Jumat, 23 Maret 2012

“STANDARDIZIED PATIENT”

 

APA YANG DIMAKSUD DENGAN SP – standardized patient ?

SP adalah individu yang dirancang dan dilatih untuk mampu memperlihatkan tanda-tanda (“sign”) atau keluhan (“symptom”) tertentu dari satu jenis kondisi medik yang diujikan.
SP adalah sesosok tubuh individu yang disimulasikan sebagai sesosok pasien dengan kondisi medik tertentu untuk kepentingan latihan atau ujian ketrampilan klinik..
Pilihan SP didasarkan pada kecerdasan dan perhatian dari individu terpilih terhadap kegiatan OSCE. SP bertindak sebagai aktor atau aktris yang bekerja secara profesional dan sukarela.
TAPteaching associate professional adalah SP yang dilatih khusus untuk memperagakan aktivitas tertentu guna pemeriksaan fisik terhadap tubuhnya.
SP untuk OSCE tidak hanya disiapkan untuk kegiatan anamnesa namun juga diharapkan dapat memperlihatkan “body language”, emosi atau kepribadian tertentu sesuai yang diharapkan. Masing-masing SP telah dilatih secara benar sehingga seorang dokter yang telah memiliki ketrampilan sekalipun tidak akan dengan mudah menghadapinya.
Pikiran menggunakan SP dikembangkan oleh Dr.Howard S Barrows seorang neurologis. Saat ini seluruh Fakultas Kedokteran di USA telah menggunakan SP untuk pengajaran atau ujian di Fakultas Kedokteran. SP tidak dapat menggantikan pasien nyata. Mereka hanya merupakan sumber pembelajaran realistik bagi mahasiswa yang sedang belajar ketrampilan anamnesa dan pemeriksaan klinik sebelum mereka kelak berhadapan langsung dengan pasien yang sebenarnya.

 

KEUNTUNGAN PENGGUNAAN SP

  • SP sebanding dengan pasien sebenarnya (valid).
  • SP dapat berperan “standard” dan dapat diulang (reliable).
  • SP tersedia setiap saat dan dimana saja (convenient).
  • Fakultas dapat menentukan dan mengendalikan tingkat kesulitan dari “encounter clinic”.
  • Penggunaan SP menghindari ketidaknyamanan (“inconvenience”), gangguan (“uncomfortable”) atau bahaya (“harm”) pada pasien yang nyata.
  • “encounter clinic” dengan SP meminimalisir kecemasan mahasiswa
  • SP dapat memberi umpan balik yang bersifat segera dan konstruktif.
Untuk kepentingan praktek perlu disusun satu program pelatihan tertentu dan SP dapat merupakan satu jenis pekerjaan untuk pendidikan yang bersifat profesional.
Pusat Ketrampilan Klinik adalah “wadah” klinik dengan 10 Ruang Pemeriksaan dan satu ruang Pusat Pengawasan. Ruang Pemeriksaan dilengkapi dengan meja pemeriksaan – instrumen diagnostik - tempat cuci tangan dan sabun – sarung tangan dan kertas pengering.
Ruang Klinik juga dilengkapi dengan kamera monitor dan audio serta perlengkapan umpan balik.
Ruang Pengawasan adalah ruangan yang dilkengkapi dengan 10 monitor berwarna untuk Ruang Pemeriksaan – “head set” – video recorder dan mikrofon.
Kunci untuk dapat berinteraksi dengan SP adalah berhubungan dengan mereka sebagaimana layaknya seorang ‘pasien nyata” dengan kondisi medik tertentu.
SP tidak boleh melakukan interupsi terhadap mahasiswa atau memberi informasi terhadap mahasiswa. Mahasiswa tidak boleh berkomunikasi dengan SP diluar konteks hubungan pasien – dokter. Tindakan tersebut sangat memalukan baik bagi SP maupun mahasiswa.
Panduan “Time-In” dan “Time-Out.
Pada saat SP digunakan pada sesi pembelajaran pada kelompok kecil, maka dapat digunakan format “Time-In dan Time Out” . Panduan untuk itu sangat sederhana.
Bisa dibayangkan bahwa SP sedang duduk dalam Ruang Klinik, menunggu saat kedatangan mahasiswa. SP tidak mengenal kelompok yang akan menemuinya sampai dia berperan sebagai “pasien”
Satu mahasiswa memulai wawancara dengan memperkenalkan dirinya dan menanyakan alasan kunjungan pasien (keluhan utama)
Bila mahasiswa dalam “station” menjadi tidak nyaman atau tak tahu lagi apa yang diucapkan maka dia dapat memberikan tanda “time-out”. SP akan segera menghentikan perannya dan bersikap seolah olah sedang menunggu dokter. Bila mahasiswa bersangkutan sudah siap untuk melanjutkan wawancara maka dia akan memberikan tanda “Time-In”
Mahasiswa dapat meminta bantuan dalam periode “Time Out” namun tidak untuk waktu yang lama.
Bila instruktur memerlukan waktu untuk memperbaiki atau menekankan suatu hal, maka dia juga dapat memberi tanda “Time-Out”
Hanya fasilitator atau mahasiswa dalam “station” yang dapat meminta “Time-Out”
Setelah semua mahasiswa melakukan wawancara, instruktur akan meminta SP untuk meninggalkan ruangan kelas dan mulai memberikan umpan balik pada mahasiswa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar