Sabtu, 17 September 2011

DISTOSIA AKIBAT GANGGUAN pada TENAGA PERSALINAN

Distosia merupakan akibat dari 3 gangguan atau kombinasi antara :
  1. Kelainan Tenaga PersalinanPOWER Kekuatan His yang tidak memadai atau tidak terkordinasi dengan baik agar dapat terjadi dilatasi dan pendataran servik (disfungsi uterus) serta gangguan kontraksi otot pada kala II.
  2. Kelainan Presentasi-Posisi dan Perkembangan janinPASSANGER
  3. Kelainan pada jalan lahir PASSAGE
    1. Kelainan pada Tulang Panggul (kesempitan panggul)
    2. Kelainan Jaringan Lunak sekitar jalan lahir yang menghalangi desensus janin
ABNORMALITAS TENAGA PERSALINAN
Dilatasi servik dan propulsi serta ekspulsi janin dimungkinkan oleh adanya HIS dan KEMAMPUAN MENERAN pada persalinan kala II.
Kurangnya intensitas satu atau kedua faktor diatas akan menyebabkan perjalanan partus yang terhambat atau terganggu.
Diagnosa disfungsi uterus pada kala I fase laten sulit ditegakkan dan umumnya dibuat secara retrospektif.
Salah satu kesalahan yang sering dilakukan adalah terapi disfungsi uterus pada pasien yang masih belum inpartu.
3 hal penting yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan disfungsi uterus:
  1. Membiarkan berlangsungnya partus lama tanpa tindakan akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal.
  2. Oksitosin drip dapat digunakan untuk mengatasi beberapa jenis disfungsi uterus.
  3. Pada kasus dengan kegagalan atau terdapat kontra-indikasi oksitosin drip, pilihan untuk melakukan SEKSIO SESAR lebih utama dibandingkan pilihan persalinan dengan ekstrasi cunam tengah yang secara teknis sulit dikerjakan.
JENIS DISFUNGSI UTERUS
Kontraksi uterus pada persalinan normal ditandai dengan aktivitas miometrium yang bersifat gradual, dengan kontraksi terkuat dan berlangsung lama dibagian fundus uteri dan menuju kearah servik kekuatan kontraksi uterus secara bertahap menjadi semakin berkurang.
Caldeyro-Barcia dkk (1950) dari Montevideo Uruguay menyatakan bahwa terdapat perbedaan waktu dari onset kontraksi uterus di daerah fundus uteri dan daerah pertengahan corpus uteri serta pada SBR.
Larks (1960) menjelaskan bahwa rangsangan yang berawal di bagian cornu akan diikuti oleh rangsangan berikutnya beberapa milidetik setelahnya, gelombang rangsangan akan saling menyatu dan diteruskan secara serentak dari fundus uteri kebagian bawah uterus.
Agar terjadi dilatasi servik, diperlukan kekuatan kontraksi uterus sekurang-kurangnya 15 mmHg.
Kontraksi uterus yang berlangsung secara normal dapat menimbulkan tekanan intrauterin sampai 60 mmHg.
Dengan data diatas, maka disfungsi uterus dapat dibedakan menjadi :
  1. Disfungsi uterus HIPOTONIK :
    • Tidak ada tonus basal
    • Kontraksi uterus memiliki pola gradasi normal (synchronous) tetapi
    • Tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus tidak cukup untuk menyebabkan terjadinya dilatasi servik.
  2. Disfungsi HIPERTONIK (“incoordinate uterine dysfunction”)
    • Basal tonus meningkat dan atau
    • Kekacauan dalam gradasi tekanan yang ditimbulkan oleh his ; akibat tekanan yang ditimbulkan oleh his di uterus bagian tengah  lebih besar daripada yang dihasilkan oleh uterus bagian fundus dan atau adanya peristiwa asinkronisme dari rangsang yang berasal dari bagian cornu uterus.
clip_image002
Kontraksi uterus hipotonik
clip_image002[5]
Kontraksi uterus hipertonik

GANGGUAN FASE AKTIF
Gangguan persalinan secara klinis dibagi menjadi :
  • Lebih lambat dari kemajuan persalinan yang normal (“protraction disorder”) dan atau
  • Terhentinya kemajuan persalinan (“arrest disorder”)
  • Persalinan kala I fase aktif bila dilatasi servik sudah mencapai sekurang-kurangnya 3 – 4 cm

“Active phase arrest”
Handa dan Laros (1993) : Active-phase arrest adalah bila dalam waktu ≥ 2 jam tidak terdapat kemajuan pada dilatasi servik
Angka kejadian : 5% pada nulipara dengan kehamilan aterm (menurut Friedman pada tahun 1978, angka kejadian ini tidak berubah sejak tahun 1950 )
His tidak adekwat adalah bila kekuatannya < 180 Montevideo Unit dan keadaan ini terdapat pada 80% kasus terhentinya fase aktif [“active-phase arrest”].

“Protraction disorder”
Definisi keadaan ini lebih sulit ditentukan.
WHO : dalam partograf dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan “protraction” adalah kecepatan dilatasi servik < 1 cm per jam untuk waktu minimum 4 jam.
Kriteria “active phase arrest” dan “protraction disorder” menurut American College of Obstetricians and Gynecologist dapat dilihat pada tabel berikut :

image
image

Sebelum menegakkan diagnosa “arrest” selama persalinan kala  maka kedua kriteria berikut harus dipenuhi:
  1. Dilatasi servik sudah lebih dari 4 cm.
  2. His dengan kekuatan 200 Montevideo Unit selama 10 menit sudah berlangsung selama 2 jam tanpa diikuti dengan perubahan pada servik.

GANGGUAN PERSALINAN KALA II

Desensus kepala terutama terjadi setelah dilatasi servik lengkap.
Sebagian besar dari “seven cardinal movement of labor” berlangsung pada kala II.
Akibat dari adanya kelainan CPD umumnya terlihat pada kala II.
Batas waktu kala II pada nulipara adalah 2 jam (3 jam pada kasus dengan anestesi regional) dan pada multipara adalah 1 jam (2 jam pada kasus dengan anestesi regional).

DERAJAT PENURUNAN (station) PADA AWAL PERSALINAN
Engagemen = desensus diameter biparietal janin sampai setinggi spina ischiadica maternal (station 0).
Terdapat kaitan erat antara bagian terendah janin yang masih tinggi saat memasuki persalinan dengan kejadian distosia yang akan terjadi.
Gangguan “protracted” dan atau “arrest” sering terjadi pada pasien yang memasuki persalinan dengan station lebih dari +1 .
ETIOLOGI PENYEBAB DISFUNGSI UTERUS

  1. Analgesia epidural
  2. Chorioamnionitis
  3. Posisi ibu selama persalinan
  4. Posisi persalinan pada kala II

Tidak ada komentar:

Posting Komentar