Laman

Kamis, 19 Agustus 2010

SITOLITIK VAGINOSIS

SITOLITIK VAGINOSIS

Love's first rose

APA YANG DIMAKSUD DENGAN SITOLITIK VAGINOSIS ( cytolitic vaginosis )
Sitolitik vaginosis tidak jarang merupakan penyebab penyakit keputihan pada wanita.

APA PENYEBAB SITOLITIK VAGINOSIS ?

Dalam keadaan normal, pada vagina wanita dewasa terdapat koloni laktobasilus. Bakteri ini memproduksi asam laktat yang mempertahankan keasaman vagina dan kandungan hidrogen peroksida yang merupakan antiseptik. Kuman laktobasilus melindungi vagina terhadap infeksi kuman patogen dan sangat dibutuhkan agar vagina tetap dalam keadaan sehat.
Sitolitik vaginosis terjadi akibat pertumbuhan laktobasilus secara berlebihan. Keberadaan laktobasilus secara berlebihan akan menimbulkan iritasi dan kerusakan terhadap sel mukosa vagina, Sel epitel yang rusak tersebut akan terkelupas dan berada dalam sekresi vagina.

APA GEJALA SITOLITIK VAGINOSIS?

Sejumlah penderita sitolitik vaginosis sering tidak mengeluhkan keadaan ini dan bahkan seringkali pula tidak sadar bila mereka menderita sitolitik vaginosis. Mereka baru menyadari adanya kelainan ini saat memperoleh hasil pemeriksaan hapusan vagina atau hapusan servik.
Sejumlah penderita menyampaikan keluhan sebagai berikut :
  • Keluarnya cairan berwarna putih per vaginam dalam jumlah yang amat banyak, sifat cairan encer atau kental dan bergumpal
  • Rasa gatal dan pedih pada vagina dan vulva (pruritus vulvae)
  • Rasa pedih pada vulva (vulvodynia) terutama saat miksi (dysuria)
  • Sakit saat sanggama (dyspareunia)
  • Keluhan diatas mirip vaginitis akibat infeksi jamur. Seperti halnya infeksi jamur, penyakit ini seringkali menjadi semakin hebat pada paruh kedua siklus haid. Meskipun demikian, hapusan vagina seringkali tak dapat menemukan jamur penyebabnya yaitu candida albican. Pada kasus sitolitik vaginosis pH vagina berkisar 3.3 sampai 5.5, dan pengobatan dengan memberikan krim serta tablet anti jamur tidak efektif.

BAGAIMANA MENEGAKKAN DIAGNOSIS SITOLITIK VAGINOSIS?

Diagnosis sitolitik vaginosis harus dipertimbangkan pada wanita dewasa dengan keluhan vaginal yang tidak mereda atau seringkali berulang dengan terapi anti jamur. Pada kasus ini harus dilakukan pengambilan dan pemeriksaan sediaan hapusan vagina. Diagnosis ditegakkan bila hasil pemeriksaan memperlihatkan jumlah laktobasilus dan sel epitelial yang banyak serta tidak dijumpai adanya tanda infeksi jamur atau mikro organisme lain sebagai penyebab keputihan.

BAGAIMANA PENGOBATAN SITOLITIK VAGINOSIS ?
Sebagian besar penderita tidak memerlukan terapi dan bila diberikan maka terapi anti jamur harus dihentikan.
Pada wanita dengan keluhan sitolitik vaginosis dapat diberikan nasihat agar hanya menggunakan tampon saat menstruasi dan melakukan rendam duduk ( sitz baths ) atau bilas vagina dengan cairan sodium bicarbonat ( baking soda ) untuk meningkatkan pH vagina sehingga memperlambat laju pertumbuhan laktobasilus.
Gunakan 2 – 4 sendok makan baking soda yang dicampur air hangat secukupnya untuk rendam duduk beberapa kali dalam seminggu dan dilanjutkan seminggu sekali untuk mencegah kekambuhan.

Sabtu, 02 Januari 2010

EKSTRAKSI CUNAM

Author : Bambang Widjanarko

Sejarah penggunaan CUNAM

Riwayat Cunam Obstetrik teramat panjang, sekitar tahun 1500 SM sudah terdapat tulisan bahasa sansekerta yang mengulas tentang alat ini.

Cunam Obstetrik modern yang digunakan untuk janin hidup diperkenalkan pertama kali oleh Peter Chemberlen (1600) dan setelah itu dikenal lebih dari 700 jenis cunam obstetrik.

William Smellie (1745) memberikan penjelasan tentang rincian aplikasi cunam yang benar pada kepala janin dalam panggul.

Sir James Simpson (1845) mengembangkan jenis cunam obstetrik yang sesuai dengan lengkungan kepala dan lengkungan panggul.

Joseph DeLee (1920) membuat modifikasi dari cunam obstetrik yang telah ada dan menyarankan sebuah tindakan yang disebut sebagai “Prophylactic Forceps Delivery”.

Pada praktek obstetrik modern, dimana sudah dikenal tranfusi darah dan berbagai jenis antibiotika serta semakin langkanya ahli obstetri yang memiliki ketrampilan melakukan ekstraksi cunam maka ekstraksi cunam sebagai alternatif persalinan pervaginam nampaknya semakin jarang digunakan dan digantikan dengan tindakan seksio sesar.

Pada tahun 1980, beberapa penelitian menunjukkan bahwa persalinan cunam tengah (“mid forceps delivery”) seringkali menimbulkan adanya efek samping jangka panjang terhadap anak. Faktor-faktor ini menyebabkan banyak ahli obstetri yang semakin enggan menggunakan persalinan ekstraksi cunam.

Bentuk Cunam Obstetrik

Cunam Obstetrik terdiri dari sepasang sendok yang masing-masing terdiri dari :

  • Daun
  • Tangkai (leher)
  • Kunci
  • Penahan
  • Pegangan (“handle”)

Pemasangan cunam sendok kiri dan kanan harus dikerjakan secara terpisah.

Forcep

Daun cunam :

  • Fenestrated ( berlubang)
  • Solid ( tidak berlubang)

Tangkai (leher ) cunam:

  • Terbuka (cunam Simpson)
  • Tertutup (cunam Kielland)

Presentation1

Cunam Kielland dengan ciri-ciri tertentu : Kunci geser, lengkungan pelvik minimal dan ringan


KLASIFIKASI PERSALINAN CUNAM OBSTETRIK

Klasifikasi persalinan dengan ekstraksi cunam – EC dan ekstraksi vakum EV berdasarkan Americian College Of Obstetricians and Gynecologists dan American Academy of Pediatrics 2002 :

Tabel 1 : Klasifikasi Persalinan Ekstraksi Cunam dan Ekstraksi Vakum berdasarkan desensus dan putar paksi dalam.

PROSEDUR KRITERIA







Ekstraksi Cunam
“OUTLET”
  • Kulit kepala terlihat pada introitus tanpa melakukan tindakan memisahkan labia
  • Tengkorak kepala sudah mencapai dasar panggul
  • Sutura sagitalis berada pada diameter anteroposterior ; oksiput berada di kanan atau kiri depan atau di posterior
  • Kepala janin berada pada perineum
  • Putar paksi dalam tidak lebih dari 450

Ekstraksi Cunam
”LOW”

  • Bagian terendah kepala berada pada station ≥ +2 dan tidak didasar panggul
  • Putar paksi dalam ≤ 450 (oksiput kiri atau kanan depan menjadi oksiput anterior ; oksiput kiri atau kanan belakang menjadi oksiput posterior)
  • Putar paksi dalam > 450
Ekstraksi Cunam
”mid pelvic”

Stasion diatas + 2cm ; tetapi kepala sudah engage

Ekstraksi Cunam
“HIGH”

Tidak termasuk dalam kriteria

Dari : American Academy of Pediatrics dan American College of Obstetricians and Gynecologists (2002)

Sejumlah ahli menyarankan agar pembagian panggul menggunakan terminologi “station” 1+ , 2+ dan 3+ yang sesuai dengan jarak 2 cm , 4 cm dan 5 cm dibawah spina ischiadica.

Kriteria persalinan ekstraksi cunam dibedakan menjadi :

  1. Persalinan Ekstraksi Cunam Out-let
  2. Persalinan Ekstraksi Cunam Rendah
  3. Persalinan Ekstraksi Cunam Tengah (mid- pelvik)

Klasifikasi

Persalinan cunam tinggi yang dilakukan sebelum engagemen kepala (berarti diatas station 0) sudah tidak digunakan lagi dalam obstetri modern.

Fungsi dan pemilihan jenis Cunam Obstetrik

Fungsi cunam obstetrik terutama adalah traksi ; namun pada kasus oksiput melintang atau oksiput posterior, fungsi cunam selain traksi adalah untuk rotator.

Cunam Obstetrik jenis Simpson biasanya digunakan untuk melahirkan anak dengan kepala yang sudah mengalami molase pada nulipara ; Cunam Obstetrik jenis Tucker Mc Lane digunakan untuk kepala anak yang bundar pada multipara.

INDIKASI TINDAKAN EKSTRAKSI CUNAM

Indikasi Ibu:

  1. Penyakit Jantung
  2. Penyakit Pulmonar
  3. Infeksi Intrauterin
  4. Gangguan Neurologik
  5. Kelelahan Ibu
  6. Kala II memanjang
  7. Mempersingkat kala II : pre eklampsia , eklampsia

Indikasi Anak:

  1. Gawat janin
  2. Prolapsus talipusat dengan kepala sudah didasar panggul
  3. “After coming head”

Persalinan ekstraksi cunam profilaksis seperti pada persalinan preterm tidak terbukti memberikan manfaat bagi perkembangan anak.

KONTRAINDIKASI TINDAKAN EKSTRAKSI CUNAM

  1. Terdapat kontra-indikasi berlangsungnya persalinan pervaginam.
  2. Pasien menolak tindakan ekstraksi cunam obstetrik.
  3. Dilatasi servik belum lengkap.
  4. Presentasi dan posisi kepala janin tidak dapat ditentukan dengan jelas.
  5. Kegagalan ekstraksi vakum.
  6. Fasilitas pemberian analgesia yang memadai tidak ada.
  7. Fasilitas peralatan dan tenaga pendukung yang tidak memadai.
  8. Operator tidak kompeten.

SYARAT TINDAKAN EKSTRAKSI CUNAM

  1. Pasien dan keluarga sudah faham dan menyetujui tindakan ini serta bersedia menandatangani "informed consent"
  2. Tidak terdapat CPD-cephalo pelvic disproporsion sehingga janin diperkirakan dapat lahir pervaginam.
  3. Kepala sudah engage :
    • Pembentukan caput atau molase berlebihan sering menyulitkan penilaian derajat desensus kepala janin.
    • Kesalahan dalam menilai derajat desensus akan menyebabkan kesalahan penafsiran dimana tindakan yang semula dianggap sebagai Ekstraksi Cunam Rendah sebenarnya adalah Ekstraksi Cunam Tengah.
  4. Presentasi belakang kepala , letak muka dengan dagu didepan atau “after coming head” pada persalinan sungsang pervaginam.
  5. Posisi kepala janin dalam jalan lahir dapat diketahui secara pasti oleh operator.
  6. Dilatasi servik sudah lengkap.
  7. Kepala janin dapat dicekap dengan baik oleh kedua daun cunam.
  8. Selaput ketuban sudah pecah.


TEHNIK PERSALINAN CUNAM OBSTETRIK “OUT LET”

Pemasangan Cunam

Pemasangan cunam obstetrik yang dilakukan: melintang kepala dan melintang panggul.

Pemasangan Sendok Cunam

Ideal

Pemasangan atau penempatan daun sendok cunam yang ideal di dalam panggul


PERSALINAN CUNAM OUT-LET DENGAN UBUN-UBUN KECIL DI ANTERIOR ( oksiput anterior )


  1. Persiapan untuk pasien, operator dan instrumen medis yang akan digunakan
  2. Ibu dalam posisi lithotomi dan dilakukan disinfeksi sekitar perineum.
  3. Kosongkan kandung kemih.
  4. Berikan Anaesthesia Ketamin 1 – 2 mg / kg BB (kontra indikasi pada pasien hipertensi).
  5. Operator berdiri didepan pasien dengan memegang cunam obstetrik dalam keadaan terkunci dan membayangkan bagaimana cunam kelak akan dipasang dalam jalan lahir (“ghosting” )

Cunam akan dipasang melintang kepala dan melintang panggul :

Ghosting

Cunam dalam keadaan terkunci, dipegang operator yang berdiri didepan vulva sambil membayangkan posisi cunam kelak didalam jalan lahir

Tehnik pemasangan cunam :

    1. Tangkai sendok kiri dipegang tangan kiri seperti memegang pensil yaitu dengan ujung ibu jari dan jari telunjuk, pegangan pada tangkai cunam dalam keadaan tegak lurus didepan vulva
    2. Dua (atau lebih) jari tangan kanan operator dimasukkan pada sisi kiri belakang vulva disamping kepala anak.
    3. Ujung daun sendok kiri dimasukkan vagina antara kepala anak dan sisi palmar jari-jari tangan kanan operator; dengan dorongan ibu jari tangan kanan dan tuntunan jari-jari tangan kanan melalui gerakan horisontal sendok cunam ditempatkan disamping kiri kepala anak ( gambar bawah ) insersi 2

      Pemasangan daun sendok kiri pada sisi kiri panggul ibu ; Jari telunjuk dan tengah tangan kanan dimasukkan vagina. Ibu jari diarahkan keatas. Daun sendok diluncurkan sepanjang jari telunjuk tangan kanan dengan menekan tangkai cunam.

    4. Tangan kanan dikeluarkan dan sendok kiri yang telah terpasang dipegang oleh asistenInsersi 3
    5. Dengan cara yang sama, daun sendok kanan ditempatkan disamping kanan kepala anak Insersi 4

      Pemasangan sendok kanan : Sendok kiri yang sudah terpasang dipegang oleh asisten (atau ditahan dengan kelingking tangan kiri). Ibu jari , jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan menuntun pemasangan sendok kanan yang tangkainya dipegang tangan kanan.

    6. Dilakukan reposisi sendok cunam bilamana diperlukan untuk memudahkan penguncian cunam :Penguncian

      Penguncian ; Masing-masing tangan memegang tangkai cunam. Kedua ibu jari saling berdekatan diatas gagang cunam. ; Kunci harus dipasang tanpa paksaan, bila perlu dapat dilakukan reposisi daun sendok untuk memudahkan penguncian.

    7. Setelah pengucian, dilakukan pemeriksaan ulangan untuk mengetahui apakah :

      a.Kedua daun cunam sudah dipasang secara benar.

      b. Terdapat bagian anak selain kepala atau jalan lahir ibu yang terjepit.

    8. Setelah cunam terpasang dan dikunci dengan benar, dilakukan traksi percobaan Traksi percobaan

      Traksi Percobaan ; Tangan kiri mencekap cunam diatas kunci ; Telunjuk kanan digunakan untuk mengetahui apakah kepala anak ikut tertarik saat melakukan traksi percobaan.

    9. Setelah traksi percobaan menunjukkan bahwa pemasangan dan penguncian cunam sudah dilakukan dengan benar, maka tindakan ini dilanjutkan dengan traksi definitif. Traksi definitif

      Traksi definitif : Tangan kanan ditempatkan dileher cunam dekap dengan kepala janin. Tangan kiri operator disebelah distal tangan kanan.

      Arah traksi

      Arah traksi yang sesuai dengan jenis klasifikasi ekstraksi cunam ; Pada cunam out-let, arah traksi adalah elevasi tangkai cunam sedikit kearah atas.

    10. Traksi definitif diawali dengan tarikan horisontal secara intermiten sampai perineum teregang. Episiotomi dikerjakan saat perineum teregang.
    11. Setelah oksiput meregang vulva, tangkai cunam dielevasi dengan cara meletakkan empat jari tangan diatas permukaan atas “pegangan cunam” dan dorongan ibu jari dan sisi belakang permukaan bawah “pegangan cunam”
    12. Setelah vulva teregang dan dahi teraba pada perineum, lahirnya kepala anak selanjutnya dapat dilakukan dengan cunam yang masih terpasang atau cunam yang sudah dibuka (dilepas) dan selanjutnya kepala anak dilahirkan dengan maneuver Ritgen.Traksi definitp 2

      Melakukan ekstraksi kepala dengan tangan kanan sambil menahan perineum dengan tangan kiri agar tidak regangan perineum yang berlebihan

    13. Persalinan tubuh anak lebih lanjut dilakukan seperti pertolongan persalinan presentasi belakang kepala seperti biasanya.
    14. Setelah bayi lahir, dilakukan plasenta manuil sambil melakukan eksplorasi jalan lahir untuk melihat adanya cedera pada jalan lahir.

PERSALINAN CUNAM RENDAH DENGAN UBUN-UBUN KECIL KIRI DEPAN ( posisi oksipitalis kiri depan )


  1. Dengan tangan kanan, operator menentukan posisi telinga kiri janin yang berada disebelah kiri posterior.
  2. Dengan tuntunan jari-jari kanan dalam vagina, tangan kiri memasang cunam kiri setinggi telinga kiri janin.
  3. Sendok cunam kiri yang sudah terpasang ditahan oleh asisten atau dibiarkan saja dan hendaknya berada pada kedudukannya tanpa paksaan.
  4. Dua jari tangan kiri masuk pada sisi kanan belakang vagina dan sendok kanan yang dipegang dengan tangan kanan dimasukkan vagina dengan tuntunan jari-jari tangan kiri tersebut dan segera digeser kedepan untuk ditempatkan setinggi telinga depan janin, sehingga sendok kanan berada pada posisi yang tepat berhadapan dengan sendok kiri yang sudah terpasang sebelumnya.
  5. Setelah kedua sendok dikunci, maka posisi masing-masing sendok cunam berada didepan dan dibelakang (pada diameter oblique pelvik).

PERSALINAN CUNAM RENDAH DENGAN UBUN-UBUN KECIL KANAN DEPAN

(Posisio Oksipitalis kanan depan)

  • Pemasangan sendok cunam dilakukan dengan cara yang sama, tetapi dengan arah yang berbeda.
  • Pada keadaan ini, telinga kanan janin adalah telinga posterior dan sendok kanan harus dipasang lebih awal .
  • Penguncian hanya dapat dilakukan setelah tangkai sendok cunam kanan DISILANGKAN dan ditempatkan DIATAS tangkai sendok kiri.

PERSALINAN CUNAM RENDAH DENGAN UBUN-UBUN KECIL MELINTANG

  • Jenis cunam obstetrik yang tepat digunakan adalah cunam Tucker Mc Lane atau cunam Kielland.
  • Pemasangan tidak berbeda, sendok pertama yang dipasang adalah sendok yang akan ditempatkan setinggi telinga posterior dan sendok kedua dipasang setinggi telinga depan (setelah digeser kedepan).
  • Dengan pemasangan diatas, satu sendok akan berada didepan sacrum dan satu sendok lagi dibelakang simfisis pubis.

PERSALINAN CUNAM RENDAH DENGAN UBUN-UBUN KECIL POSTERIOR

(Posisio Oksipitalis Posterior Persisten)

Persalinan dengan posisio occipitalis posterior persisten sering terjadi pada persalinan dengan anaesthesi epidural.

Posisio Occipitalis Posterior Kiri atau Kanan :

  • Tidak terjadi fleksi kepala yang maksimal.
  • Pada beberapa kasus, tindakan vaginal toucher saat menentukan lokasi telinga posterior dapat menyebabkan occiput berputar spontan kedepan dengan sendirinya.
  • Agar occiput berada di sebalah depan, maka dapat dilakukan tindakan:
    • Rotasi manual.
    • Pemutaran dengan cunam Kielland.

Rotasi manual :

  • Bila occiput berada disebelah kiri belakang, operator menggunakan tangan kanannya untuk memutar kepala ; dan sebaliknya bila occiput disebelah kanan belakang maka operator menggunakan tangan kirinya untuk memutar kepala.
  • Gerakan pronasi lebih mudah dikerjakan dibandingkan gerakan supinasi.

Tehnik :

  1. Persiapan persalinan dengan ekstraksi cunam.
  2. Tangan yang sesuai dimasukkan vagina dan mencekap sinsiput, jari-jari berada pada satu sisi telinga dan ibu jari pada sisi telinga yang lain.
  3. Tangan luar mencari bahu depan anak dan menghelanya kedepan bersamaan dengan gerakan tangan untuk memutar kepala dari dalam.
  4. Tangan dalam memutar kepala sehingga occiput berada disebelah depan.
  5. Pada posisi kepala seperti itu diharapkan dapat terjadi persalinan spontan atau dengan ekstraksi cunam (dengan cunam Kielland).

rOTASI mANUAL

Rotasi manual dari posisio oksipitalis posterior kiri : (A) . Tangan kiri operator ditempatkan diatas abdomen dan menarik bahu kanan kearah kanan ibu. ; Secara serentak, tangan kanan operator memegang kepala janin pada diameter biparietal dan memutarnya dengan gerak pronasi sejauh 180 0 ; (B) : pada akhir tindakan, oksiput janin berada disebelah anterior

POSISIO OKSIPITALIS POSTERIOR

  • Bila tak dapat melakukan rotasi manual, maka persalinan pervaginam dapat diusahakan dengan bantuan ekstraksi cunam.
  • Persalinan dengan cunam dapat dilakukan dengan occiput tetap di posterior atau occiput di anterior

Tehnik :

  1. Dikerjakan traksi horisontal sampai pangkal hidung berada dibawah simfisis.
  2. Dilakukan gerakan elevasi pada “pegangan” cunam secara perlahan sampai oksiput secara bertahap muncul didepan perineum
  3. Mengarahkan “pegangan” cunam kebawah dan lahirlah pangkal hidung, muka dan dagu didepan vulva.
  4. Tindakan ini memerlukan episotomi yang cukup luas.

popp

Persalinan cunam rendah pada posisio occipitalis posterior PERSISTEN : Gambar” panah” menunjukkan titik saat kepala mengalami fleksi setelah bregma melewati arcus pubis ; Pada saat ini harus dicegah terjadinya ruptura perinei yang luas dengan episiotomi luas

PERSALINAN CUNAM RENDAH PADA PRESENTASI MUKA

  • Hanya dapat dikerjakan pada kasus presentasi muka MENTO ANTERIOR.
  • Pada awalnya dilakukan traksi curam bawah sampai dagu nampak dibawah simfisis.
  • Kemudian dilakukan traksi elevasi keatas, setelah dagu nampak dibawah simfisis maka secara berurutan lahir hidung, mata, dahi dan oksiput ditepi anterior perineum.

mUKA

KOMPLIKASI

Morbiditas Maternal:

Angka kejadian morbiditas persalinan dengan ekstraksi cunam harus dibandingkan dengan persalinan dengan setio caesar atau persalinan operatif pervaginam lain dan tidak dengan persalinan spontan pervaginam.

Carmon dkk (1995) : persalinan dengan cunam out-let elektif dengan rotasi tidak lebih dari 450 tidak menyebabkan peningkatan angka kejadian morbiditas maternal yang bermakna.
Hankins dan Rowe (1996) : cedera maternal meningkat bila rotasi lebih dari 450 dan pada station kepala yang tinggi.
Sherman dkk ( 1993) : kebutuhan tranfusi darah pada ekstraksi cunam 4.2%, pada ekstraksi vakum 6.1% dan sectio caesar 1.4% .
  1. Laserasi jalan lahir:
    • Robekan serrvik dapat terjadi bila dilatasi belum lengkap atau terjepit diantar daun cunam dengan kepala janin.
    • Robekan vagina yang dapat mengenai vesica urinaria atau robekan vagina yang meluas kearah vertikal.
  2. Simfisiolisis.
  3. Perdarahan.
  4. Infeksi.
  5. Inkontinensia urinae dan inkontinensia alvi.

Morbiditas Anak:

Persalinan operatif pervaginam khususnya yang dikerjakan pada panggul tengah cenderung meningkatkan kenaikan morbiditas neonatal:

  1. Nilai Apgar rendah.
  2. Cephal hematoma.
  3. Cedera pada daerah wajah .
  4. Erb paralysa.
  5. Fraktura klavikula.
  6. Kenaikan kadar bilirubin.
  7. Perdarahan retina.
  8. Morbiditas jangka panjang :

Gangguan IQ sebagai manifestasi dari morbiditas jangka panjang persalinan operatif pervaginam dan per abdominal merupakan sebuah bahan perdebatan panjang yang sampai saat ini sulit untuk disimpulkan hasilnya.

“CUNAM PERCOBAAN ” dan “CUNAM GAGAL”

Bila sebuah persalinan operatif pervaginam diperkirakan menemui kesulitan maka tindakan tersebut dinamakan “ekstraksi cunam percobaan” .

Tindakan “ekstraksi cunam percobaan” dilakukan dengan kamar bedah yang telah dipersiapkan untuk sewaktu-waktu dapat digunakan melakukan tindakan SC manakala “ekstraksi cunam percobaan” tersebut menemui kegagalan.

Bila aplikasi daun cunam tidak dapat dilakukan dengan baik, maka persalinan dengan ekstraksi cunam dianggap gagal dan persalinan harus segera diakhiri dengan ekstraksi vakum atau sectio caesar.

Bila aplikasi dan cunam dapat dilakukan, namun pada traksi percobaan tidak diikuti dengan desensus kepala yang berarti maka persalinan cunam dianggap gagal (“failed forcep”) dan persalinan harus diakhiri dengan sectio caesar atau ekstraksi vakum.


Bacaan Anjuran:

  1. American College Of Obstetrican and Gyncologists: Operative vaginal delivery. Practice Bulletin no 17, June 2000
  2. Arya LA et al : Risk of new-onset urinary incontinence after forcep and vacuum delivery in primiparous women. Am J Obstet Gynecol 185,1318, 2001
  3. Bhide A, Guven M, Prefumo F, Vankalayapati P, Thilaganathan B. Maternal and neonatal outcome after failed ventouse delivery: comparison of forceps versus cesarean section. J Matern Fetal Neonatal Med. Jul 2007;20(7):541-5. [Medline].
  4. Caughey AB, Sandberg PL, Zlatnik MG, et al. Forceps compared with vacuum: rates of neonatal and maternal morbidity. Obstet Gynecol. Nov 2005;106(5 Pt 1):908-12. [Medline].
  5. Cunningham FG (editorial) : Forceps Delivery and Vacuum Extraction in “William Obstetrics” 22nd ed p 547 – 563 , Mc GrawHill Companies 2005
  6. de Leeuw JW, de Wit C, Kuijken JP, Bruinse HW. Mediolateral episiotomy reduces the risk for anal sphincter injury during operative vaginal delivery. BJOG. Jan 2008;115(1):104-8. [Medline].
  7. Fitzpatrick M et al: Randomized clinical trial to asses anal sphincter function following forceps and vacuum assisted vaginal delivery. Br J Obstet Gynecol 110;424, 2003
  8. Gillstrap LC III: Forcep Delivery. In Gillstrap LC III, Cunningham FG, Van Dorsten JP(eds) : Operative Obstetrics 2nd ed. New York, Mc Graw-Hill, 2002
  9. Handa VL et al: Obstetrics anal sphincter lacerations. Obstet Gynecol 98: 225, 2001
  10. Johnson JH et al: Immediate maternal and neonatal effects of forceps and vacuum assisted delivery. Obstet Gynecol 103:513, 2004
  11. Leslie KK, Dipasquale-Lehnerz P, Smith M. Obstetric forceps training using visual feedback and the isometric strength testing unit. Obstet Gynecol. Feb 2005;105(2):377-82. [Medline].
  12. Pretlove SJ, Thompson PJ, Toozs-Hobson PM, Radley S, Khan KS. Does the mode of delivery predispose women to anal incontinence in the first year postpartum? A comparative systematic review. BJOG. Mar 2008;115(4):421-34. [Medline].

  13. Towner DR, Ciotti MC. Operative vaginal delivery: a cause of birth injury or is it?. Clin Obstet Gynecol. Sep 2007;50(3):563-81. [Medline].
  14. Youssef R, Ramalingam U, Macleod M, Murphy DJ. Cohort study of maternal and neonatal morbidity in relation to use of episiotomy at instrumental vaginal delivery. BJOG. Jul 2005;112(7):941-5. [Medline].

Jumat, 01 Januari 2010

TEHNIK LAPAROTOMI

Author : dr.Bambang Widjanarko, SpOG

Jenis laparotomi :

  1. Insisi pada garis tengah abdomen (mid-line incision)
  2. Insisi pada garis tranversal abdomen bagian bawah (Pfannenstiel incision)
  3. Insisi Gridiron (muscle-splitting incision)

Pemilihan Jenis Laparotomi:

  1. Kebutuhan luas daerah pemaparan
  2. Lokasi penyakit
  3. Keadaan dinding abdomen dan jaringan parut operasi sebelumnya
  4. Tingkat penyembuhan yang diharapkan
  5. Kenyamanan pasca bedah
  6. Kemudahan dan kecepatan prosedur tindakan

Kulit dan Jaringan subkutis:

  • Kulit terdiri dari : epidermis dan dermis
  • Garis Langer's ( Langer 1861 ) : garis-garis tranversal sejajar pada tubuh manusia
  • Bila Insisi kulit dikerjakan melalui garis Langer's ini maka jaringan parut yang terbentuk adalah minimal

image

Topografi dinding abdomen:

image

image

INSISI GARIS TENGAH - “MID LINE INCISION”

  1. Paparan bidang pembedahan yang baik
  2. Dapat diperluas ke cephalad ( kearah “kranial” )
  3. Penyembuhan dan kosmetik tidak sebaik insisi tranversal
  4. Dipilih cara ini bila insisi tranversal diperkirakan tidak dapat memberikan paparan bidang pembedahan yang memadai
  5. Dipilih pada kasus gawat-darurat

clip_image002[4]

Gambar 4: A. Pemotongan pada linea alba dengan scalpel pada insisi garis tengah ; B. Insisi diperdalam sehingga memotong lemak subkutis, anteror dan posterior sheath dari m.rectus serta peritoneum ; C. Membuka peritoneum dengan scalpel secara hati-hati dan terlihat usus kecil yang menonjol dibalik insisi peritoneum ; D. Insisi peritoneum diperluas ke cephalad dengan gunting Mayo kearah umbilicus

INSISI TRANVERSALIS

Sering digunakan pada pembedahan obstetri dan ginekologi.

Untitled-1

Keuntungan:

  1. Jarang terjadi herniasi pasca bedah
  2. Kosmetik lebih baik
  3. Kenyamanan pasca bedah bagi pasien lebih baik

Kerugian:

  1. Daerah pemaparan (lapangan operasi) lebih terbatas
  2. Tehnik relatif lebih sulit
  3. Perdarahan akibat pemisahan fascia dari lemak lebih banyak

Jenis insisi tranversal :

  • Insisi PFANNENSTIEL :
    • Kekuatan pasca bedah : BAIK
    • Paparan bidang bedah : KURANG
  • Insisi MAYLARD :
    • Paparan bidang bedah lebih baik dibanding PFANNENSTIEL oleh karena dilakukan pemotongan pada m.rectus abdominalis dan disisihkan ke arah kranial dan kaudal
    • Dapat digunakan untuk melakukan diseksi Lnn. Pelvik dan Lnn.Paraaortal
    • Dibanding insisi MIDLINE :
      • Nyeri pasca bedah kurang.
      • Penyembuhan lebih kuat dan pelekatan minimal namun
      • Ekstensi ke bagian kranial sangat terbatas sehingga akses pada organ abdomen bagian atas sangat kurang.
  • Insisi CHERNEY :
    • Perbedaan dengan insisi MAYLARD : pemotongan m.rectus dilakukan pada origo di simfisis pubis.
    • Penyembuhan bedah dengan kekuatan yang baik dan paparan bidang pembedahan terbatas.

INSISI PFANNENSTIEL:

  1. Insisi kulit tranversal semilunar 2 cm suprasimfisis.
  2. Insisi diperdalam sampai fascia rectus dan fascia rectus dibuka secara tranversal dengan gunting “Mayo” atau “scalpel”.
  3. Tepi atas fascia rectus dijepit dengan “kocher” dan dipisahkan dari m.rectus abdominalis serta m.pyramidalis secara tumpul dan waspada terhadap trauma pembuluh darah disekitar garis tengah.
  4. Setelah pemisahan diatas sudah lengkap – tepi bawah fascia rectus dijepit dengan “kocher” dan dipisahkan dari m.pyramidalis secara tumpul sampai mencapai simfsis pubis.
  5. m.Rectus kiri dan kanan dipisahkan kearah lateral sehingga fascia tranversal dan peritoneum terpapar.
  6. Lapisan tersebut dijepit dengan 2 buah klem dan diangkat.
  7. Hati-hati agar tidak mencederai vesica urinaria.
  8. Hati-hati agar tidak mencederai omentum atau usus terutama pada pasca pembedahan intra abdominal – endometriosis atau infeksi intra abdominal.
  9. Lapisan tersebut dibuka kearah kranial dengan gunting “Metzenbaum”.
  10. Lapisan tersebut dibuka lebih lanjut ke kaudal secara tajam.
  11. Hati-hati mencederai vesica urinaria.
  12. Lakukan pemeriksaan “transilluminasi” untuk menghindari cedera pada kandung kemih
  13. Untuk pemapaparan bidang operasi m.pyramidalis perlu dipisahkan digaris tengah.
  14. Bila langkah-langkah ditas sudah dilakukan, operator dapat masuk ke rongga abdomen.
  15. Bila pemaparan masih kurang optimal maka lakukan insisi CHERNEY (jangan melakukan insisi Maylard !!!! ).

Presentation12

Gambar 5

  1. Insisi kulit tranversal semilunar didaerah suprapubis, Jaringan subkutan dibuka untuk memaparkan “anterior rectus sheath”
  2. “anterior rectus sheath” dibuka untuk memaparkan m.rectus abdominalis
  3. “anterior rectus sheath” dipisahkan dari m.rectus abdominalis secara tajam dan tumpul ; pemisahan dimulai dari bagian kaudal

Presentation1

Gambar 6 : Pemisahan otot rectus abdominalis dari “anterior rectus sheath” kearah cranial

Presentation3

Gambar 7 : Identifikasi peritoneum antara muskulus rectus kiri dan kanan – peritoneum dijepit dengan “pinset” dan dibuka pada bagian kranial garis tengah

Presentation41

Gambar 8 : Ujung jari operator dimasukkan dibawah peritoneum kearah kaudal dan dibuka kearah bawah dengan menghindari tepi atas vesika urinaria

INSISI MAYLARD

  1. Insisi melintang kulit 2 – 3 cm diatas simfisis pubis dan diperdalam sampai fascia rectus (seperti pada PFANNENSTIEL)
  2. Identifikasi fascia rectus – dijepit – dibuka secara tajam bilateral.
  3. Perbedaan dengan PFANNENSTIEL : m.rectus abdominalis tidak perlu dipisahkan dari fascia rectus.
  4. Identifikasi arteria epigastrica inferior – sisihkan dari jaringan ikat sepanjang tepi lateral m.rectus :
    • Identifikasi dengan palpasi dan pemisahan secara tumpul
    • Setelah identifikasi – ikat secara ganda dan potong
  5. Transeksi secara “zig-zag” m.rectus abdominalis kira-kira 3 – 5 cm diatas origo di simfsis pubis.
  6. Bila perlu elevasi masing-masing m.rectus abdominalis dengan “penrose drain” untuk memudahkan transeksi dan melindungi jaringan dibawah otot.
  7. Setelah transeksi – m.rectus disisihkan ke kranial dan kaudal dan peritoneum dibuka secara TRANVERSAL (seperti insisi pada kulit) dengan tehnik yang sama.
  8. Saat menutup luka operasi: m.rectus tidak perlu didekatkan dengan menjahit oleh karena akan sembuh secara spontan.

Maylard1

Gambar 9 : A. Insisi kulit melintang 5 cm diatas simfsis pubis B. “anterior rectus sheath” dibuka dengan arah yang sama sehingga m.rectus abdominalis terpapar C. Belahan m.rectus kiri dan kanan dipisahkan secara tumpul dan dilakukan traseksi dengan kauter dengan gerakan “zig-zag” untuk hemostasis

Maylard2

Gambar 10 : D. Fascia tranversalis dan peritoneum dibuka dan potongan mrectus abdominalis bagian atas di jahit pada “anterior rectus sheat” dengan jahitan matras. E. Insisi peritoneum diperluas ke lateral dan vasa epigastrica inferior harus dipotong dan diikat

INSISI CHERNEY

  • Perbedaan dengan MAYLARD : m.rectus tidak di transeksi ; tetapi dipotong pada origo di simfisis pubis
  • m.rectus abdominalis disisihkan ke kranial
  • Saat penutupan luka origo m.rectus abdominalis di simfisis pubis dijahit kembali
  • Penyembuhan dengan hasil yang kuat dan paparan bidang pembedahan yang memadai
  • Persamaan dengan MAYLARD : paparan bagian atas abdomen terbatas

Tehnik :

  1. Insisi kulit sampai fascia musculus rectus dilakukan dengan cara yang sama dengan insisi Pfannestiel atau insisi Cherney
  2. Fascia m.rectus dijepit di garis tengah kemudian dilakukan insisi tranversal
  3. Potongan inferior fascia m.rectus dijepit dengan “kocher Clamps” – di elevasi dan dibebaskan dari m.rectus abdominalis dan m.pyramidalis secara tumpul dan tajam ke arah simfisis pubis sehingga apponeurosis m.rectus dan m.pyramidalis dapat di identifikasi
  4. Tendon dipotong dengan gunting “MAYO” untuk membebaskan otot dari origo pada simfisis pubis
  5. M.rectus abdominalis mengalami rektraksi ke superior
  6. Fascia tranversalis serta peritoneum dibuka dengan cara yang sama
  7. Penutupan luka : tendon m.rectus abdominalis dan m.pyramidalis didekatkan denfgan jahitan terputus permanen
  8. Bila pada insisi Pfannenstiel bidang pembedahan kurang luas – dapat dilakukan perubahan ke arah insisi CHERNEY tanpa menggangu intergritas muskulatur di garis tengah.

Cherney1

Gambar 11 : Insisi elipsoid pada kulit dan jaringan subkutis secara melintang.Tendon m.rectus dan m.pyramidalis dilakukan transeksi masing-masing sisi sepertiterlihat pada garis terputus. Otot disihkan ke kranial dan fascia tranversalis serta peritoneum dijepit dan dibuka secara tranversal.

Cherney2

Gambar 12 : Pada akhir pembedahan:tendon m.rectus dijahit pada bagian permukaan “rectus sheath” dengan beberapa jahitan terputus dan luka insisi apponeurosis

PENUTUPAN LUKA OPERASI PADA INSISI MIDLINE

Untitled-6

Gambar 13 : Di empat tempat peritoneum parietalie dipasang klem Mickulicz untuk pemaparan peritoneum yang akan ditutup. Jahitan diawali di bagian sudut cephalad.

Penutupan perittoneum dilakukan dengan menggunakan jahitan jelujur sederhana dengan menjaga agar jangan sampai menjahit organ intraabdominal dan omentum dengan memasang spatula

Untitled-8

Gambar 14 : A. Peritoneum ditutup dengan jahitan jelujur sederhana dan fascia m.rectus dijahit dengan jahitan horisontal “angka 8” ; B. Jahitan horisontal “angka 8” ganda ; C. Lemak didekatkan dengan jahitan terputus ; D. Jahitan kulit dengan matras horisontal

PENUTUPAN LUKA OPERASI PADA INSISI TRANVERSAL

  • Pada insisi Pfannenstiel, peritoneum dan fascia ditutup secara terpisah sebagaimana halnya dengan penutupan pada insisi mid-line.
  • Jaringan lemak subkutis ditautkan dengan 2 – 3 jahitan terputus untuk menghindari dead space.
  • Kulit ditutup dengan jahitan jelujur subkutikuler dengan plain cat-gut atau benang lainnya # 0-3
  • Bila m.rectus dipotong, penutupan peritoneum dilakukan secara tranversal dan menyambung otot bersamaan dengan fascia dengan jahitan “angka 8” ; kemudian jaringan subkutis dan kulit ditutup dengan cara yang sama dengan metode insisi Pfannenstiel.

PENUTUPAN LUKA OPERASI PADA LAPAROTOMI KASUS INFEKSI

Untuk memperkuat dinding abdomen pada insisi mid-line kasus infeksi, digunakan 2 – 3 jahitan penguat (tension suture) dengan benang sutra (silk)

Untitled-7

Gambar 15 : Metode penempatan jahitan penguat (tension suture)

A. Jarum tajam panjang dengan benang sutra ditempatkan dalam tabung plastik; B. Jahitan menembus kulit, lemak dan fascia sekaligus ; C. Diagram lapisan luka dan posisi jahitan penguat.


PENUTUPAN ULANG PADA LUKA OPERASI YANG TERBUKA

clip_image002[8]

Gambar 16 : Penutupan ulang kasus luka terbuka (wound dehiscence) dengan benang sutra besar atau logam ; A. Metode penutupan ; B. Setelah dikerjakan pembersihan tepi luka (debridemant), tepi luka operasi yang terbuka didekatkan dengan satu jahitan yang menembus sampai lapisan peritoneum

Rujukan:

  1. Fitzpatrick JK: Abdominal Surgical Approaches in Danakas GT Pietrantoni M (ed) “The Care Of The Gynecologic / Obstetric Patient”. St Louis, Missouri, Mosby, 1997
  2. Matingly RF: Te Linde’s Operative Gynecology 5th ed, Philadelphia-Toronto, JB Lippincot Company, 1977
  3. Nichols DH , editor : Gynecologic and Obstetric Surgery, St Louis, 1993, Mosby

EKSTRAKSI VAKUM

editor : dr.Bambang Widjanarko, SpOG

Pendahuluan

image

Penggunaan tehnik “cupping” untuk persalinan sudah diawali pada abad ke 18.

Profesor Young Simpson tahun 1849 memperkenalkan satu alat bantu persalinan yang dinamakan ekstraksi vakum – Ekstraksi Vakum (EV) .

Pada tahun 1956 Malmstrom mengenalkan instrumen ekstraktor vakum modern yang terbuat dari “stainless steel” namun akibat sejumlah komplikasi maka alat ini lambat laun ditinggalkan.

EV kembali digunakan setelah dikenalkannya jenis cawan penghisap sekali pakai yang relatif lunak. Inovasi dalam desain instrumen dan ketrampilan aplikasi cawan penghisap telah meningkatkan keamanan penggunaan EV . Secara progresif, EV telah menggeser penggunaan ekstraksi cunam – EC dalam proses persalinan 29,27.

Saat ini EC masih populer dikalangan dokter senior karena alasan konservatif. Meski pun memang untuk kelainan presentasi janin tertentu masih terlihat keunggulan penggunaan EC dibandingkan EV. Tindakan EV menjadi semakin terkenal akibat mudahnya penggunaan, rendahnya morbiditas ibu dan tingginya keamanan bagi ibu meskipun masih ada sejumlah komplikasi serius pada neonatus. Masalah dalam penggunaan EV harus diatasi dengan menentukan indikasi , tehnik aplikasi ekstraksi vakum secara tepat 13,12,41 .

Semakin banyaknya ahli obstetri ginekologi senior yang pensiun, penyelenggaraan pelatihan persalinan operatif per vaginam yang terkendala, masalah mediko-legal dan perubahan perubahan praktis lain termasuk juga dengan semakin tingginya angka seksio sesar – SS merupakan faktor yang menyebabkan tidak jelasnya kelanjutan berbagai macam tindakan persalinan operatif pervaginam termasuk diantaranya adalah EV.

Sebenarnya, dengan memperhatikan indikasi, syarat, kontraindikasi serta tehnik aplikasi, persalinan operatif per vaginam dengan menggunakan alat seperti misalnya EC atau EV masih diperlukan untuk mengatasi tingginya biaya serta resiko tindakan operasi SS 12,37.

Prasyarat Tindakan Ekstraksi Vakum

“Informed Consent”

Pada setiap tindakan medik diperlukan “informed consent” yang harus dilihat sebagai bagian dari suatu proses dan bukan sekedar selembar formulir yang harus diisi dan ditanda tangani oleh penderita dan atau keluarganya.

“Informed Consent” berisi penjelasan mengenai perlunya satu tindakan medis harus dilakukan, manfaat serta resiko yang mungkin terjadi serta bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Selain itu harus disampaikan pula berbagai alternatif tindakan medis lain untuk menyelesaikan masalah medik yang terjadi. Pada saat menjelaskan mengenai hal-hal tersebut diatas, pasien dan keluarganya harus diberi kesempatan untuk memperoleh penjelasan lebih lanjut mengenai semua hal yang mereka masih belum mengerti.

Pembahasan rutin mengenai kemungkinan akan dilakukannya intervensi tindakan medis lebih awal ( yang dilakukan saat kunjungan antenatal atau sebelum persalinan ) adalah hal yang penting dengan menyadari betapa sulitnya pengambilan satu keputusan medis penting disaat yang amat genting.

Persiapan Operator

Dokter harus faham tentang instrumen EV yang dipilih, indikasi dan tehnik melakukan EV.

Keputusan untuk melakukan tindakan EV harus dilandasi dengan analisa proses persalinan, pemeriksaan vagina , penentuan posisi dan derajat penurunan (“station”) janin serta kapasitas panggul.

Persiapan Pasien

  1. Persiapan terpenting adalah “informed Consent” .
  2. Selaput ketuban pecah atau sudah dipecahkan.
  3. Kandung kemih kosong atau dikosongkan secara spontan atau melalui kateterisasi.
  4. Dilatasi servik lengkap.
  5. Kepala sudah engage.
  6. Janin diperkirakan dapat lahir per vaginam.

Bila posisi dan derajat penurunan janin masih belum jelas maka dapat dilakukan pemeriksaan ultrasonografi transvaginal atau transperineal terlebih dulu 1.

Ultrasonografi dapat digunakan pula untuk menentukan ketepatan aplikasi cawan penghisap 23,57.

Posisi kepala ditentukan dengan melihat kedudukan orbita janin dan identifikasi karakteristik anatomi intrakranial (falx cerebri, fossa posterior) dan station kepala janin ditentukan berdasarkan pemeriksaan utrasonografi translabial.

Pemeriksaan konfirmatif dengan ultrasonografi ini memerlukan pengalaman dan dilakukan secara “bedside”.

Analgesia dan anaesthesia

Persalinan EV - outlet dapat dilakukan tanpa anastesia atau analgesia. Bila diperlukan dapat diberikan anastesia regional (blok pudenda) atau yang lebih sering (dan lebih efektif ) , dilakukan anastesia spinal.

Indikasi Ekstraksi Vakum

  1. Kala II memanjang
    • Pada Nulipara 2 jam
    • Pada Multipara 1 jam
  2. 2. Mempersingkat Kala II :
    • Kelainan jantung
    • Kelainan serebrovaskuler
    • Kelainan neuromuskuler
    • Ibu lelah
  3. Gawat janin

Kontraindikasi Ekstraksi Vakum

  • Dokter tidak memiliki kompetensi untuk melakukan tindakan EV
  • Aplikasi cawan penghisap secara tepat tidak dapat dilakukan
  • Riwayat gangguan kemajuan persalinan kala I yang nyata
  • Indikasi tindakan EV tidak jelas
  • Posisi dan penurunan kepala janin tidak dapat ditentukan dengan jelas
  • Terdapat dugaan gangguan imbang sepalopelvik
  • Kelainan letak (letak muka, letak dahi)
  • Diduga atau terdapat gangguan faal pembekuan darah pada janin.

KONTRA INDIKASI RELATIF :

  • Kehamilan preterm - Masih lunaknya kepala dan rentannya vaskularisasi kepala janin prematur.
  • Riwayat pengambilan darah dari kulit kepala janin sebelumnya.
  • Aplikasi cunam sebelumnya gagal – Struktur dan konsistensi kepala janin pasca aplikasi cunam yang sudah berubah. Selain itu, kegagalan aplikasi tersebut dapat membuktikan bahwa terdapat gangguan imbang sepaloelvik.
  • Molase dan pembentukan caput succadenum yang berlebihan - keadaan ini sering terjadi pada kasus gangguan imbang sepalopelvik.
  • Dugaan makrosomia (Berat badan janin > 4.5 kg).
  • Janin mati – Oleh karena tidak dapat terbentuk caput succadeneum.

Batasan

“ AmericanCollege of Obstetricians and Gynecologists “ (ACOG) menetapkan batasan baku dari persalinan operatif per vaginam dengan instrumen tertentu antara lain persalinan operatif pervaginam “outlet” - “Low” dan “Midpelvic”.

Penentuan batasan ini dibuat berdasarkan posisi kepala dan derajat penurunan kepala janin sebelum dilakukan tindakan. Batasan baku tersebut semula digunakan untuk aplikasi EC namun selanjutnya digunakan pula untuk tindakan EV dengan sejumlah modikifikasi kecil. 3

Tabel 1. Klasifikasi Tindakan Ekstraksi Vakum berdasarkan “fetal station” dan “cranial postion” ( modifikasi dari ACOG Practice Bulletin # 17, June, 2000 )

JENIS TINDAKAN

DESKRIPSI KLASIFIKASI*




Ekstraksi Vakum – “Outlet”

Kepala sudah di perineum ; tanpa menyisihkan labia sudah terlihat kulit kepala pada introitus ; tengkorak kepala janin sudah didasar panggul.
Sutura sagitalis berada pada diameter antero posterior panggul ( posisi oksiput anterior – kiri atau kanan ; posisi oksiput posterior – kiri atau kanan )
Esktraksi vakum – “ Low” Posisi / station kepala tidak memenuhi kriteria EV outlet ; station + 2 ( 5 cm ) namun belum mencapai dasar panggul.

Subdivisi

Posisi oksiput anterior (OA, LOA, ROA).

Posisi oksiput posterior (OP, LOP, ROP) atau transversal (LOT, ROT).

Esktraksi Vakum – “Mid Pelvic”

Station < +2 ( 5 cm ) , kepala sudah engage namun kriteria ekstraksi vakum rendah tak terpenuhi

Subdivisi

Posisi oksiput anterior (OA, LOA, ROA).

Posisi oksiput posterior (OP, LOP, ROP) atau transversal (LOT, ROT).

Persalinan Seksio Sesar dibantu dengan EV
Tehnik yang tidak spesifik
Ekstraksi vakum khusus Tehnik EV yang tidak spesifik
Ekstraksi Vakum Tinggi Prosedur tindakan EV yang tidak memenuhi klasifikasi diatas
OA: occipitoanterior; ROA: right occipitoanterior; LOA: left occipitoanterior;
OP: occipitoposterior; LOP: left occipitoposterior; ROP: right occipitoposterior;
LOT: left occipitotransverse; ROT: right occipitotransverse

Desain Instrumen Ekstraksi Vakum

Instrumen ekstraksi vakum

image

Berbagai model baru dari instrumen EV merupakan modifikasi dari bentuk yang sudah ada seperti misalnya bentuk pompa tangan, katub pelepas tekanan dan perubahan lain.

Cawan penghisap baru terbuat dari berbagai material seperti polietilene atau silastik plastik.

Desain cawan penghisap yang kaku dan terbuat dari “stainless steel” ditemukan pada berbagai model dari Malmstrom yang sudah dikenal sejak tahun 1960 an. Sekarang ini di produksi berbagai cawan penghisap yang menyerupai model Malmstrom namun terbuat dari bahan plastik yang lunak atau kaku. Model ini pertamakali digunakan pada kasus posisi kepala defleksi atau pada posisio osipito posterior namun saat ini peralatan tersebut sudah lazim digunakan pada berbagai jenis persalinan pervaginam 22.

Perbandingan berbagai peralatan

Cawan penghisap lunak sering menyebabkan kegagalan EV dibandingkan dengan penggunaan cawan penghisap kaku (pastik atau metal ) atau EC25. Hal ini terutama disebabkan oleh mudahnya cawan penghisap lunak tersebut lepas (“pop off”) dari kepala saat dilakukan traksi. Akan tetapi, aplikasi cawan penghisap lunak ini lebih jarang menyebabkan cedera pada kepala janin meskipun daya cengekeramnya lebih kurang dibandingkan cawan yang kaku.

Masalah lain adalah bahwa sebagian desain alat ekstraktor yang terbuat dari plastik memiliki tabung penghubung yang kaku sehingga menyulitkan aplikasi cawan penghisap secara tepat khususnya pada letak defleksi atau posisio osipitalis posterior dan ini merupakan faktor penyebab kegagalan EV. Untuk mengatasi keadaan tersebut maka EV dilakukan dengan menggunakan instrumen Malmstrom klasik dan menggantikan cawan penghisap dengan bahan yang terbuat dari bahan silastik atau plastik yang rigid.

Tehnik ekstraksi vakum

Tehnik aplikasi yang tepat diperlukan agar tindakan EV dapat dilakukan dengan aman dan berhasil 50,35,41,58.

  1. Akurasi aplikasi cawan penghisap
  2. Pemilihan kasus yang tepat
  3. Tehnik traksi :
    • Kekuatan traksi
    • Vektor ( arah tarikan )
    • Metode aplikasi kekuatan yang intermiten
  1. Posisi dan derajat penurunan kepala
  2. Desain cawan penghisap
  3. Imbang fetopelvik

APLIKASI CAWAN PENGHISAP

Setelah prasyarat tindakan EV dipenuhi maka harus kembali dilakukan pemeriksaan vaginal untuk menentukan ulang posisi, derajat penurunan (station) dan sikap (habitus) janin serta lebih dulu memeriksa persiapan instrumen yang akan digunakan.

image

Mesin vakum

image

Diagram tabung penghubung

image

Cawan penghisap

Protokol tindakan EV

  • “Ghosting” - Pasien dalam posisi litothomi didepan operator. Operator memegang cawan penghisap didepan pasien dan membayangkan bagaimana kedudukan cawan penghisap pada kepala janin nantinya didalam jalan lahir. Posisi janin dapat dipastikan lebih lanjut dengan pemeriksaan ultrasonografi transperineal.

252558-271175-1524

  • Insersi - Cawan penghisap dilumuri dengan jelly atau cairan pelicin. Bila menggunakan cawan penghisap lunak, maka sebagian cawan penghisap dapat dikempiskan dengan tangan operator dan dimasukkan jalan lahir diantara labia. Bila sifat cawan penghisap yang digunakan kaku, maka insersi kedalam jalan lahir dilakukan secara miring setelah kedua labia disisihkan. Setelah berada dalam jalan lahir maka cawan penghisap ditempatkan pada kepala janin.

image

  • Aplikasi cawan penghisap secara tepat :
    • Setelah cawan penghisap sudah berada pada posisi yang tepat, dibuat tekanan vakum secukupnya agar cawan tidak bergeser dan dipastikan bahwa tidak ada bagian jalan lahir yang terjepit
    • Pusat diameter cawan penghisap harus berada di satu titik penentu berupa titik imajiner anatomis yang berada di sutura sagitalis kira kira 6 cm di belakang ubun ubun besar atau 1 – 2 cm di depan ubun ubun kecil ( titik fleksi atau “ pivot point” )

252558-271175-1526

img-0064

    • Semakin jauh titik pusat cawan penghisap bergeser dari sutura sagitalis semakin besar pula kegagalan tindakan ekstraksi vakum dan semakin besar pula tenaga yang diperlukan untuk melakukan traksi oleh karena arah tarikan miring akan menyebabkan terjadinya defleksi kepala janin. 50
    • Ultrasonografi transperineal dapat digunakan untuk melihat ketepatan pemasangan cawan penghisap 57

  • Traksi
    • Bila pemasangan cawan penghisap sudah tepat, maka diberikan tekanan vakum sebesar 550 – 600 mmHg dan dilakukan traksi bersamaan dengan adanya kontraksi uterus dan usaha ibu untuk meneran. Traksi tidak perlu menunggu sampai terbentuknya chignon 31.

252558-271175-5148

    • Arah tarikan berubah sesuai dengan penurunan kepala dalam jalan lahir.

252558-271175-5148

    • Bila kontraksi uterus mereda maka tekanan vakum diturunkan sampai sekitar 200 mmHg dan traksi dihentikan ; traksi kepala diluar kontraksi uterus akan memperbesar cedera pada kepala janin.
    • Bila kontraksi uterus mulai timbul kembali, tekanan dinaikkan sampai besaran yang telah ditentukan dan dilanjutkan dengan traksi kepala janin. 9
    • Selama traksi, tangan kiri ( “non dominan hand” ) ditempatkan dalam vagina dengan ibu jari pada cawan dan satu atau dua jari pada kepala janin. Aktivitas ini dilakukan untuk mencegah terlepasnya cawan dari kepala.
    • Umumnya dengan traksi pertama sudah dapat diketahui apakah kepala janin semakin turun atau tidak. Bila tidak maka operator dapat melakukan satu kali tarikan lagi untuk memastikan apakah tindakan ekstraksi vakum dapat dilanjutkan atau dihentikan.
    • Pada 85% kasus, persalinan diselesaikan dengan kurang dari 3 kali traksi.

APLIKASI TINDAKAN EKSTRAKSI VAKUM KHUSUS

Pada operasi seksio sesar, segmen bawah rahim yang tipis dan kepala janin yang sudah mengadakan desensus yang jauh merupakan predisposisi ekstensi luka insisi pada segmen bawah rahim saat melahirkan kepala. Hal yang sama juga terjadi pada saat melakukan seksio sesar pada kasus letak lintang. Untuk mengatasi kesulitan memngeluarkan kepala dapat digunakan EV atau ekstraksi dengan sendok cunam.

Kepala janin yang sudah engage terlalu dalam sebaiknya di dorong lebih dulu dari bawah oleh asisten dan dilanjutkan dengan pengeluaran dengan cara biasa ( tanpa alat ) atau dilanjutkan dengan pemasangan cawan penghisap dan dilanjutkan dengan traksi. Aplikasi EV saat SS yang terbaik adalah pada kasus ketuban pecah dini pada kepala yang masih tinggi. Setelah insisi segmen bawah rahim, dilakukan manipulasi kepala melalui insisi tersebut secara manual dan dilanjutkan dengan aplikasi cawan penghisap. Cara ini baik dikerjakan pada kasus letak lintang atau untuk melahirkan janin kedua pada persalinan gemelli sehingga tidak dilakukan ekstraksi bokong yang lebih berbahaya.

APLIKASI PERSALINAN OPERATIF PERVAGINAM SECARA SEKUENSIAL

Aplikasi penggunaan peralatan bantu persalinan per vaginam secara sekuensial ( ekstraksi cunam gagal dan dilanjutkan dengan ekstraksi vakum atau sebaliknya ) merupakan masalah yang kontroversial. Penelitian yang dilakukan oleh Gardella21 dan Towner49 menunjukkan bahwa resiko perdarahan intrakranial pada aplikasi sekuensial diatas lebih besar dibandingkan dengan aplikasi EV atau ekstraksi cunam saja. Namun dari penelitian lain, tidak terlihat adanya perbedaan resiko tersebut 7 11.

Menurut penulis, resiko yang berbeda tersebut disebabkan oleh karena disebabkan oleh gangguan imbang sepalopelvik dan persalinan per vaginam yang sangat dipaksakan tanpa menyadari bahaya dari penggunaan instrumen pembantu tersebut.

CEDERA PERSALINAN

Cedera pada Neonatus

Tidak ada satu tindakan persalinan operatif per vaginam yang tidak disertai peningkatan resiko ibu dan atau anak 18, 33, 41, 49, 55,, 58 .

Angka kejadian kematian janin atau cedera neonatus yang berat akibat EV sangat rendah dan berada pada rentang 0.1 – 3 kasus per 1000 tindakan EV.

Secara klinik, cedera kulit kepala terutama disebabkan oleh sifat fisik cawan penghisap yang digunakan. Saat diberikan tekanan negatif, kulit kepala akan masuk kedalam cawan penghisap sehingga terjadi chignon. Traksi yang terlalu kuat akan menyebabkan terpisahnya kulit kepala dari dasarnya sehingga meski jarang namun dapat menyebabkan perdarahan (cephalohematoma dan hemoragia subgaleal ) 6, 20, 25 38,33 45,50,58.

252558-271175-5150

Resiko lain yang dapat terjadi pada tindakan EV adalah : 47, 45,56

  • Laserasi kulit kepala
  • Hemoragia retina
  • Fraktura kranium
  • Perdarahan subarachnoid

Laserasi kulit kepala janin

Vacuum_Extraction_bruised_scalp

Akibat EV sering terjadi ekimosis dan laserasi kulit kepala dan ini umumnya terjadi bila cawan penghisap dengan tekanan tinggi berada diatas kulit kepala janin dalam waktu yang relatif lama ( 20 – 30 menit ).

Cawan penghisap bukan suatu alat yang di masksudkan sebagai rotator ; usaha melakukan rotasi kepala dengan menggunakan EV akan menyebabkan cedera pada kulit kepala janin. Bila operator menghendaki terjadi rotasi kepala maka hal itu dilakukan secara manual tanpa paksaan dan bukan dengan menggunakan cawan penghisap.

Outcome neonatus jangka panjang

Tidak terdapat perbedaan outcome jangka panjang antara anak yang lahir secara spontan dengan yang dilahirkan melalui EV atau EC 52,40,26,55,10,45,39.

Pengamatan outcome jangka panjang dalam berbagai penelitian dilakukan sampai usia 18 tahun dan skoring dibuat atas kemampuan sekolah, berbicara, perawatan diri sendiri dan status neurologi.

Cedera maternal

Resiko cedera ibu pada tindakan ekstraksi vakum lebih rendah dibandingkan dengan tindakan ekstraksi cunam atau seksio sesar 6.

Laserasi jalan lahir

Laserasi perineum adalah komplikasi paling sering terjadi pada persalinan operatif per vaginam6. Seringkali terjadi robekan perineum berkaitan dengan episiotomi. Ruptura perinei tingkat III dan IV pada tindakan EV berkisar antara 5 – 30% .

Angka kejadian ruptura perinei pada tindakan EV lebih rendah dibandingkan tindakan ekstraksi cunam. Tindakan ekstraksi cunam sering menyebabkan ruptura perinei totalis. Episiotomi elektif merupakan predisposisi terjadinya ruptura perinei tingkat IV dan banyak ahli berpendapat bahwa episiotomi sebaiknya dikerjakan bila perineum yang tegang mengganggu jalannya persalinan. Jenis episiotomi sebaiknya dari jenis medio lateral yang meskipun rekosntruksinya lebih sulit namun jarang meluas sehingga menyebabkan ruptura perinei tingkat IV ( ruptura perinei totalis ) 16 .

Inkontinensia urine dan inkontinensia alvi

Predisposisi genetik, distosia, persalinan spontan pervaginam, laserasi obstetrik, multiparitas dan cara persalinan dapat menyebabkan cedera permanen atau reversibel pada jaringan ikat panggul. Cedera pada struktur penyangga pelvik merupakan resiko tak terhindarkan pada persalinan spontan per vaginam atau persalinan operatif pervaginam.42,48,43,51,32

Organ visera panggul bergantung dari atas dan disangga dari bawah. Keutuhan struktur penyangga tersebut tergantung pada faktor intergritas otot, fascia dan persyarafan dari struktur terkait.

Struktur penggantung merupakan struktur pseudoligamen longgar yang dinamakan ligamentum panggul. Jaringan ikat yang loggar tersebut bersama dengan struktur pembuluh darah berada disekitar servik. Struktur penyangga uterus adalah struktur komplek muskulofascial berupa diafrgama pelvik dan diafragma urogenital. Diafragma pelvik terutaja terbentuk dari muskulevator ani. Diafragma urogenitalis terdiri dari berbagai otot kecil dan jaringan ikat yang terbentang dari “central perineal body” menyebar secara radial dan melekat pada berbagai tulang dan ligamentum pada dinding lateral panggul.

Perjalanan janin melalui jalan lahir akan menyebabkan distorsi dan cedera jaringan panggul. Selama proses persalinan per vaginam, ligamentum dan otot panggul mengalami robekan kecil yang juga menyebabkan trauma syaraf. Berbagai laserasi spontan atau ekstensi dari luka episiotomi dapat menyebabkan cedera lebih lanjut antara lain cedera sfingter rektum.

Ekstraksi Vakum versus Ekstraksi Cunam

Terjadi debat panjang diantara para dokter mengenai instrumen mana yang terbaik untuk digunakan dalam membantu proses persalinan per vaginam (ekstraksi vakum atau ekstraksi cunam)44,50,8,36,37,54,55,27,41,58

Dalam menentukan jenis instrumen yang akan digunakan untuk membantu proses persalinan per vaginam harus dipertimbangkan beberapa faktor tersebut dibawah ini :

  1. Perlunya penggunaan anaestesi 27
  2. Tingkat kegagalan – angka kegagalan EV lebih tinggi dibandingkan ekstraksi cunam 7,2
  3. Cedera maternal – angka kejadian cedera maternal pada ekstraksi cunam lebih tinggi dibandingkan ekstraksi vakum 16,17,27,24,19,14,21
  4. Cedera janin – tindakan ekstraksi vakum lebih aman dibandingkan ekstraksi cunam 49 18
    • Cedera janin lain :
    • Paresa nervus facialis ( n.VII ) lebih sering terjadi pada ekstraksi cunam 49
    • Perdarahan intrakranial ( perdarahan subdurallebih sering terjadi pada ekstraksi vakum55
    • Cedera pleksus Brachialis
    • Konvulsi
    • Cedera sistem saraf pusat

Tabel 3. Angka kejadian perdarahan intrakranial (n=584,340) 18 49


CARA PERSALINAN
Angka kejadian PERDARAHAN
INTRAKRANIAL
Seksio sesar elektif (belum inpartu) 1 per 2,750
Persalinan spontan per vaginam 1 per 1,900
Seksio sesar semielektif / emergensi (sudah inpartu ) 1 per 907*
Ekstraksi vakum 1 per 860*
Ekstraksi cunam 1 per 664*
Seksio sesar pasca tindakan EV atau EC 1 per 334

*Perbedaan secara statistik tidak bermakna

Pertimbangan klinik lain

Pada umumnya, saat diperlukan tindakan persalinan gawat darurat dan percobaan persalinan per vaginam operatif maka keberhasilan dan keamanan tindakan terletak pada pemilihan instrumen atas dasar ketrampilan serta pengalaman operator.

Dasar pertimbangan lain adalah :

  • Derajat desensus - bila kepala sudah didasar panggul maka persalinan operatif pervaginam sebaiknya menggunakan ekstraksi cunam ; namun pada kasus yang santa mendesak maka pemilihan instrumen sangat tergantung pada pilihan operator
  • Paritas – pada multipara laserasi jalan lahir pada tindakan ekstraksi cunam jarang terjadi.
  • Distosia Bahu – resiko distosia bahu lebih sering terjadi pada ekstraksi vakum
  • Molase dan kaput yang berlebihan akan menyulitkan penentuan posisi dan derajat penurunan kepala.

252558-271175-5151

  • Antibiotika – terapi antibiotika tidak disarankan bila tak indikasi yang tepat 30
  • Prematuritas – penggunaan instrumen untuk membantu persalinan janin prematur adalah hal yang kontroversial. Penggunaan cunam untuk membantu persalinan preterm (melindungi kepala janin) tidak didukung dengan penelitian yang memadai. Pada kehamilan kurang 36 minggu tindakan ekstraksi vakum merupakan kontraindikasi relatif.
  • After coming head – dapat digunakan jenis cunam tertentu ( Piper atau Kjelland )
  • Seksio sesar – penggunaan cawan penhghisap dapat digunakan untuk melahirkan kepala janin dan tindakan ini paling baik bila digunakan pada kasus seksio sesar pada letak lintang.
  • Kehamilan kembar – pada persalinan per vaginam gemelli anak kedua

Pemilihan instrumen

Saran praktis : perhatikan kondisi janin , sarana yang tersedia , penggunaan analgesia , kerja sama pasien , ketrampilan.

Rekomendasi :

  • Persalinan operatif per vaginam klasifikasi jenis “outlet” atau “rendah ” ( rotasi < 450 ) : dengan analgesia adekwat, pemilihan instrumen EV setara dengan EC.
  • Bila rotasi > 450 atau jenis tindakan “mid pelvik” : pada posisi sutura sagitalis melintang pilihan cawan penghisap adfalah dari jenis yang kaku atau dari “stainless steel“. Ekstraksi cunam pada kasus ini hanya boleh dikerjakan oleh operator yang sangat berpengalaman.
  • Persalinan operatif per vaginam pada keadaan asinklitismus sebaiknya menggunakan EV dengan cawan penghisap yang kaku.

Kesimpulan

EV merupakan persalinan operatif per vagina, yang efektif dan aman. Operator harus menggunakan peralatan ini dengan hati hati untuk membatasi terjadinya cedera maternal atau fetal. Penggunaan instrumen vakum untuk persalinan operatif per vaginam harus dilakukan oleh operator yang berpengalaman dan kompeten.

  1. Persiapkan informed consent
  2. Batasi traksi sampai maksimal 5 kali
  3. Batasi lepasnya vakum sampai 3 kali
  4. Traksi pertama sudah disertai dengan penurunan bagian terendah janin
  5. Tindakan jangan melampaui waktu 20 menit
  6. Hindari tindakan ekstraksi vakum pasca tindakan cunam yang gagal
  7. Jangan paksakan tindakan bila terasa sulit
  8. Catat semua prosedur tindakan dengan baik.

Rujukan

  1. Akmal S, Kametas N, Tsoi E, Hargreaves C, Nicolaides KH. Comparison of transvaginal digital examination with intrapartum sonography to determine fetal head position before instrumental delivery. Ultrasound Obstet Gynecol. May 2003;21(5):437-40. [Medline].
  2. Al-Kadri H, Sabr Y, Al-Saif S, Abulaimoun B, Ba'Aqeel H, Saleh A. Failed individual and sequential instrumental vaginal delivery: contributing risk factors and maternal-neonatal complications. Acta Obstet Gynecol Scand. Jul 2003;82(7):642-8. [Medline].
  3. American College of Obstetrics and Gynecology. Operative vaginal delivery. Practice Bulletin # 17. June 2000.
  4. Bahl R, Patel RR, Swingler R, Ellis M, Murphy DJ. Neurodevelopmental outcome at 5 years after operative delivery in the second stage of labor: a cohort study. Am J Obstet Gynecol. Aug 2007;197(2):147.e1-6. [Medline].
  5. Bahl R, Strachan B, Murphy DJ. Outcome of subsequent pregnancy three years after previous operative delivery in the second stage of labour: cohort study. BMJ. Feb 7 2004;328(7435):311. [Medline].
  6. Baume S, Cheret A, Creveuil C, Vardon D, Herlicoviez M, Dreyfus M. [Complications of vacuum extractor deliveries]. J Gynecol Obstet Biol Reprod (Paris). Jun 2004;33(4):304-11. [Medline].
  7. Bhide A, Guven M, Prefumo F, Vankalayapati P, Thilaganathan B. Maternal and neonatal outcome after failed ventouse delivery: comparison of forceps versus cesarean section. J Matern Fetal Neonatal Med. Jul 2007;20(7):541-5. [Medline].
  8. Bofill JA, Rust OA, Schorr SJ. A randomized prospective trial of the obstetric forceps versus the M-cup vacuum extractor. Am J Obstet Gynecol. Nov 1996;175(5):1325-30. [Medline].
  9. Bofill JA, Rust OA, Schorr SJ. A randomized trial of two vacuum extraction techniques. Obstet Gynecol. May 1997;89(5 Pt 1):758-62. [Medline].
  10. Carmody F, Grant A, Mutch L, Vacca A, Chalmers I. Follow up of babies delivered in a randomized controlled comparison of vacuum extraction and forceps delivery. Acta Obstet Gynecol Scand. 1986;65(7):763-6. [Medline].
  11. Center for Devices and Radiological Health. FDA Public Health Advisory: Need for caution when using vacuum assisted delivery devices. Rockville, Md: Food and Drug Administration; May 21, 1998.
  12. Chang AL, Noah MS, Laros RK. Obstetric attending physician characteristics and their impact on vacuum and forceps delivery rates: University of California at San Francisco experience from 1977 to 1999. Am J Obstet Gynecol. Jun 2002;186(6):1299-303. [Medline].
  13. Cheong YC, Abdullahi H, Lashen H, Fairlie FM. Can formal education and training improve the outcome of instrumental delivery?. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol. Apr 15 2004;113(2):139-44. [Medline].
  14. Christianson LM, Bovbjerg VE, McDavitt EC, Hullfish KL. Risk factors for perineal injury during delivery. Am J Obstet Gynecol. Jul 2003;189(1):255-60. [Medline].
  15. Cohen WR. Influence of the duration of second stage labor on perinatal outcome and puerperal morbidity. Obstet Gynecol. Mar 1977;49(3):266-9. [Medline].
  16. de Leeuw JW, de Wit C, Kuijken JP, Bruinse HW. Mediolateral episiotomy reduces the risk for anal sphincter injury during operative vaginal delivery. BJOG. Jan 2008;115(1):104-8. [Medline].
  17. de Leeuw JW, Struijk PC, Vierhout ME, Wallenburg HC. Risk factors for third degree perineal ruptures during delivery. BJOG. Apr 2001;108(4):383-7. [Medline].
  18. Demissie K, Rhoads GG, Smulian JC, Balasubramanian BA, Gandhi K, Joseph KS. Operative vaginal delivery and neonatal and infant adverse outcomes: population based retrospective analysis. BMJ. Jul 3 2004;329(7456):24-9. [Medline].
  19. Eason E, Labrecque M, Wells G. Preventing perineal trauma during childbirth: a systematic review. Obstet Gynecol. Mar 2000;95(3):464-71. [Medline].
  20. Fortune PM, Thomas RM. Sub-aponeurotic haemorrhage: a rare but life-threatening neonatal complication associated with ventouse delivery. Br J Obstet Gynaecol. Aug 1999;106(8):868-70. [Medline].
  21. Gardella C, Taylor M, Benedetti T, et al. The effect of sequential use of vacuum and forceps for assisted vaginal delivery on neonatal and maternal outcomes. Am J Obstet Gynecol. Oct 2001;185(4):896-902. [Medline].
  22. Hayman R, Gilby J, Arulkumaran S. Clinical evaluation of a "hand pump" vacuum delivery device. Obstet Gynecol. Dec 2002;100(6):1190-5. [Medline].
  23. Henrich W, Dudenhausen J, Fuchs I, Kämena A, Tutschek B. Intrapartum translabial ultrasound (ITU): sonographic landmarks and correlation with successful vacuum extraction. Ultrasound Obstet Gynecol. Nov 2006;28(6):753-60. [Medline].
  24. Jander C, Lyrenas S. Third and fourth degree perineal tears. Predictor factors in a referral hospital. Acta Obstet Gynecol Scand. Mar 2001;80(3):229-34. [Medline].
  25. Johanson R, Menon V. Soft versus rigid vacuum extractor cups for assisted vaginal delivery. Cochrane Database Syst Rev. 2000;(2):CD000446. [Medline].
  26. Johanson RB, Heycock E, Carter J. Maternal and child health after assisted vaginal delivery: five-year follow up of a randomised controlled study comparing forceps and ventouse. Br J Obstet Gynaecol. Jun 1999;106(6):544-9. [Medline].
  27. Johanson RB, Menon V. Vacuum extraction versus forceps for assisted vaginal delivery. Cochrane Database Syst Rev. 2005;(2): CD00224.
  28. Johnson JH, Figueroa R, Garry D. Immediate maternal and neonatal effects of forceps and vacuum-assisted deliveries. Obstet Gynecol. Mar 2004;103(3):513-8. [Medline].
  29. Kozak LJ, Weeks JD. U.S. trends in obstetric procedures, 1990-2000. Birth. Sep 2002;29(3):157-61. [Medline].
  30. Liabsuetrakul T, Choobun T, Peeyananjarassri K, Islam M. Antibiotic prophylaxis for operative vaginal delivery. Cochrane Database Syst Rev. 2004;CD004455. [Medline].
  31. Lim FT, Holm JP, Schuitemaker NW, Jansen FH, Hermans J. Stepwise compared with rapid application of vacuum in ventouse extraction procedures. Br J Obstet Gynaecol. Jan 1997;104(1):33-6. [Medline].
  32. MacLennan AH, Taylor AW, Wilson DH, Wilson D. The prevalence of pelvic floor disorders and their relationship to gender, age, parity and mode of delivery. BJOG. Dec 2000;107(12):1460-70. [Medline].
  33. Macleod C, O'Neill C. Vacuum assisted delivery--the need for caution. Ir Med J. May 2003;96(5):147-8. [Medline].
  34. Menticoglou SM, Manning F, Harman C. Perinatal outcome in relation to second-stage duration. Am J Obstet Gynecol. Sep 1995;173(3 Pt 1):906-12. [Medline].
  35. Mola GD, Amoa AB, Edilyong J. Factors associated with success or failure in trials of vacuum extraction. Aust N Z J Obstet Gynaecol. Feb 2002;42(1):35-9. [Medline].
  36. Murphy DJ, Liebling RE, Patel R, Verity L, Swingler R. Cohort study of operative delivery in the second stage of labour and standard of obstetric care. BJOG. Jun 2003;110(6):610-5. [Medline].
  37. Murphy DJ, Liebling RE, Verity L, Swingler R, Patel R. Early maternal and neonatal morbidity associated with operative delivery in second stage of labour: a cohort study. Lancet. Oct 13 2001;358(9289):1203-7. [Medline].
  38. Ng PC, Siu YK, Lewindon PJ. Subaponeurotic haemorrhage in the 1990s: a 3-year surveillance. Acta Paediatr. Sep 1995;84(9):1065-9. [Medline].
  39. Ngan HY, Miu P, Ko L, Ma HK. Long-term neurological sequelae following vacuum extractor delivery. Aust N Z J Obstet Gynaecol. May 1990;30(2):111-4. [Medline].
  40. Nilsen ST. Boys born by forceps and vacuum extraction examined at 18 years of age. Acta Obstet Gynecol Scand. 1984;63:548-54.
  41. O'Grady JP. Instrumental delivery: A critique of current practice. In Nichols D, ed. Gynecologic, Obstetric, and Related Surgery. Mosby;2000:1081-1105.
  42. Parnell C, Langhoff-Roos J, Møller H. Conduct of labor and rupture of the sphincter ani. Acta Obstet Gynecol Scand. Mar 2001;80(3):256-61. [Medline].
  43. Peleg D, Kennedy CM, Merrill D. Risk of repetition of a severe perineal laceration. Obstet Gynecol. Jun 1999;93(6):1021-4. [Medline].
  44. Roberts CL, Algert CS, Carnegie M, Peat B. Operative delivery during labour: trends and predictive factors. Paediatr Perinat Epidemiol. Apr 2002;16(2):115-23. [Medline].
  45. Simonson C, Barlow P, Dehennin N, Sphel M, Toppet V, Murillo D. Neonatal complications of vacuum-assisted delivery. Obstet Gynecol. Mar 2007;109(3):626-33. [Medline].
  46. Sjostedt JE. The vacuum extractor and forceps in obstetrics. A clinical study. Acta Obstet Gynecol Scand. 1967;46 Suppl 10:Suppl 10:1-208. [Medline].
  47. Tavani F, Zimmerman RA, Clancy RR, Licht DJ, Mahle WT. Incidental intracranial hemorrhage after uncomplicated birth: MRI before and after neonatal heart surgery. Neuroradiology. Apr 2003;45(4):253-8. [Medline].
  48. Thompson JF, Roberts CL, Currie M, Ellwood DA. Prevalence and persistence of health problems after childbirth: associations with parity and method of birth. Birth. Jun 2002;29(2):83-94. [Medline].
  49. Towner D, Castro MA, Eby-Wilkens E. Effect of mode of delivery in nulliparous women on neonatal intracranial injury. N Engl J Med. Dec 2 1999;341(23):1709-14. [Medline].
  50. Vacca A. Vacuum-assisted delivery. Best Pract Res Clin Obstet Gynaecol. Feb 2002;16(1):17-30. [Medline].
  51. Viktrup L. The risk of lower urinary tract symptoms five years after the first delivery. Neurourol Urodyn. 2002;21(1):2-29. [Medline].
  52. Vintzileos AM, Nochimson DJ, Antsaklis A, Varvarigos I, Guzman ER, Knuppel RA. Effect of vacuum extraction on umbilical cord blood acid-base measurements. J Matern Fetal Med. Jan-Feb 1996;5(1):11-7. [Medline].
  53. Viswanathan M, Hartmann K, Palmieri R, et al. The use of episiotomy in obstetrical care: A systematic review. AHRQ Evidence Report/Technology Assessment. May 2005;No. 112.
  54. Weerasekera DS, Premaratne S. A randomised prospective trial of the obstetric forceps versus vacuum extraction using defined criteria. J Obstet Gynaecol. Jul 2002;22(4):344-5. [Medline].
  55. Wen SW, Liu S, Kramer MS, et al. Comparison of maternal and infant outcomes between vacuum extraction and forceps deliveries. Am J Epidemiol. Jan 15 2001;153(2):103-7. [Medline].
  56. Whitby EH, Griffiths PD, Rutter S, Smith MF, Sprigg A, Ohadike P. Frequency and natural history of subdural haemorrhages in babies and relation to obstetric factors. Lancet. Mar 13 2004;363(9412):846-51. [Medline].
  57. Wong GY, Mok YM, Wong SF. Transabdominal ultrasound assessment of the fetal head and the accuracy of vacuum cup application. Int J Gynaecol Obstet. Aug 2007;98(2):120-3. [Medline].
  58. O'Grady JP, Gimovsky ML, McIlhargie CJ. Vacuum extraction in modern obstetric practice. New York: The Parthenon Publishing Group; 1995.