah dimana tahanannya paling rendah (kearah perut janin) atau presentasi yang paling dekat (bila VL dilakukan pada presentasi lintang atau oblique)
            • Bila pemutaran kearah perut janin gagal maka dapat diusahakan pemutaran pada arah sebaliknya.
            • Setelah tahap rotasi, dilakukan pemeriksaan NST ulang (baik pada tindakan VL yang berhasil maupun gagal) ; bila kondisi janin baik maka dilanjutkan dengan tahap fiksasi.
        2. Tahap fiksasi : mempertahankan presentasi janin agar tidak kembali presentasi semula (pemasangan gurita)

      Catatan : Versi Luar pada letak lintang dilakukan hanya melalui 2 tahap yaitu tahap rotasi dan tahap fiksasi.

      Kriteria Versi Luar dianggap gagal:

      1. Ibu mengeluh nyeri saat dilakukan pemutaran.
      2. Terjadi gawat janin atau hasil NST memperlihatkan adanya gangguan terhadap kondisi janin.
      3. Bagian janin tidak dapat diidentifikasi dengan baik oleh karena sering terjadi kontraksi uterus saat dilakukan palpasi.
      4. Terasa hambatan yang kuat saat melakukan rotasi.

      clip_image002

      Masalah kontroversial dalam tindakan versi luar :

      1. Penggunaan tokolitik
      2. Penggunaan analgesia epidural

      Komplikasi Versi Luar :

      1. Solusio plasenta
      2. Ruptura uteri
      3. Emboli air ketuban
      4. Hemorrhagia fetomaternal
      5. Isoimunisasi
      6. Persalinan Preterm
      7. Gawat janin dan IUFD

      clip_image002[5]

      Tahap mobilisasi

      clip_image002[7]

      Tahap eksenterasi dan rotasi kearah perut anak

      clip_image002[9]

      Tahap eksenterasi dan rotasi kearah perut anak

      VERSI INTERNAL - internal version

      Maneuver yang berupa versi podalik pada kala II melalui manipulasi intra uterin (dan biasanya diikuti dengan tindakan ekstraksi kaki sehingga lazim disebut sebagai tindakan “versi ekstraksi”).

      Maneuver ini sangat berbahaya dan dalam era obstetri modern hanya dilakukan pada gemelli anak kedua yang ukuran tubuhnya tidak terlampau besar.

      Indikasi :

      • Gemelli anak kedua.
      • Pada multipara dengan presentas dahi atau puncak kepala.
      • Letak lintang.
      • Prolapsus talipusat.

      Syarat :

      • Janin diperkirakan dapat lahir pervaginam.
      • Dilatasi servik lengkap.
      • Ketuban utuh atau baru pecah.
      • Tidak ada tanda ruptura uteri.

      Tehnik Versi Internal:

      1. Pasien dalam posisi lithotomi dengan anaesthesia umum.
      2. Palpasi ulang untk menentukan posisi anak.
      3. Bila ketuban masih utuh : amniotomi.
      4. Tangan operator yang sesuai dengan bagian kecil janin dimasukkan jalan lahir secara obstetrik. (gambar a)
      5. Dengan tangan yang berada dalam uterus, bagian terendah janin disisihkan kelateral (ke fossa iliaca) kearah yang berlawanan dengan bagian kecil/kaki anak
      6. Mobilisasi bagian terendah janin dibantu dengan tangan penolong yang berada pada dinding abdomen.
      7. Kedua kaki anak dicari dan dipegang diantara jari telunjuk, tengah dan jari manis
      8. Seiring dengan gerakan menurunkan kaki anak, tangan penolong diluar menolak kepala anak kearah fundus uteri : (gambar b)
        • Catatan :
          • Harus dibedakan antara tangan dan kaki dimana mobilitas pergelangan tangan lebih besar dibandingkan pergelangan kaki.
          • Panjang jari-jari kaki kurang lebih sama.
          • Bila didapatkan kesulitan untk mendaatkan kedua kaki, maka kaki anak yang dipegang adalah kaki depan.
          • Setelah kaki anak sebatas lutut diluar vulva, isitrahat beberapa saat agar janin terbisa dengan keadaan tersebut. (gambar c)
      9. Proses persalinan selanjutnya adalah seperti pada ekstraksi kaki. (gambar d)

      clip_image002[11]

      Versi Internal


      Sumber Bacaan :

      1. Cunningham FG (editorial) : Breech Presentation and Delivery in “William Obstetrics” 22nd ed p 409- 441, Mc GrawHill Companies 2005
      2. American College of Obstetricians and Gynecologists : External Cephalic version. Practice Bulletin No 13, February 2000
      3. Chan LY, Tang JL et al: Intrapartum caesarean delivery after succesful external cephalic version: A meta-analysis. Obstet Gynecol 104:155, 2004
      4. Cruikshank DP : Breech, other malpresentations, and umbilical cord complications. In JR Scott et al., eds., Danforth's Obstetrics and Gynecology, 9th ed., pp. 381–395. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. (2003).
      5. Vezina Y et al : Caesarean delivery after successful external cephalic version of breech presentation at term: A comparative study. Am J Obstet Gynecol 190:763, 2004

      EMBOLI AIR KETUBAN

      dr.Bambang Widjanarko, SpOG

      Fak.Kedokteran UMJ JAKARTA

      EPIDEMIOLOGI

      Emboli air ketuban adalah salah satu kondisi paling katastropik yang dapat terjadi dalam kehamilan.

      Kondisi ini amat jarang 1 : 8000 - 1 : 30.000 dan sampai saat ini mortalitas maternal dalam waktu 30 menit mencapai angka 85%. Meskipun telah diadakan perbaikan sarana ICU dan pemahaman mengenai hal hal yang dapat menurunkan mortalitas, kejadian ini masih tetap merupakan penyebab kematian ke III di Negara Berkembang

      ETIOLOGI

      Patofisiologi belum jelas diketahui secara pasti. Diduga bahwa terjadi kerusakan penghalang fisiologi antara ibu dan janin sehingga bolus cairan amnion memasuki sirkulasi maternal yang selanjutnya masuk kedalam sirkulasi paru dan menyebabkan :

      • Kegagalan perfusi secara masif
      • Bronchospasme
      • Renjatan

      Akhir akhir ini diduga bahwa terjadi suatu peristiwa syok anafilaktik akibat adanya antigen janin yang masuk kedalam sirkulasi ibu dan menyebabkan timbulnya berbagai manifestasi klinik.

      FAKTOR RESIKO

      Emboli air ketuban dapat terjadi setiap saat dalam kehamilan namun sebagian besar terjadi pada saat inparu (70%) , pasca persalinan (11%) dan setelah Sectio Caesar (19%)

      Faktor resiko :

      1. Multipara
      2. Solusio plasenta
      3. IUFD
      4. Partus presipitatus
      5. Suction curettahge
      6. Terminasi kehamilan
      7. Trauma abdomen
      8. Versi luar
      9. Amniosentesis

      GAMBARAN KLINIK

      Gambaran klinik umumnya terjadi secara mendadak dan diagnosa emboli air ketuban harus pertama kali dipikirkan pada pasien hamil yang tiba tiba mengalami kolaps.

      Pasien dapat memperlihatkan beberapa gejala dan tanda yang bervariasi, namun umumnya gejala dan tanda yang terlihat adalah segera setelah persalinan berakhir atau menjelang akhir persalinan, pasien batuk batuk, sesak , terengah engah dan kadang ‘cardiac arrest’

      DIAGNOSIS

      Diagnosa pasti dibuat postmortem dan dijumpai adanya epitel skaumosa janin dalam vaskularisasi paru.

      Konfirmasi pada pasien yang berhasil selamat adalah dengan adanya epitel skuamosa dalam bronchus atau sampel darah yang berasal dari ventrikel kanan

      Pada situasi akut tidak ada temuan klinis atau laboratoris untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosa emboli air ketuban, diagnosa adalah secara klinis dan per eksklusionum.

      PENATALAKSANAAN

      Penatalaksanaan primer bersifat suportif dan diberikan secara agresif.

      Terapi awal adalah memperbaiki cardiac output dan mengatasi DIC

      Bila anak belum lahir, lakukan Sectio Caesar dengan catatan dilakukan setelah keadaan umum ibu stabil

      X ray torak memperlihatkan adanya edema paru dan bertambahnya ukuran atrium kanan dan ventrikel kanan.

      Laboratorium : asidosis metabolik ( penurunan PaO2 dan PaCO2)

      Terapi tambahan :

      1. Resusitasi cairan
      2. Infuse Dopamin untuk memperbaiki cardiac output
      3. Adrenalin untuk mengatasi anafilaksis
      4. Terapi DIC dengan fresh froozen plasma
      5. Terapi perdarahan pasca persalinan dengan oksitosin
      6. Segera rawat di ICU

      PROGNOSIS

      Mortalitas perinatal kira kira 65% dan sebagian besar yang selamat baik ibu maupun anak akan mengalami skualae neurologi yang parah.

      PROLAPSUS TALIPUSAT

      dr.Bambang Widjanarko, SpOG

      Fak.Kedokteran & Kesehatan UMJ JAKARTA




      Batasan :

      • “ CORD PRESENTATION” – talipusat terkemuka adalah adanya talipusat diantara bagian terendah janin dengan selaput ketuban sebelum selaput ketuban pecah
      • “ PROLAPSED UMBILICAL CORD” – talipusat menumbung atau prolapsus talipusat adalah situasi yang sama dengan “CORD PRESENTATION” tetapi setelah selaput ketuban pecah.

      Talipusat dapat berada dalam vagina ( occult prolapse ) atau berada diluar vagina (di perineum) seperti terlihat pada gambar dibawah :

      Untitled-1

      Prolapsus talipusat melalui dilatasi servik yang masih belum lengkap

      Untitled-2

      Talipusat terlihat di daerah introitus vagina. Dalam keadaan ini, persalinan harus segera diakhiri untuk segera menyelamatkan janin


      EPIDEMIOLOGI

      Angka kejadian prolapsus talipusat dalam hubungan dengan presentasi janin :

      Presentasi Angka Kejadian
      Vertex (belakang kepala ) 0.4%
      Frank Breech 0.5%
      Letak bokong kaki 4 – 6%
      Letak kaki 15 – 18%

      Kondisi obstetri dimana pintu atas panggul tidak sepenuhnya ditempati dengan bagian terendah janin (presentasi) akan memudahkan terjadinya prolapsus talipusat terutama pada :

      • Presentasi bokong tidak sempurna ( letak kaki )
      • Kelainan letak ( presentasi lintang )
      • Hidramnion
      • Prematur
      • PJT – Pertumbuhan Janin Terhambat

      Faktor predisposisi :

      • Talipusat yang panjang
      • Amniotomi
      • Janin kedua pada persalinan gemelli


      GAMBARAN KLINIK / PEMERIKSAAN KLINIK

      2 masalah utama yang terjadi pada talipusat dan keduanya akan menyebabkan terhentinya aliran darah pada talipusat dan kematian janin.

      1. Talipusat terjepit antara bagian terndah janin dengan panggul ibu
      2. Spasme pembuluh darah talipusat akibat suhu dingin diluar tubuh ibu

      Pemeriksaan cardiotocography selalu memperlihatkan gambaran gawat janin dalam bentuk deselerasi lambat yang sangat dalam atau deselerasi berkepanjangan tunggal seperti terlihat pada gambar dibawah:

      Untitled-8

      Gambaran CTG seperti ini merupakan indikasi untuk melakukan vaginal toucher untuk melihat kemungkinan adanya prolapsus talipusat

      Pada beberapa keadaan diagnosa sangat mudah ditegakkan yaitu dengan terlihatnya talipusat di luar vagina ; namun dugaan diagnosa yang mendorong perlunya dilakukan pemeriksaan VT adalah adanya gambaran CTG yang sangat mencurigakan diatas.

      Sangat dianjurkan untuk memeriksa kemungkinan adanya prolapsus talipusat pasca melakukan tindakan amniotomi


      PENATALAKSANAAN

      Pada kasus prolapsus talipusat, waktu sangat bernilai sehingga tidak boleh disia siakan.

      Bila talipusat masih berdenyut, maka janin harus segera dilahirkan. Bila dilatasi servik sudah lengkap , persalinan diakhiri dengan ekstraksi cunam atau ekstraksi vakum. Bila tidak mungkin, persalinan diakhiri dengan sectio caesar.

      Sambil menunggu tindakan, pasien ditempatkan pada posisi knee chest dan kepala didorong keatas atau mengisi kandung kemih dengan 300 ml NaCl. Bila perlu dapat diberikan tokolitik berupa terbutaline 0.25 mg subcutis.

      Ingat : talipusat tidak berdenyut tidak berarti janin sudah mati.

      Bila janin sudah mati, persalinan tidak perlu tergesa gesa dan persalinan diharapkan dapat berlangsung pervaginam secara spontan.


      PROGNOSIS

      Angka kematian janin menurun dengan fasilitas SC yang semakin baik dan perbaikan sarana NICU.

      Angka kematian janin masih berkisar 10%


      Rujukan :

      1. Drife J, Magowan B.A: (ed) Clinical Obstetrics and Gynaecology. Saunders 2004 ; p441- 443
      2. Lin MG. Umbilical cord prolapse. Obstet Gynecol Surv. 4/2006;61(4):269-77. [Medline]

      KEGAWAT DARURATAN OBSTETRIK

      Diseluruh dunia, satu wanita meninggal setiap menit akibat komplikasi kehamilan. Di Negara Berkembang, kematian maternal memang jarang terjadi, namun diperkirakan sekitar 2/3 pelayanan maternal diberikan dengan layanan substandard dalam arti bahwa sebagian besar kasus kegawatdaruratan obstetrik merupakan kasus yang jarang terjadi sehingga ketrampilan staf junior dalam mengatasi masalah komplikasi kehamilan sangat kurang dan kasus kegawat daruratan tersebut tidak memperoleh penanganan yang baik.

      Yang termasuk kegawatdaruratan obstetrik :

      1. Perdarahan obstetrik
      2. Eklampsia
      3. Emboli paru
      4. Emboli air ketuban
      5. Prolapsus talipusat
      6. Retensio plasenta
      7. Distosia bahu
      8. Inversio Uteri
      9. Ruptura Uteri

      PRINSIP PENATALAKSANAAN

      Antisipasi dan kesiapsiagaan adalah hal yang amat penting

      Peralatan medis untuk menghadapi kegawatdaruratan harus sudah siap pakai dan semua staf dapat mengoperasionilkan dengan baik, cepat dan benar.

      Ingat :

      1. Pada kasus obstetri ada 2 jiwa yang harus diselamatkan yaitu Ibu dan Anak
      2. Dalam situasi kegawatdaruratan maka hitungan detik sangat berharga
      3. Kepanikan bukan jawaban yang baik

      Contoh :

      Terhadap seorang ibu bersalin dengan riwayat HPP, harus dipasang “infuse line” , persiapan tranfusi dengan pemeriksaan darah, dikirim ke rumah sakit rujukan pada saat inpartu awal.

      Bila terdapat resiko DISTOSIA BAHU misalnya terdapat persangkaan bayi besar, maka kemajuan proses persalinan harus diamati dengan cermat, dilakukan pemeriksaan gula darah, konsulen senior harus siap di kamar bersalin saat persalinan.

      ON IDENTIFICATION OF AN EMERGENCY

      1. Call for help. Emergency bleep the obstetrical emergency team. This should a senior obstetrician and anaesthetist, the theatre team, a paediatrician, midwifery sister, a porter and the junior medical staff
      2. Apply ABC if appropriate :
        1. Airway : Place patient head down, maintain airway patency. Give O2 15 l/min via facemask, attach pulse oximeter
        2. Breathing : Asses, monitor respiratory rate, ventilate if indicated
        3. Circulation : Insert two grey / brown i.v cannulae. Take full set of bloods ( FBC, coagulation , crossmatch, urea and electrolytes, and liver function tests). In all cases of severe haemorrhage give 1 litre 0.9% Saline stat
      3. Chek Maternal observation as approrpiate, e.g pulse, blood pressure, O2 saturationmonitoring and bladder catheter for urinary output measurement. At this point see the aprropriate management guidelines for particular emergency as well as :
      4. Considering an ECG, blood glucosa measurement, centravenous monitoring and an arterial line
      5. Using a compression cuff and warmer to give fluids if rapid administration is indicated
      6. Remenbering o document fully in notes all observations, procedures and actions with date, timings, a signature and a printed name
      7. Remembering the mother’s partner. Although some partners might wish to wait outside, others may prefer to stay in the room.

      Harus diingat bahwa kegawatdaruratan obstetrik dapat menyebabkan maslah psikologi jangka panjang baik untuk penderita maupun keluarganya. Hal ini dapat muncul dalam bentuk depresi pasca persalinan, sindroma stres pasca trauma dan kecemasan untuk hamil lagi. Konsultasi dan penyegaran pasca pengalaman yang tidak menyenangkan harus saat di rumah sakit sampai beberapa minggu kemudian.

      INVERSIO UTERI

      dr.Bambang Widjanarko, SpOG
      Fak.Kedokteran & Kesehatan UMJ JAKARTA



      Inversio Uteri merupakan kejadian yang sangat jarang terjadi yaitu berkisar antara 1 : 2000 s/d 20.000 kehamilan namun dengan cepat dapat menyebabkan mortalitas maternal.
      Ini adalah merupakan komplikasi kala III persalinan yang sangat ekstrem
      Inversio Uteri terjadi dalam beberapa tingkatan, mulai dari bentuk ekstrem berupa terbaliknya terus sehingga bagian dalam fundus uteri keluar melalui servik dan berada diluar seluruhnya ( gambar 1 a dibawah ).

      Untitled-1
      Gambar 1. Reposisi Inversio Uteri.
      ( a ) Inversio uteri total ( b ) Reposisi uterus melalui servik. ( c ) Restitusi uterus

      Oleh karena servik mendapatkan pasokan darah yang sangat banyak maka inversio uteri yang total dapat menyebabkan renjatan vasovagal dan memicu terjadinya perdarahan pasca persalinan yang masif akibat atonia uteri yang menyertainya.

      PATOLOGI
      Inversio Uteri dapat terjadi pada kasus pertolongan persalinan kala III aktif . khususnya bila dilakukan tarikan talipusat terkendali pada saat masih belum ada kontraksi uterus dan keadaan ini termasuk klasifikasi tindakan iatrogenik ( gambar 2 )

      Untitled-2

      Gambar 2. Akibat traksi talipusat dengan plasenta yang berimplantasi dibagian fundus uteri dan dilakukan dengan tenaga berlebihan dan diluar kontraksi uterus akan menyebabkan inversio uteri

      Faktor yang berhubungan dengan INVERSIO UTERI
      1. Riwayat inversio uteri pada persalinan sebelumnya
      2. Implantasi plasenta di bagian fundus uteri
      3. Atonia uteri
      4. Penatalaksanaan kala III aktif yang salah



      PENATALAKSANAAN
      90% kasus inversio uteri disertai dengan perdarahan yang masif dan “life-threatening”.
      • Untuk memperkecil kemungkinan terjadinya renjatan vasovagal dan perdarahan maka harus segera dilakukan tindakan reposisi secepat mungkin.
      • Segera lakukan tindakan resusitasi
      • Bila plasenta masih melekat , jangan dilepas oleh karena tindakan ini akan memicu perdarahan hebat
      • Salah satu tehnik reposisi adalah dengan menempatkan jari tangan pada fornix posterior, dorong uterus kembali kedalam vagina, dorong fundus kearah umbilikus dan memungkinkan ligamentum uterus menarik uterus kembali ke posisi semula . Rangkaian tindakan ini dapat dilihat pada gambar 1
      • Sebagai tehnik alternatif : dengan menggunakan 3 – 4 jari yang diletakkan pada bagian tengah fundus dilakukan dorongan kearah umbilkus sampai uterus kembali keposisi normal.
      • Setelah reposisi berhasil, tangan dalam harus tetap didalam dan menekan fundus uteri. Berikan oksitosin dan setelah terjadi kontraksi , tangan dalam boleh dikeluarkan perlahan agar inversio uteri tidak berulang.
      • Bila reposisi per vaginam gagal, maka dilakukan reposisi melalui laparotomi ( gambar 3 )
      Untitled-4

      Kamis, 24 September 2009

      RUPTURA UTERI

      dr.Bambang Widjanarko, SpOG

      Fak.Kedokteran & Kesehatan UMJ JAKARTA


      Tujuan Instruksional Umum :

      Mahasiswa dapat memahami penyebab, gejala dan tanda serta komplikasi ruptura uteri sehingga dapat menegakkan diagnosa dengan baik dan melakukan persiapan rujukan

      Tujuan instruksional khusus :

      1. Menjelaskan etiologi dan faktor resiko ruptura uteri
      2. Menjelaskan gejala dan tanda ruptura uteri
      3. Menyebutkan jenis ruptura uteri
      4. Membedakan ruptura uteri dengan penyebab perdarahan antepartum lain
      5. Mendiskusikan cara penegakkan diagnosa
      6. Menjelaskan cara pertolongan pertama pada kasus ruptura uteri
      7. Menjelaskan cara pencegahan ruptura uteri

      Ruptura uteri atau robekan rahim merupakan peristiwa yang amat membahayakan baik untuuk ibu maupun untuk janin.

      Ruptura uteri dapat terjadi secara komplet dimana robekan terjadi pada semua lapisan miometrium termasuk peritoneum dan dalam hal ini umumnya janin sudah berada dalam cavum abdomen dalam keadaan mati ; ruptura inkomplet , robekan rahim secara parsial dan peritoneum masih utuh.

      Angka kejadian sekitar 0.5%

      Ruptura uteri dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma dan dapat terjadi pada uterus yang utuh atau yang sudah mengalami cacat rahim (pasca miomektomi atau pasca sectio caesar) serta dapat terjadi dalam pada ibu yang sedang inpartu (awal persalinan) atau belum inpartu (akhir kehamilan)

      Kejadian ruptura uteri yang berhubungan dengan cacat rahim adalah sekitar 40% ; ruptura uteri yang berkaitan dengan low segmen caesarean section ( insisi tranversal ) adalah kurang dari 1% dan pada classical caesarean section ( insisi longitudinal ) kira kira 4% - 7%

      Faktor resiko :

      1. Pasca sectio caesar ( terutama classical caesarean section )
      2. Pasca miomektomi ( terutama miomektomi intramural yang sampai mengenai seluruh lapisan miometrium )
      3. Disfungsi persalinan ( partus lama, distosia )
      4. Induksi atau akselerasi persalinan dengan oksitosin drip atau prostaglandin
      5. Makrosomia
      6. Grande multipara

      DIAGNOSIS dan PENATALAKSANAAN

      Gejala dan tanda ruptura uteri sangat ber variasi.

      Secara klasik, ruptura uteri ditandai dengan nyeri abdomen akut dan perdarahan pervaginam berwarna merah segar serta keadaan janin yang memburuk.

      Gejala ruptura uteri ‘iminen’ :

      1. Lingkaran retraksi patologis Bandl
      2. Hiperventilasi
      3. Gelisah - cemas
      4. Takikardia

      clip_image002

      Lingkaran Retraksi Patologis ( Lingkaran Bandl )

      Setelah terjadi ruptura uteri, nyeri abdomen hilang untuk sementara waktu dan setelah itu penderita mengeluh adanya rasa nyeri yang merata dan disertai dengan gejala dan tanda:

      1. Abnormalitas detik jantung janin (gawat janin sampai mati)
      2. Pasien jatuh kedalam syok
      3. Bagian terendah janin mudah didorong keatas
      4. Bagian janin mudah diraba melalui palpasi abdomen
      5. Contour janin dapat dilihat melalui inspeksi abdomen

      clip_image004

      Robekan utrerus saat laparotomi

      Bila sudah diagnosa dugaan ruptura uteri sudah ditegakkan maka tindakan yang harus diambil adalah segera memperbaiki keadaan umum pasien ( resusitasi cairan dan persiapan tranfusi ) dan persiapan tindakan laparotomi atau persiapan rujukan ke sarana fasilitas yang lebih lengkap.

      Sebagai bentuk tindakan definitif maka bila tobekan melintang dan tidak mengenai daerah yang luas dapat dipertimbangkan tindakan histerorafia ; namun bila robekan uterus mengenai jaringan yang sangat luas serta sudah banyak bagian yang nekrotik maka tindakan terbaik adalah histerektomi.

      PENCEGAHAN

      Resiko absolut terjadinya ruptura uteri dalam kehamilan sangat rendah namun sangat bervariasi tergantung pada kelompok tertentu :

      1. Kasus uterus utuh
      2. Uterus dengan kelainan kongenital
      3. Uterus normal pasca miomektomi
      4. Uterus normal dengan riwayat sectio caesar satu kali
      5. Uterus normal dengan riwayat sectio lebih dari satu kali

      Pasien dengan uterus normal dan utuh memiliki resiko mengalami ruptura uteri paling kecil ( 0.013% atau 1 : 7449 kehamilan )

      Strategi pencegahan kejadian ruptura uteri langsung adalah dengan memperkecil jumlah pasien dengan resiko ; kriteria pasien dengan resiko tinggi ruptura uteri adalah:

      1. Persalinan dengan SC lebih dari satu kali
      2. Riwayat SC classic ( midline uterine incision )
      3. Riwayat SC dengan jenis “low vertical incision “
      4. LSCS dengan jahitan uterus satu lapis
      5. SC dilakukan kurang dari 2 tahun
      6. LSCS pada uterus dengan kelainan kongenital
      7. Riwayat SC tanpa riwayat persalinan spontan per vaginam
      8. Induksi atau akselerasi persalinan pada pasien dengan riwayat SC
      9. Riwayat SC dengan janin makrosomia
      10. Riwayat miomektomi per laparoskop atau laparotomi

      Ibu hamil dengan 1 kriteria diatas akan memiliki resiko 200 kali lebih besar dibandingkan ibu hamil umumnya

      Rujukan

      1. ACOG. Vaginal birth after previous cesarean delivery. ACOG practice bulletin no. 54. Washington, DC: American College of Obstetricians and Gynecologists;2004.
      2. Gyamfi C, Juhasz G, Gyamfi P, Blumenfeld Y, Stone JL. Single- versus double-layer uterine incision closure and uterine rupture. J Matern Fetal Neonatal Med. Oct 2006;19(10):639-43. [Medline].
      3. Kayani SI, Alfirevic Z. Uterine rupture after induction of labour in women with previous caesarean section. BJOG. Apr 2005;112(4):451-5. [Medline].
      4. Lim AC, et al.Pregnancy after uterine rupture: a report of 5 cases and a review of the literature.Obstet Gynecol Surv.2005 ;60(9):613-7
      5. Locatelli A, Regalia AL, Ghidini A, et al. Risks of induction of labour in women with a uterine scar from previous low transverse caesarean section. BJOG. Dec 2004;111(12):1394-9.
      6. Macones GA, Cahill A, Pare E, et al. Obstetric outcomes in women with two prior cesarean deliveries: is vaginal birth after cesarean delivery a viable option?. Am J Obstet Gynecol. Apr 2005;192(4):1223-8; discussion 1228-9.
      7. Walsh CA, O'Sullivan RJ, Foley ME (2006). "Unexplained prelabor uterine rupture in a term primigravida". Obstetrics and gynecology 108 (3 Pt 2): 725–7.

      e mail : widjanarkobambang01@gmail.com