Minggu, 27 Desember 2009

DILATASI & KURETASE

cilation and curretege Tindakan ginekologik untuk mengakhiri kehamilan pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu disebut sebagai aborsi yang dikerjakan melalui tindakan kuretase tanpa atau disertai dengan dilatasi kanalis servikalis terlebih dulu ( D & C ).

Aborsi elektif atau “voluntary” adalah terminasi kehamilan sebelum “viability” atas kehendak pasien dan tidak berdasarkan alasan medik.

Indikasi

pengosongan uterus pada kehamilan kurang dari 20 minggu :

  1. Menghentikan perdarahan pervaginam pada peristiwa abortus spontan
  2. Kematian janin intra uterine ( IUFE-intra uterine fetal death)
  3. Kelainan kongenital berat yang menyebabkan gangguan anatomis atau gangguan mental hebat
  4. Mola hidatidosa
  5. Kelainan medik yang menyebabkan seorang wanita tidak boleh hamil:
    1. Penyakit jantung,
    2. Penyakit hipertensi yang berat,
    3. Carcinoma cervix invasif
  6. [Psikososial misalnya pada korban perkosaan atau “incest” yang menjadi hamil]
  7. [Kegagalan kontrasepsi]

Persiapan tindakan:

  1. Anamnesa, pemeriksaan umum dan pemeriksaan ginekologik
  2. Penjelasan mengenai prosedur pelaksanaan tindakan dan komplikasi yang mungkin terjadi
  3. Penentuan jenis kontrasepsi yang akan digunakan pasca tindakan
  4. “Informed consent” dari pasien dan suami [atau keluarga]

TEHNIK ABORSI

Pembedahan

  1. Dilatasi servik yang dilanjutkan dengan evakuasi:
    1. Kuretase
    2. Aspirasi vakum (suction curettage)
    3. Dilatasi dan evakuasi
    4. Dilatasi dan ekstraksi
  2. Menstrual aspiration
  3. Laparotomi:
    1. Histerotomi
    2. Histerektomi

Medikamentosa

  1. Oksitosin intravena
  2. Cairan hiperosmolar intra amniotik:
    1. Saline 20%
    2. Urea 30%
  3. Prostaglandine E2, F2α, E1 dan analoognya
    1. Injeksi intra amniotik
    2. Injeksi ekstra ovular
    3. Insersi vagina
    4. Injeksi parenteral
    5. Peroral
  4. Antiprogesterone- RU 486 ( mifepristone) dan epostane
  5. Methrotexate- intramuskular dan peroral
  6. Kombinasi bahan-bahan diatas

Perbandingan antara Tehnik Pembedahan dengan tehnik Medikamentosa :

Tehnik

ABORSI MEDIKAMENTOSA

Tehnik

ABORSI BEDAH

Bukan prosedur yang invasif

Selalu tidak menggunakan anaesthesia

Memerlukan lebih dari dua kunjungan

Berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu

Dapat digunakan pada awal kehamilan

Angka keberhasilan 95%

Memerlukan tindak lanjut untuk memastikan bahwa telah terjadi abortus secara lengkap

Memerlukan partisipasi dari pasien pada semua langkah terapi

Prosedur invasif

Bila dipandang perlu, dapat diberikan sedasi / anestesi

Umumnya hanya satu kali kunjungan saja

Berlangsung dalam waktu yang tidak dapat diramalkan

Dapat digunakan pada awal kehamilan

Angka keberhasilan 99%

Tidak selalu memerlukan tindak lanjut untuk memastikan bahwa abortus sudah lengkap

Partisipasi pasien hanya pada satu tahapan saja

DILATASI DAN KURETASE

  1. Bila masih memungkinkan dan dianggap perlu, tindakan untuk memperlebar kanalis servikalis dilakukan dengan pemasangan batang laminaria dalam kanalis servikalis dalam waktu maksimum 12 jam sebelum tindakan kuretase.
  2. Dilatasi juga dapat dilakukan dengan dilatator Hegar yang terbuat dari logam dari berbagai ukuran (antara 0.5 cm sampai 1.0 cm)
  3. Setelah persiapan operator dan pasien selesai, pasien diminta untuk berbaring pada posisi lithotomi setelah sebelumnya mengosongkan vesica urinaria.
  4. Perineum dibersihkan dengan cairan antiseptik
  5. Dilakukan pemeriksaan dalam ulangan untuk menentukan posisi servik, arah dan ukuran uterus serta keadaan adneksa
  6. Spekulum dipasang dan bibir depan porsio dijepit dengan 1 atau 2 buah cunam servik.

clip_image002

Gambar 11.1 : Spekulum vagina dipasang dan dipegang oleh asisten, sonde uterus dimasukkan kedalam cavum uteri untuk menentukan arah dan kedalaman uterus

clip_image002[4]

Gambar 11.2 : Dilatator hegar dijepit diantara ibu jari da jari telunjuk tangan kanan dan dimasukkan kedalam uterus secara hati-hati dan sistematis (mulai dari ukuran diameter terkecil

  1. Gagang sonde dipegang antara ibu jari dan telunjuk tangan kanan dan kemudian dilakukan sondage untuk menentukan arah dan kedalaman uterus
  2. Bila perlu dilakukan dilatasi dengan dilatator Hegar
  3. Jaringan sisa kehamilan yang besar diambil terlebih dulu dengan cunam abortus
  4. Sendok kuret dipegang diantara ujung jari dan jari telunjuk tangan kanan ( hindari cara memegang sendok kuret dengan cara menggenggam ), sendok dimasukkan ke kedalam uterus dalam posisi mendatar dengan lengkungan yang menghadap atas.

clip_image002[8]

Gambar 11.3 : Sendok uterus dimasukkan secara mendatar dengan lengkungan menghadap atas dan kuretase dikerjakan secara sistematis ( searah jarum jam dan meliputi seluruh cavum uteri )

clip_image002[10]

Gambar 11.4 : Pengeluaran sisa kehamilan

Regimen Aborsi Medikamentosa Untuk Kehamilan Muda :

  • Mifepristone + Misoprostol
    • Mifepristone 100 – 600 mg p.o diikuti dengan
    • Misoprostol 400ug p.o atau 800 ug per vaginam dalam waktu 6 – 72 jam
  • Methrotexate + Misoprostol
    • Methrotexate 50 mg/m2 i.m atau p.o, diikuti dengan :
    • Misoprostol 800 ug per vaginam dalam waktu 3 – 7 hari dan bila perlu diulang dalam waktu 1 minggu kemudian setelah pemberian methrotexate pertama

( Data dari ACOG 2001b, Borgatta 2001; Creinin 2001,2004 ; Pymar 2001, Schaff 2000, von Hertzen 2003; Wiebe 1999, 2002 )

ABORSI PADA TRIMESTER KEDUA

METODE NON INVASIF

  1. Oksitosin intravena dosis tinggi
  2. Prostaglandine E2 suppositoria
  3. Prostaglandine E1 (misoprostol) peroral

OKSITOSIN DOSIS TINGGI

  • Berhasil pada 80 – 90% kasus
  • Pemberian 50 unit oksitosin dalam 500 ml PZ selama 3 jam

PROSTAGLANDINE E2

  • 20 mg Prostaglandine E2 intravaginal pada fornix posterior
  • Efek samping : mual dan muntah, demam dan diare

PROSTAGLANDINE E1

  • 600 ug intra vagina diikuti dengan pemberian 400 ug setiap 4 jam
  • Ramsey dkk (2004) : tehnik ini lebih efektif dibandingkan oksitosin infuse dosis tinggi

Rujukan :

  • Cunningham FG (editorial) : Induction of labor in “William Obstetrics” 22nd ed p 536 – 545 , Mc GrawHill Companies 2005

Jumat, 25 Desember 2009

PEMERIKSAAN FORENSIK PADA KASUS PERKOSAAN & DELIK ADUAN LAIN

kuliah dari : dr. Djaja Surja Atmadja

PENDAHULUAN

image Dalam beberapa tahun terakhir ini kita kerapkali membaca berita mengenai kasus perkosaan atau perampokan/ pembunuhan yang disertai perkosaan.

Kasus-kasus semacam ini biasanya memiliki nilai berita yang tinggi dan akan diliput oleh berbagai mediamassa. Di pihak lain, masyarakat yang mengetahui berita semacam ini umumnya ikut terlibat dan seringkali merasa gemas dan mengutuk perbuatan itu.

Protes masyarakat dimanifestasikan dalam tulisan surat pembaca di berbagai media cetak. Telah sering kita baca bahwa masyarakat mengusulkan agar sanksi hukum terhadap pelaku perkosaan diperberat karena masyarakat merasa bahwa hukuman yang dijatuhkan oleh hakim terlalu ringan.

Dalam tulisan ini ingin dibahas mengenai aspek medis dan hukum dari delik perkosaan dan delik susila lainnya khususnya dari aspek pembuktiannya.

KENDALA PEMBUKTIAN

Dalam sistim peradilan yang dianut negara kita, seorang hakim tidak dapat menjatuhkan hukuman kepada seseorang terdakwa kecuali dengan sekurangnya dua alat bukti yang sah ia merasa yakin bahwa tindak pidana itu memang telah terjadi (pasal 183 KUHAP) .

Sedang yang dimaksud dengan alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa (pasal 184 KUHAP).

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka pada suatu kasus perkosaan dan delik susila lainnya perlu diperjelas keterkaitan antara bukti bukti yang ditemukan :

  1. Tempat kejadian perkara,
  2. Tubuh atau pakaian korban,
  3. Tubuh atau pakaian pelaku dan
  4. Pada alat yang digunakan pada kejahatan ini ( penis ).

Keterkaitan antara 4 faktor inilah yang seringkali dijabarkan dalam prisma (segiempat) bukti dan merupakan salah satu hal yang dapat menimbulkan keyakinan hakim.

Pada banyak kasus perkosaan keterkaitan empat faktor ini tidak jelas atau tidak dapat ditemukan sehingga mengakibatkan tidak timbul keyakinan pada hakim yang bermanifestasi dalam bentuk hukuman yang ringan dan sekadarnya.

Beberapa hal yang dapat mengakibatkan terjadinya hal ini adalah hal-hal sbb:

  1. Masalah keutuhan barang bukti.
  2. Masalah tehnis pengumpulan benda bukti
  3. Masalah tehnis pemeriksaan forensik dan laboratorium
  4. Masalah pengetahuan dokter pemeriksa
  5. Masalah pengetahuan aparat penegak hukum

Masalah keutuhan barang bukti

Seorang korban perkosaan setelah kejadian yang memalukan tersebut umumnya akan merasa jijik dan segera mandi atau mencuci dirinya bersih-bersih. Seprei yang mengandung bercak mani atau darah seringkali telah dicuci dan diganti dengan seprei yang baru sebelum penyidik tiba di TKP.

Lantai yang mungkin mengandung benda bukti telah disapu dan dipel terlebih dahulu agar "rapi " kelihatannya bila polisi datang. Ketika korban akan dibawa ke dokter untuk diperiksa dan berobat seringkali ia mandi dan / atau mengganti pakaiannya terlebih dahulu dengan yang baru dan bersih.

Hal-hal semacam ini tanpa disadari akan menyebabkan hilangnya banyak benda bukti seperti cairan/bercak mani, rambut pelaku, darah pelaku dsb yang diperlukan untuk pembuktian di pengadilan.

Adanya kelambatan korban untuk melapor ke polisi karena perasaan malu dan ragu-ragu juga menyebabkan hilangnya benda bukti karena berlalunya waktu.

Masalah teknis penqumpulan benda bukti

Pengolahan TKP dan tehnik pengambilan barang bukti merupakan hal yang amat mempengaruhi pengambilan kesimpulan. Pada suatu kejadian perkosaan dan delik susila lainnya penyidik mencari sebanyak mungkin benda bukti yang mungkin ditinggalkan di TKP seperti adanya sidikjari, rambut, bercak mani pada lantai, seprei atau kertas tissue di tempat sampah dsb.

Tidak dilakukannya pencarian benda bukti, baik akibat kurangnya pengetahuan, kurang pengalaman atau kecerobohan, dapat mengakibatkan hilangnya banyak data yang penting untuk pengungkanan kasus.

Pada pemeriksaan terhadap tubuh korban cara pengambilan sampel usapan vagina yang salah juga dapat menyebabkan hasil negatif palsu.

Pada persetubuhan dengan melalui anus (sodomi) pengambilan bahan usapan dengan kapas lidi bukan dilakukan dengan mencolokkan lidi ke dalam liang anus saja tetapi harus dilakukan juga pada sela-sela lipatan anus, karena pada pengambilan yang pertama yang akan didapatkan umumnya adalah tinja dan bukan sperma.

Adanya bercak mani pada kulit, bulu kemaluan korban yang menggumpal atau pakaian korban, adanya rambut pada sekitar bulu kemaluan korban, adanya bercak darah atau epitel kulit pada kuku jari (jika korban sempat mencakar pelaku) adalah hal-hal yang tak boleh dilewatkan pada pemeriksaan.

Masalah teknis pemeriksaan forensik dan laboratorium

Kemampuan pemeriksaan pusat pelayanan perkosaan berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lainnya. Suatu klinik yang tidak melakukan pemeriksaan sperma sama sekali tentu tak dapat membedakan antara robekan selaput dara atau robekan akibat benda tumpul pada masturbasi. Klinik yang hanya melakukan pemeriksaan sperma langsung saja tentu tak dapat membedakan tidak adanya persetubuhan dengan persetubuhan dengan ejakulasi dari orang yang tak memiliki sel sperma (pasca vasektomi atau mandul tanpa sel sperma).

Suatu klinik yang hanya melakukan pemeriksaan sperma dengan uji fosfatase asam saja misalnya tentu hanya dapat menghasilkan kesimpulan terbatas: ini pasti bukan sperma atau ini mungkin sperma

Tetapi jika klinik tersebut juga melakukan pemeriksaan lain seperti uji PAN, Berberio, Florence, pewarnaan Baechi atau Malachite green maka kesimpulan yang dapat ditariknya adalah: pasti sperma, cairan mani tanpa sperma (pelakunya mandul tanpa sel sperma atau sudah disterilisasi) atau pasti bukan sperma. Lihat tabel.

Pemeriksaan pada kasus perkosaan untuk pencarian pelaku dilakukan dengan melakukan pemeriksaan pada bahan rambut atau bercak cairan mani, bercak/cairan darah atau kerokan kuku. Pemeriksaan yang dilakukan diantaranya adalah pemeriksaan pola permukaaan luar (kutikula) rambut, peme .riksaan golongan darah dan pemeriksaan sidik DNA.

Pemeriksaan sidik DNA yang dilakukan pada bahan yang berasal dari usapan vagina korban bukan saja dapat mengungkapkan pelaku perkosaan secara pasti, tetapi juga dapat mendeteksi jumlah pelaku pada kasus perkosaan dengan banyak pelaku (salome).

Pemeriksaan golongan darah dan sidik DNA atas bahan kerokan kuku (jika korban sempat mencakar) juga dapat digunakan untuk mencari pelakunya.

Jika hanya pemeriksaan golongan darah yang akan dilakukan pada bahan usapan vagina, maka bahan liur dari korban dan tersangka pelaku perlu juga diperiksa golongan darahnya untuk menentukan golongan sekretor atau non sekretor.

Orang yang termasuk golongan sekretor (sekitar 85 -06 dari populasi) pada cairan tubuhnya terdapat substansi golongan darah. Kelompok orang ini jika melakukan perkosaan akan meninggalkan cairan mani dan golongan darahnya sekaligus pada tubuh korban.

Sebaliknya orang yang termasuk golongan non-sekretor (15 % dari populasi)jika memperkosa hanya akan meninggalkan cairan mani saja tanpa golongan darah. Dengan demikian jika pada tubuh korban ditemukan adanya substansi golongan darah apapun, maka yang bersangkutan tetap harus dicurigai sebagai tersangkanya.

Adanya pemeriksaan sidik DNA telah mempermudah penyimpulan karena tidak dikenal adanya istilah sekretor dan non~sekretor pada pemeriksaan DNA. Dalam hal tersangka pelaku tertangkap basah dan belum sempat mencuci penisnya, maka secara konvensional leher kepala penisnya dapat diusapkan ke gelas obyek dan diberi uap lugol. Adanya sel epitel vagina yang berwarna coklat dianggap merupakan bukti bahwa penis itu baru ‘bersentuhan' dengan vagina alias baru bersetubuh. Laporan terakhir pada tahun 1995, menunjukkan bahwa gambaran epitel ini tak dapat diterima lagi sebagai bukti adanya epitel vagina, karena epitel pria baik yang normal maupun yang sedang mengalami infeksi kencing juga mempunyai epitel dengan gambaran yang sama.

Pada saat ini jika seorang pria diduga baru saja bersetubuh, maka kepala dan leher penisnya perlu dibilas dengan larutan NaCl. Air cucian ini selanjunya diperiksa ada tidaknya sel epitel secara mikroskopik dan jika ada maka pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan DNA dengan metode PCR (polymerase chain reaction)

Masalah pengetahuan dokter pemeriksa

Pada saat ini akibat kelangkaan dokter forensik, maka kasus perkosaan dan delik susila lainnya ditangani oleh dokter kebidanan atau bahkan dokter umum. Sebagai dokter klinik yang tugasnya terutama mengobati orang sakit, maka biasanya yang menjadi prioritas utama adalah mengobati korban. Ketidaktahuan mengenai prinsip-prinsip pengumpulan benda bukti dan cara pemeriksaannya membuat banyak bukti penting terlewatkan dan tak terdeteksi selama pemeriksaan.

Umumnya dokter kebidanan hanya memeriksa ada tidaknya luka di sekitar kemaluan, karena merasa hanya daerah inilah bidang keahliannya. Akibatnya tanda kekerasan didaerah lainnya tidak terdeteksi. Pemeriksaan toksikologi atas bahan darah atau urin untuk mendeteksi kekerasan berupa membuat korban pingsan atau tidak berdaya dengan obat-obatan umumnya tak pernah dilakukan.

Pemeriksaan ada tidaknya cairan mani biasanya hanya dilakukan dengan pemeriksaan langsung saja, sehingga adanya cairan mani tanpa sperma tak mungkin dideteksi. Pemeriksaan kearah pembuktian pelaku seiauh ini boleh dikatakan tak pernah dilakukan karena masih dianggap bukan kewajiban dokter. Dengan demikian selama ini dasar dari tuduhan terhadap pelaku perkosaan umumnya adal,ah hanya dari kesaksian korban dan pengakuan tersangka saja, padahal kedua alat bukti ini seringkali sulit dipercaya karena sifatnya yang subyektif.

Masalah pengetahuan aparat penegak hukum

Pada kasus-kasus semacam ini arah penyidikan harus jelas arahnya agar pengumpulan bukti menjadi terarah dan tajam pula. Kesalahan dalam membuat tuduhan, misalnya akan dapat membuat tersangka menjadi bebas sama sekali. Jika penyidik, jaksa serta hakim hanya menganggap perlu mencari alat bukti berupa pengakuan terdakwa dan mengabaikan pembuktian secara ilmiah lewat pemeriksaan medis dan kesaksian ahli maka tentunya pembuktian dilakukan seadanya.

PENENTUAN JENIS DELIK

Suatu laporan tentang seorang yang disetubuhi atau dilecehkan secara seksual oleh seseorang lainnya tidak selalu berarti kasusnya adalah perkosaan. Untuk kasus-kasus semacam ini kita harus memilah termasuk kategori delik yang manakah kasus tersebut, yang masing masing mempunyai kriteria dan hukuman yang berbeda satu sama lain.

Perkosaan

Menurut KUHP pasal 285 perkosaan adalah dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menyetubuhi seorang wanita di luar perkawinan. Termasuk dalam kategori kekerasan disini adalah dengan sengaja membuat orang pingsan atau tidak berdaya (pasal 89 KUHP).

Hukuman maksimal untuk delik perkosaan ini adalah 12 tahun penjara.

Persetubuhan diluar perkawinan

Persetubuhan diluar perkawinan antara pria dan wanita yang berusia diatas 15 tahun tidak dapat dihukum kecuali jika perbuatan tersebut dilakukan terhadap wanita yang dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya.

Untuk perbuatan yang terakhir ini pelakunya dapat dihukum maksimal 9 tahun penjara (pasal 286 KUHP) jika persetubuhan dilakukan terhadap wanita yang diketahui atau sepatutnya dapat diduga berusia dibawah 15 tahun atau belum pantas dikawin maka pelakunya dapat diancam hukuman penjara maksimal 9 tahun.

Untuk penuntutan ini harus ada pengaduan dari korban atau keluarganya (pasal 287 KUHP) . Khusus untuk yang usianya dibawah 12 tahun maka untuk penuntutan tidak diperlukan adanya pengaduan.

Perzinahan

Perzinahan adalah persetubuhan antara pria dan wanita diluar perkawinan, dimana salah satu diantaranya telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya.

Khusus untuk delik ini penuntutan dilakukan oleh pasangan dari yang telah kawin tadi yang diajukan dalam 3 bulan disertai gugatan cerai/pisah kamar/pisah ranjang. Perzinahan ini diancam dengan hukuman pen]ara selama maksimal 9 bulan.

Perbuatan cabul

Seseorang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, maka ia diancam dengan hukuman penjara maksimal 9 tahun (pasal 289 KUHP).

Hukuman perbuatan cabul lebih ringan, yaitu 7 tahun saja jika perbuatan cabul ini dilakukan terhadap orang yang sedang pingsan, tidak berdaya. berumur dibawah 15 tahun atau belum pantas dikawin dengan atau tanpa bujukan (pasal 290 KUHP). Perbuatan cabul yang dilakukan terhadap orang yang belum dewasa oleh sesama jenis diancam hukuman penjara maksimal 5 tahun (pasal 291 KUHP).

Perbuatan cabul yang dilakukan dengan cara pemberian, menjanjikan uang atau barang, menyalahgunakan wibawa atau penyesatan terhadap orang yang belum dewasa diancam dengan hukuman penjara maksimal 5 tahun (pasal 293 KUHP) .

Perbuatan cabul yang dilakukan terhadap anak, anak tiri, anak angkat, anak yang belum dewasa yang pengawasan, pemeliharaan, pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya, dengan bujang atau bawahan yang belum dewasa diancam dengan hukuman penjara maksimal 7 tahun.

Hukuman yang sama juga diberikan pada pegawai negeri yang melakukan perbuatan cabul dengan bawahan atau orang yang penjagaannya dipercayakan kepadanya, pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau pesuruh dalam penjara, tempat peker]aan negara, tempat pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau lembaga sosial yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya (pasal 294 KUHP).

Orang yang dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan, menjadi penghubung bagi perbuatan cabul terhadap korban yang belum cukup umur diancam dengan hukuman penjara maksimal 5 tahun (pasal 295 KUHP).

Jika perbuatan ini dilakukan sebagai pencarian atau kebiasaan maka ancaman hukumannya satu tahun 4 bulan atau denda paling banyak Rp. 15.000,-

PEMERIKSAAN KORBAN

image Jika korban dibawa ke dokter untuk mendapatkan pertolongan medis, maka dokter punya kewajiban untuk melaporkan kasus tersebut ke polisi atau menyuruh keluarga korban untuk melapor ke polisi.

Korban yang melapor terlebih dahulu ke polisi pada akhirnya juga akan dibawa ke dokter untuk mendapatkan pertolongan medis sekaligus pemeriksaan forensik untuk dibuatkan visum et repertumnya.

Sebagai dokter klinis, pemeriksa bertugas menegakkan diagnosis dan melakukan pengobatan. Adanya kemungkinan terjadinya kehamilan atau penyakit akibat hubungan seksual (PHS) harus diantisipasi dan dicegah dengan pemberian obat-obatan. Pengobatan terhadap luka dan keracunan harus dilakukan seperti biasanya. Pengobatan secara psikiatris untuk penanggulangan trauma pasca perkosaan juga sangat diperlukan untuk mengurangi penderitaan korban. Sebagai dokter forensik pemeriksa bertugas mengumpulkan berbagai. bukti yang berkaitan dengan pemenuhan unsur-unsur delik seperti yang dinyatakan oleh undang-undang, dan menyusun laporan visum et repertum.

Secara umum dokter bertugas mengumpulkan bukti adanya kekerasan, keracunan, tanda persetubuhan, penentuan usia korban dan pelacakan benda bukti yang berasal dari pelaku. Pencarian benda-benda bukti yang berasal dari pelaku pada tubuh atau pakaian korban dan tempat kejadian perkara merupakan hal penting yang paling sering dilupakan oleh dokter.

Pada kasus perkosaan dan delik susila lainnya perlu dikumpulkan informasi-informasi sebagai berikut :

Umur korban

Umur korban amat perlu ditentukan pada pemeriksaan medis, karena hal itu menentukan jenis delik (delik aduan atau bukan), jenis pasal yang dilanggar dan jumlah hukuman yang dapat dijatuhkan.

Dalam hal korban mengetahui secara pasti tanggal lahirnya/umurnya, apalagi jika dikuatkan oleh bukti diri (KTP,SIM dsb) , maka umur dapat langsung disimpulkan dari hal tersebut.

Akan tetapi jika korban tak mengetahui umurnya secara pasti maka perlu diperiksa erupsi gigi molar II dan molar III. Gigi molar II mengalami erupsi pada usia kurang lebih 12 tahun, sedang gigi molar III pada usia 17 sampai 21 tahun. Untuk wanita yang telah tumbuh molar IInya, perlu dilakukan foto ronsen gigi. Jika setengah sampai seluruh mahkota molar III sudah mengalami mineralisasi (terbentuk) , tapi akarnya belum maka usianya kurang dari 15 tahun.

Kriteria sudah tidaknya wanita mengalami haid pertama atau menarche tak dapat dipakai untuk menentukan umur karena usia menarch saat ini tidak lagi pada usia 15 tahun tetapi seringkali jauh lebih muda dari itu.

Tanda kekerasan

Yang dimaksud dengan kekerasan pada delik susila adalah kekerasan yang menunjukkan adanya unsur pemaksaan, seperti jejas bekapan pada hidung, mulut dan bibir, jejas cekik pada leher, kekerasan pada kepala, luka lecet pada punggung atau bokong akibat penekanan, memar pada lengan atas dan paha akibat pembukaan secara paksa, luka lecet pada pergelangan tangan akibat pencekalan dsb.

Adanya luka-luka ini harus dibedakan dengan luka-luka akibat "foreplay" pada persetubuhan yang "biasa" seperti luka isap (cupang) pada leher, daerah payudara atau sekitar kemaluan, cakaran pada punggung (yang sering -terjadi saat orgasme) dsb.

Luka-luka yang terakhir ini memang merupakan kekerasan tetapi bukan kekerasan yang dimaksud pada delik perkosaan. Adanya luka-luka jenis ini harus dinyatakan secara jelas dalam kesimpulan visum et repertum untuk menghindari kesalahan interpretasi oleh aparat penegak hukum.

Tanpa adanya kejelasan ini suatu kasus persetubuhan biasa bisa disalahtafsirkan sebagai perkosaan yang berakibat hukumannya menjadi lebih berat.

Pemeriksaan toksikologi untuk beberapa jenis obat-obatan yang umum digunakan untuk membuat orang mabuk atau pingsan perlu pula dilakukan, karena tindakan membuat orang mabuk atau pingsan secara sengaja dikategorikan juga sebagai kekerasan. Obat-obatan yang perlu diperiksa adalah obat penenang, alkohol, obat tidur, obat perangsang (termasuk ecstasy) dsb.

Tanda persetubuhan

Tanda persetubuhan secara garis besar dapat dibagi dalam tanda penetrasi dan tanda ejakulasi.

Tanda penetrasi biasanya hanya jelas ditemukan pada korban yang masih kecil atau belum pernah melahirkan atau nullipara. Pada korban-korban ini penetrasi dapat menyebabkan terjadinya robekan selaput dara sampai ke dasar pada lokasi pukul 5 sampai 7, luka lecet, memar sampai luka robek baik di daerah liang vagina, bibir kemaluan maupun daerah perineum. Adanya penyakit keputihan akibat jamur Candida misalnya dapat menunjukkan adanya erosi yang dapat disalah artikan sebagai luka lecet oleh pemeriksa yang kurang berpengalaman. Tidak ditemukannya luka-luka tersebut pada korban yang bukan nulipara tidak menyingkirkan kemungkinan adanya penetrasi.

Tanda ejakulasi bukanlah tanda yang harus ditemukan pada persetubuhan, meskipun adanya ejakulasi memudahkan kita secara pasti menyatakan bahwa telah terjadi persetubuhan. Ejakulasi dibuktikan dengan pemeriksaan ada tidaknya sperma dan komponen cairan mani. Untuk uji penyaring cairan mani dilakukan pemeriksaan fosfatase asam. Jika uji ini negatif, kemungkinan adanya ejakulasi dapat disingkirkan. Sebaliknya jika uji ini positif, maka perlu dilakukan uji pemastian ada tidak sel sperma dan cairan mani.

Usapan lidi kapas diambil dari daerah labia minora, liang vagina dan kulit yang menunjukkan adanya kerak. Adanya rambut kemaluan yang menggumpal harus diambil dengan cara digunting, karena umumnya merupakan akibat ejakulasi di daerah luar vagina.

Untuk mendeteksi ada tidaknya sel mani dari bahan swab dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopik secara langsung terhadap ekstrak atau dengan Pembuatan preparat tipis yang diwarnai dengan pewarnaan malachite green atau christmas tree.

Jika yang akan diperiksa sampel berupa bercak peda pakaian dapat dilakukan pemeriksaan Baechi, dimana adanya sperma akan tampak berupa sel sperma yang terjebak diantara serat pakaian. Sel sperma positip merupakan tanda pasti adanya ejakulasi. Kendala utama pada pemeriksaan ini adalah jika sel sperma telah hancur bagian ekor dan lehernya sehingga hanya tampak kepalanya saja. Untuk mendeteksi kepala sperma semacam ini harus diyakini bahwa memang kepala tersebut masih memiliki topi (akrosom).

Adanya cairan mani dicari dengan pemeriksaan terhadap beberapa komponen sekret kelenjar kelamin pria (khususnya kelenjar prostat) yaitu spermin (dengan uji Florence), cholin (dengan uji Berberio) dan zink (dengan uji PAN) . Suatu temuan berupa sel sperma negatif tapi komponen cairan mani positip menunjukkan kemungkinan ejakulasi oleh pria yang tak memiliki sel sperma (azoospermi) atau telah menjalani sterilisasi atau vasektomi.

Dampak perkosaan

Dampak perkosaan berupa terjadinya gangguan jiwa, kehamilan atau timbulnya penyakit kelamin harus dapat dideteksi secara dini. Khusus untuk dua hal terakhir, pencegahan dengan memberikan pil kontrasepsi serta antibiotic lebih bijaksana dilakukan ketimbang menunggu sampai komplikasi tersebut muncul.

Pelaku perkosaan

Aspek pelaku perkosaan merupakan merupakan aspek yang paling sering dilupakan oleh dokter. Padahal tanpa adanya pemeriksaan kearah ini, walaupun telah terbukti adanya kemungkinan perkosaan. amatlah sulit menuduh seseorang sebagai pelaku pemerkosaan. Untuk mendapatkan informasi ini dapat dilakukan pemeriksaan kutikula rambut dan pemeriksaan golongan darah dan pemeriksaan DNA dari sampel yang positip sperma/maninya.

PEMERIKSAAN DNA DALAM BIDANG KEDOKTERAN FORENSIK

Pertama kali diperkenalkan oleh Jeffrey pada tahun 1985. Beliau menemukan bahwa pita DNA dari setiap individu dapat dilacak secara simultan pada banyak lokus sekaligus dengan pelacak DNA (DNA probe) yang diciptakannya.

Pola DNA ini dapat divisualisasikan berupa urutan pita-pita yang berbaris membentuk susunan yang mirip dengan gambaran barcode pada barang di supermarket. Uniknya ternyata pita-pita DNA ini bersifat spesifik individu, sehingga tak ada orang yang memiliki pita yang sama persis dengan orang lain.

Pada kasus perkosaan ditemukannya pita-pita DNA dari benda bukti atau karban yang ternyata identik dengan pita-pita DNA tersangka menunjukkan bahwa tersangkalah yang menjadi donor sperma tadi. Adanya kemungkinan percampuran antara sperma pelaku dan cairan vagina tidak menjadi masalah, karena pada proses kedua jenis DNA ini dapat dipisahkan satu sama lain. Satu-satunya kesalahan yang mungkin terjadi adalah kalau pelakunya ternyata adalah saudara kembar identik dari si tersangka, karena keduanya memiliki pita DNA yang sama persis.

Perkembangan lebih lanjut pada bidang forensik adalah ditemukannya pelacak DNA yang hanya melacak satu lokus saja (single locus probe) . Berbeda dengan tehnik Jeffreys yang menghasilkan banyak pita, disini pita yang muncul hanya 2 buah saja. Penggunaan metode ini pada kasus perkosaan sangat menguntungkan karena ia dapat digunakan untuk membuat perkiraan jumlah pelaku pada kasus perkosaan dengan pelaku lebih dari satu. Sebagai contoh, jika pita DNA pada bahan usapan vagina ada 6 buah, maka sedikitnya ada (6 : 2) yaitu 3 orang pelaku. Untuk mempertinggi derajat keakuratan pemeriksaan ini, umumnya dilakukan pemeriksaan beberapa lokus sekaligus. Adanya pita yang sama dengan tersangka menunjukkan bahwa tersangka itu adalah pelakunya, sedang pita yang tidak sama menyingkirkan tersangka sebagai pelaku.

Ditemukannya metode penggandaan DNA secara enzimatik (metode Polymerase Chain Reaction atau PCR) oleh kelompok Cetus, membuka lebih banyak kemungkinan pemeriksaan DNA. Dengan metode ini bahan sampel yang amat minim jumlahnya tidak lagi menjadi masalah karena DNAnya dapat diperbanyak jutaan sampai milyaran kali lipat di dalam mesin yang dinamakan mesin PCR atau thermocycler. Dengan metode ini waktu pemeriksaan juga banyak dipersingkat, lebih sensitif serta lebih spesifik pula. Pada metode ini analisis DNA dapat dilakukan dengan sistim dotblot yang berbentuk bulatan berwarna biru, sistim elektroforesis yang berbentuk pita DNA atau dengan pelacakan urutan basa dengan metode sekuensing.

di tulis ulang oleh : 25 Desember 2009

dr.Bambang Widjanarko, SpOG

email : dodo.widjanarko@gmail.com

Rabu, 11 November 2009

MENOPAUSE

dr.Bambang Widjanarko, SpOG

FISIOLOGI

PERUBAHAN OVARIUM DAN HIPOTALAMUS YANG BERPERAN TERHADAP PERUBAHAN
Perimenopause ( klimakterium ) berawal beberapa bulan atau tahun sebelum seorang wanita berhenti  haid. 
Usia rerata menopause adalah 51 tahun pada saat pasokan oosit berhenti. 
Bayi wanita memiliki sekitar 500.000 oosit dalam kedua ovariumnya, 1/3 diantaranya hilang sebelum pubertas dan sebagian besar sisanya hilang pada masa reproduksi. Pada tiap siklus menstruasi, 20 – 30 folikel primordial dalam proses perkembangan dan sebagian besar diantaranya mengalami atresia. Selama masa reproduksi sekitar 400 oosit mengalami proses pematangan dan sebagian besar hilang spontan akibat bertambahnya usia.
Pada masa premenopause, estradiol yang biasanya dihasilkan oleh sel granulosa folikel menjadi berkurang. Proporsi siklus menstrual anovulatoar meningkat dan produksi progesteron juga menurun.

KADAR HORMON PLASMA 1 TAHUN PASCA MENOPAUSE 
Akibat tidak adanya mekanisme umpan balik negatif estrogen maka produksi FSH dan LH akan meningkat, namun produksi hormon hipofisis lain tidak terganggu.
Kadar FSH serum > 30 i.u / L dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa menopause
Androstenedione sirkulasi terutama berasal dari adrenal yang di konversi oleh lemak sel menjadi estron ( jenis estrogen yang lebih lemah dari estradiol ). Setelah menopause, jenis estrogen inilah yang banyak berada dalam sirkulasi dibandingkan estrogen yang berasal dari ovarium.

GEJALA dan TANDA

Presentation2  

PERDARAHAN PERVAGINAM

Perdarahan pervaginam yang tidak teratur sebelum menopause sering merupakan akibat dari siklus haid yang anovulatoar dan keadaan ini harus dinilai lebih lanjut untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma endometrium.
Diagnosa menopause sendiri ditegakkan bila tidak terjadi haid dalam waktu 1 tahun secara berturut turut. 10% perdarahan pasca menopause disebabkan oleh keganasan ginekologi.

HOT FLUSHES

Perasaan subjektif yang tidak enak berupa rasa panas di bagian atas tubuh yang berlangsung sekitar 3 menit. 50 – 85% wanita menopause menunjukkan adanya keluhan vasomotorik ini, namun hanya sekitar 10 – 20% yang mencari pertolongan medis untuk mengatasi keluhan ini.
Keluhan ‘hot flushes’ sering disertai keluhan lain berupa rasa mual, palpitasi , banyak berkeringat dan keluhan ini umumnya berlangsung pada malam hari.
Keluhan ini diduga berasal dari hipotalamus dan terkait dengan pelepasan LH. Diduga bahwa penurunan estrogen akan mengenai sistem alfa-adrenergik sentral yang selanjutnya berakibat pada pusat thermoregulasi dan neuron pelepas LH.
Sekitar 20% wanita mengeluhkan serangan ‘hot flushes’ meskipun masih memperoleh haid secara teratur. Keluhan ‘hot flushes’ mereda setelah tubuh menyesuaikan diri dengan kadar estrogen yang rendah, namun sekitar 25% penderita masih mengeluhkan hal ini sampai lebih dari 5 tahun. Pemberian estrogen eksogen dalam bentuk terapi pengganti hormon efektif dalam meredakan keluhan ‘hot flushes’ pada 90% kasus.

ATROFI UROGENITAL

Sistem genital, urethra dan trigonum vesikalis adalah organ yang bersifat ‘estrogen dependen’ dan secara gradual mengalami atrofi setelah menopause. Penipisan vagina menyebabkan dispareunia dan perdarahan, hilangnya glikogen vagina menyebabkan peningkatan pH yang merupakjan predisposisi infeksi lokal. Inkontinensia urine dapat disebabkan oleh atrofi trigonum vesikalis. Tidak seperti ‘hot flushes’, keluhan atrofi muncul bertahun tahun setelah menopause dan tidak akan membaik secara spontan dengan pemberian estrogen sistemik.

KELUHAN LAIN-LAIN

Sejumlah penelitian memperlihatkan bahwa beberapa keluhan seperti letargi, iritabilitas dapat diatasi dengan memberikan terapi hormonal. Beberapa peneliti, menduga bahwa depresi bukan merupakan akibat penurunan estrogen secara langsung meskipun kenyataannya bahwa pemberian estrogen dapat mengatasi keluhan depresi. Insomnia adalah akibat gejala sering berkeringat dimalan hari , jadi bukan efek langsung dari turunnya kadar estrogen.

EFEK JANGKA PANJANG

Menopause merubah susseptibilitas wanita terhadap penyakit karsinoma mammae – penyakit kardiovaskular dan osteroporosis

KARSINOMA PAYUDARA

Breast_Cancer Meskipun resiko karsinoma payudara meningkat dengan bertambahnya usia, peningkatan resiko menurun setelah menopause.
Resiko karsinoma payudara menurun pada menopause prematur dan meningkat bila menopause berlangsung terlambat ( resiko karsinoma payudara pada wanita yang mengalami menopause pada usia > 50 tahun dua kali lipat dibanding dengan yang terjadi pada usia 40 tahun ) 

PENYAKIT KARDIOVASKULAR

Cardiovascular.Disease Resiko wanita premenopause mengalami penyakit koroner kurang dari 1/5 resiko pada pria dengan usia yang sama. Perbedaan resiko atas dasar gender ini hilang setelah usia 85 tahun. Diduga bahwa estrogen memberikan perlindungan terhadap penyakit vaskular.
Terapi estrogen tunggal pada wanita pasca menopause menurunkan resiko terjadinya penyakit jantung iskemik. Terapi pengganti hormonal pada wanita berupa pil kombinasi pada wanita pasca menopause yang sudah menderita penyakit jantung meningkatkan resiko terjadinya penyakit jantung iskemik.

OSTEOPOROSIS

osteoporosis
Terjadi akselerasi resorbsi tulang oleh osteoklas pada masa menopause. Pada sel tulang terdapat reseptor estrogen dan estrogen memicu osteoblas secara langsung. Calcitonin dan prostaglandin bertindak sebagaia faktor intermediate dalam jalinan antara etsrogen dengan metabolisme tulang.
Dalam waktu 4 tahun pertama setelah menopause terjadi ‘annual loss’ masa tulang sebesar 1 – 3 % dan setelah menurun, menjadi sebesar 0.6% pertahun. Keadaan ini seringkali menyebabkan fraktur terutama pada bagian distal radius, corpus vertebrae dan femur bagian atas.
Wanita dengan berat badan kurang memiliki resiko osteoporosis yang besar oleh karena adanya penurunan konversi androgen menjadi estrogen perifer.

Tua banget  

DIAGNOSIS 
Diagnosa banding :
  • Sindroma premenstruasi
  • Depresi
  • Disfungsi tiroid
  • Kehamilan
  • Phaeochromocytoma
  • Sindroma karsinoid
Gejala vasomotorik dapat disebabkan oleh pemberian antagonis kalsium dan terapi anti depresi jenis trisiklik. 
Diagnosa menopause ditegakkan secara klinis dan dibuat secara retrospektif setelah terjadi amenorea selama 6 – 12 bulan secara berturutan. Bila meragukan dapat dilakukan pemeriksaan FSH           ( diagnosa menopause ditegakkan bila FSH > 30 u.i / L ). Pada masa perimenopause, kadar FSH biasanya normal dan meningkat pada pertengahan siklus.

TERAPI HORMONAL

Suplemen estrogen adalah dasar dari terapi hormonal pengganti meski harus diingat bahwa progesteron juga berperan dalam menghilangkan gejala vasomotorik. Pemberian estrogen dapat secara sistemik dalam bentuk oral tiap hari , ‘patches transdermal’ 1 – 2 kali seminggu atau implan subkutan setiap 6 – 8 bulan. Terdapat berbagai cara pemberian lain berupa ‘nasal spray’ , krim kulit atau cincin vagina.
Apapun cara pemberiannya, harus diingat bahwa progestogen harus disertakan untuk memperkecil resiko karsinoma endometrium akibat pemberian estrogen saja.

PEMBERIAN PERORAL

Pemberian peroral lebih menguntungkan dibandingkan pemberian parenteral terhadap ‘profil lipid’ dimana terjadi peningkatan kadar HDL dan penurunan LDL, namun lebih menimbulkan resiko trombosis.
image Preparat yang diberikan dapat berupa pil estrogen atau kombinasi estrogen dan progesteron secara terus menerus selama 2 tahun pasca menopause.
Sebagai alternatif dari preparat kombinasi estrogen-progesteron adalah TIBOLONE dan RALOXIFENE. Tibolon adalah steroid sintetik dengan sifat estrogen yang lemah.
Raloxifene adalah SERM – Synthetic Selective Estrogen Receptor Modulator yang memiliki efek estrogenik pada tulang dan metabolisme lemak, namun dengan efek minimal pada uterus dan payudara sehingga tidak efektif dalam mengatasi keluhan menopause. Obat ini bermanfaat dalam mencegah osteoporosis dan tidak menyebabkan perdarahan vagina.

PEMBERIAN TRANSKUTAN

image
‘Patch Transdermal’  dapat berisi estrogen atau kombinasi estrogen – progesteron siklis atau kontiyu. Kadang kadang dapat menimbulkan reaksi kulit lokal berupa hiperemia atau vesikel.
Pemberian dengan cara ini dapat menghindarkan efek samping gastro intestinal dan memperkecil efek produksi lipoprotein dan faktor koagulasi oleh hepar.

IMPLAN SUBKUTAN

Estradiol dapat diberikan sebagai implan subkutan di daerah abdomen bagian bawah setiap 5 – 6 bulan

SEDIAAN PERVAGINAM

  • Tablet estradiol
  • Pesarium yang berisi estradiol dosis rendah
  • Pesarium yang mengandung estriol
  • Krim vagina
Sediaan ini bermanfaat untuk kasus vaginitis atropik.

RESIKO dan EFEK SAMPING TERAPI HORMON

  1. Mual
  2. Payudara tegang
  3. Perdarahan uterus
  4. Karsinoma endometrium
  5. Karsinoma payudara
  6. Penyakit tromboemboli vena

KONTRAINDIKASI

  1. Kehamilan
  2. Penyakit tromboemboli
  3. Riwayat trombosis vena  berulang
  4. Penyakit hepar
  5. Perdarahan vagina yang tidak jelas sebabnya
  6. Hipertensi
  7. Pasien dengan fator resiko kardiovaskular

DURASI PEMBERIAN

Bila terapi hormonal diberikan untuk mengatasi keluhan vasomotorik maka obat diberikan selama 2 – 3 tahun

TERAPI NON-HORMONAL

OBAT

Untuk mengatasi keluhan vasomotor dapat diberikan clonidine yang dapat bekerja secara langsung pada hipotalamus
Keluhan palpitasi dan takikardia dapat diatasi dengan beta blockers
Keluhan non-vasomotorik dapat diatasi dengan sedatif, hipnotik atau antidepresan
Untuk mencegah osteoporosis dapat diberikan calcitonin dan vitamin D

PSIKOLOGIS

Sebagian wanita menopause hanya memerlukan dukungan keluarga. Beberapa stres yang dapat terjadi umumnya diakibatkan oleh kesepian karena anak anak sudah pergi meninggalkan rumah dalam kehidupan rumah tangga mereka masing masing.

dr.Bambang Widjanarko, SpOG
e mail : widjanarkobambang01@gmail.com

Selasa, 10 November 2009

GENETIKA REPRODUKSI

clip_image002


Kromosom

Kromosom manusia merupakan struktur kompleks yang terdiri dari asam deoksiribonukleat – DNA dan asam ribonukleat – RNA serta protein. Setiap helix tunggal DNA terikat dengan telomer pada masing masing ujungnya, dan memiliki sentromer disuatu tempat sepanjang kromosom. Telomer melindungi ujung kromosom selama replikasi DNA. Pemendekan telomer berhubungan dengan penuaan. Sentromer merupakan tempat dimana gelondong mitosis akan melekat dan penting untuk regenerasi kromosom yang sesuai selama pembelahan sel. Sentromer membagi kromosom menjadi dua lengan, disebut lengan p (petit) untuk lengan pendek dan q untuk lengan yang panjang. Sentromer dapat berada dimana saja sepanjang lengan kromosom dan lokasinya digunakan untuk mengelompokkan kromosom sejenis menjadi sentral (metasentrik) , distal (akosentrik), atau lainnya (submetasentrik). Panjang kromosom ditambah dengan posisi sentromernya digunakan untuk melakukan identifikasi kromosom satu individu dalam 22 otosom dan satu pasang kromosom seks. Kromosom diberi nomor dalam urutan menurun sesuai ukurannya: 1 terbesar dan seterusnya. Terdapat satu pengecualian terhadap aturan ini adalah kromosom 21 dan 22 dimana kromosom 22 lebih besar dari 21. Hal ini disebabkan oleh aturan historis terhadap sindroma Down pada trisomi 21 dimana pasangan kromosom ini tidak dinamai ulang saat terjadi perbedaan ukuran.

Kariotipe merupakan gambaran kromosom yang tersusun dari 1 sampai 22 ditambah dengan kromosom seks, dengan setiap kromosom disesuaikan sehingga lengan p berada diatas. Wanita memiliki kariotipe 46XX dan pria kariotipe 46XY.

Mitosis dan Meiosis

clip_image004

Mitosis merupakan proses rumit dan sangat teratur. Rangkaian kejadian dibagi menjadi sejumlah fase yang berlangsung secara berurutan. Fase dalam mitosis : profase – prometafase – metafase- anafase dan telofase.

Mitosis dan meiosis merupakan dua tipe pembelahan sel yang berbeda, dengan beberapa ciri yang sama. Persamaan pertama adalah perlunya duplikasi seluruh isi kromosom sel sebelum pembelahan dan keduanya juga menggunakan mesin sel dari sel induk untuk membuat DNA, RNA dan protein baru yang akan terlibat dalam pembelahan sel. Persamaan kedua, kedua proses bergantung pada penggunaan gelondong mitosis untuk memisahkan kromosom menjadi dua kutub sel yang nantinya akan menjadi turunan dari sel tersebut. Mitosis dan meiosis berbeda dalam hal perilaku kromosom hasil duplikasi setelah replikasi DNA. Pada mitosis tidak terdapat perbedaan pada isi total kromosom antara sel induk dan turunannya sedangkan pada meiosis jumlah kromosom sel anak berkurang dari 46 menjadi 23, yang diperlukan untuk menguah prekursor sel germinal diploid yang berasal dari embrio menjadi sel germinal haploid ( 1n ). Sel germinal haploid ini akan menghasilkan organisme baru pada saat fertilisasi. Meiosis menyebabkan pertukaran materi genetik melalui persilangan kromatid ; namun mitosis tidak demikian halnya.

Selama interfase yang terjadi sebelum pembelahan sel, DNA pada setiap kromosome di duplikasi menjadi 4n sehingga setiap kromosom mengandung dua kromatid yang identik yang bergabung pada sentromer.

Pada mitosis, pertama terjadi pemendekan dan penebalan kromosom, selanjutnya nukleolus dan membran nukelolus memisahkan diri ( profase ). Selama metafase, gelondong gelondong mitosis terbentuk di antara dua sentrile sel dan semua kromosom berbaris pada ekuatornya. Sentromer tiap kromosom membelah dan satu kromatid dari tiap kromosom ber pindah ke ujung kutub gelondong mitosis ( anafase ). Akhirnya, pada tahap telofase, terbentuk nukleolus dan membran nukleus yang baru. Sel induk membelah menjadi 2 sel anak dan gelondong mitosis saling terpisah. Dua sel yang identik secara genetik kini menggantikan sel induk. Mitosis diperkirakan merupakan bentuk reproduksi nonseksual atau vegetatif .

Meiosis meliputi pembelahan dua sel yang berturutan, yang kembali dimulai dengan DNA 4n yang diproduksi pada tahap interfase. Pada tahap propase dari pembelahan yang pertama ( profase I ) terjadi beberapa peristiwa spesifik yang dapat dilihat. Pada tahap leptoten, kromosom menjadi hampir tidak terlihatdisepanjang struktur ini. Pasangan kromosom homolog kemudian terletak berdampingan disepanjang kromosom, membentuk tetrad ( tahap zigoten ). Kromosom kemudia menebal dan memendek seperti yang terjadi pada profasemitosis ( tahap pakiten ) ; akan tetapi pasangan yang terbentuk pada tahap zigoten memungkinkan terjadinya sinapsis, pindah silang dan pertukaran kromatid. Pada tahap diploten / diakinesis , terjadi pemendekan kromosom. Adanya pasangan kromosom yang homolog menunjukkan bukti adanya penyilangan dan pertukaran kromatid yang menggambarkan ciri kiasma yang bergabung dengan lengan kromosom. Lingkaran dan bentuk yang tidak biasa dalam kromosom dapat terlihat pada tahapan ini. Pada metafase 1 proses meiosis, membran nukleus terpisah dan pasangan kromosom homolog yang bergabung berbaris ekuator pada aparatus gelondong. Satu dari tiap pasang kromosom homolog kemudian bergerak ke ujung sel masing masing di sepanjang gelondong ( anafase 1 ). Pada pembelahan meiosis kedua, sel sel haploid ini membelah seperti pada mitosis. Pembelahan kedua ini menghasilkan empat sel haploid yang masing – masing mengandung 23 kromosom 1n. Tidak seperti sel-sel yang diproduksi pada mitosis, sel sel germinal anak ini secara genetik unik dan berbeda dari sel sel induk karena adanya pertukaran genetik pada tahap diploten. Sel germinal haploid akan terlibat dalam reproduksi seksual dimana sel sperma dan oosit bersatu untuk membentuk zigote diploid yang baru.

clip_image006

Meskipun urutan kejadian meiosis selama spermatogenesis dan oogenesis pada dasarnya sama, namun terdapat sejumlah perbedaan penting. Pada pria prepubertas, sel sel germinal primordial tertahan pada tahap interfase. Saat pubertas, sel sel ini di reaktivasi untuk masuk tahap mitosis pada kompartemen basal di tubulus seminiferus, sel sel yang di reaktivasi ini dikenal dengan nama sel stem spermatogonium. Dari tempat penyimpanan sel stem ini, spermatogonium muncul dan membelah beberapa kali lagi untuk menghasilkan suatu “klon” spermatogonium dengan genotipe yang identik. Semua spermatogonium dari “klon” ini kemudian masuk ke tahap meiosis 1 dan 2 untuk menghasilkan sperma haploid. Sel stem baru secara konstan memasuki siklus spermatogenik sehingga ketersediaan sperma selalu diperbarui dengan sendirinya. Karena waktu yang relatif pendek bagi spermatosit untuk maju ketahapan meiosis dan karena kompetisi yang ketat diantara spermatozoa untuk mencapai satu oosit dalam saluran reproduksi wanita, maka fertilisasi telur oleh sperma aneuoploid sangat jarang.

Berbeda dengan testis, ovarium wanita saat lahir mengandung semua sel germinal yang ada. Oosit ini tetap tertahan pada profase 1 dari meiosis sampai “LH surge” saat ovulasi yang memulai tahapan metafase 1. Oleh karena itu, materi genetik yang di duplikasi dalam oosit terdapat dalam bentuk berpasangan dengan kromsom homoloognya selama 10 – 50 tahun sebelum sel tersebut dipanggil untuk pembelahan. Karena alasan ini, oosit lebih mudah mengalami kelainan kromosom dibandingkan sperma.

clip_image008

Nondisjungsi

Keadaan ini merupakan kegagalan pasangan kromosom untuk memisahkan diri selama meiosis dan dapat terjadi pada meiosis 1 atau 2. Ketika kromosom tunggal terlibat, zigot aneuloid merupakan monosomi atau trisomi untuk pasangan kromsom yang gagal membelah sebagamana mestinya. Kecuali monosomi X atau sindroma Turner, embrio monosomi biasanya akan mengalami abortus. Sebagian besar janin trisomi juga akan mengalami abortus. Jika semua kromosom berada dalam keadaan ganda selain 2n , maka embrio atau janin akan menjadi polipoid.

Pencetakan

Walaupun merupakan hal yang penting bahwa zygote memiliki kromosom 2n, namun penting juga bahwa satu set kromosom berasal dari masing masing induk. Kista dermoid dan mola hidatidosa ( penyakit trofoblas gestasional ) masing masing memiliki 46 kromosome dari satu induk. Penelitian sitogenetik dari penyakit ini memperlihatkan betapa pentingnya pencetakan pada awal perkembangan embrio.

Pencetakan ( imprinting ) merupakan proses dimana gen spesifik mengalami metilasi sehingga mereka tidak dapat lagi di transkripsi. Perkembangan embrio normal membutuhkan satu set gen yang dicetak secara maternal dan gen lain dicetak secara paternal. Jika tidak, langkah langkah yang penting dalam perkembangan tidak akan terjadi dan zygote tidak dapat terbentuk dengan normal. Misalnya, dua set gen yang dicetak secara maternal terdapat tumor dermoid ovarium yang menghasilkan perkembangan jaringan janin yang tidak teratur dan tidak disertai plasenta atau selaput amnion. Sebaliknya, dua set gen yang dicetak secara paternal terjadi pada kasus mola hidatidosa. Pada keadaan ini terjadi displasia trofoblas dan tidak terjadi pembentukan janin.

Referensi

  1. De Souza CP, Osmani SA (2007). "Mitosis, not just open or closed". Eukaryotic Cell 6 (9): 1521–7. doi:10.1128/EC.00178-07. PMID 17660363.
  2. Blow J, Tanaka T (2005). "The chromosome cycle: coordinating replication and segregation. Second in the cycles review series". EMBO Rep 6 (11): 1028–34. doi:10.1038/sj.embor.7400557. PMID 16264427.
  3. Rubenstein, Irwin, and Susan M. Wick. "Cell." World Book Online Reference Center. 2008. 12 January 2008 <http://www.worldbookonline.com/wb/Article?id=ar102240>
  4. Snustad, D. Peter and Simmons, Michael J. 2006. Principles of Genetics. 4th ed, Wiley.

Rabu, 04 November 2009

GINEKOLOGI ANAK dan REMAJA


Sejak 5 dekade terakhir ini ruang lingkup pengetahuan ginekologi anak dan remaja berkembang pesat sebagai akibat bertambah rumitnya peranan remaja anak dan remaja dalam masyarakat. Saat ini, pengetahuan ginekologi anak dan remaja berkembang dari hasil pengamatan fisiologi perkembangan dan kasus-kasus kelainan yang terjadi serta pembahasan masalah-masalah yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja.

Perawatan ginekologi dimulai sejak dari kamar bersalin melalui inspeksi pada genitalia eksterna sebagai bagian dari pemeriksaan rutin NEONATUS.
Pemeriksaan genitalia eksterna dilanjutkan dengan pemeriksaan berikutnya yang memungkinkan untuk deteksi dini adanya infeksi, adhesi labial, kelainan kongenital dan bahkan tumor genitalia.
Indikasi untuk melakukan pemeriksaan ginekologi lanjutan yang lebih menyeluruh adalah bila seorang anak wanita menunjukkan adanya gejala dan keluhan kelainan pada traktus genitalia.

ACOG memberikan rekomendasi untuk melakukan pemeriksaan ginekologi anak wanita pertama kali pada usia 13 – 15 tahun sebagai bagian dari Ilmu Kesehatan Pencegahan. Pemeriksaan panggul dapat dilakukan pada remaja yang sudah melakukan aktivitas seksual pada usia > 18 tahun atau lebih awal bila terdapat indikasi medis.

Terdapat sejumlah peralatan medis yang disediakan khusus untuk pemeriksaan ginekologi bagi anak dan remaja (vaginoskop, spekulum vagina untuk virgin).
Kelainan ginekologi paling sering pada masa kanak-kanak adalah vulvovaginitis. Vulvitis adalah masalah primer dan vaginitis adalah masalah sekunder yang penting oleh karena sering berkaitan dengan perdarahan pervaginam akibat benda asing, penyimpangan seksual, dan penyakit menular seksual.
Remaja adalah periode dalam kehidupan seseorang dimana terjadi maturasi fisiologi dan psikologi dari anak wanita menjadi seorang gadis remaja.
Periode transisi ini menyangkut perubahan emosi dan fisik yang sangat penting. Sebelum pubertas, organ reproduksi wanita dalam keadaan tenang.
Pubertas menghasilkan perubahan dramatik pada organ genitalia eksterna maupun organ genitalia interna.

ANATOMI DAN FISIOLOGI

Bayi wanita
Pada minggu-minggu pertama, sisa hormon seksual maternal dapat menghasilkan efek fisiologis pada wanita. Penonjolan payudara terjadi pada hampir seluruh bayi wanita yang dilahirkan pada kehamilan aterm. Pada beberapa kasus, pembesaran payudara terjadi secara menyolok dan kadang dapat terjadi pengeluaran sekret dari puting susu.
Labia major menggelembung dan labia minor menebal serta menonjol keluar.
Terdapat pembesaran klitoris dengan index normal ≤ 0.6 cm2 ( clitoral index (cm2) = panjang (cm) x lebar (cm) )
Himen pada awalnya mengalami pembengkakan dan menutupi orifisium urethra externa.
Sering terdapat fluor albus yang terdiri dari mukosa servik dan pengelupasan sel vagina.
Panjang vagina ± 4 cm. Panjang uterus ± 4 cm tanpa disertai dengan fleksi aksial. Perbandingan panjang corpus dengan panjang servik = 3 : 1.
Epitel silindris keluar dari ostium uteri eksternum yang nampak sebagai “eversifisiologik” berwarna kemerahan.
Pada anak-anak, ovarium merupkan organ abdomen yang tak dapat diraba pada pemeriksaan panggul atau rectal.
Perdarahan pervaginam dapat terjadi sesaat setelah lahir akibat penurunan kadar estrogen yang mengakibatkan pengelupasan endometrium. Perdarahan vagina ini biasanya berlangsung selama 1 minggu.

Anak wanita
Pada awal masa anak-anak, organ genitalia wanita mendapatkan stimulasi estrogen secara minimal. Labia major mendatar dan himen menipis.
Klitoris tetap kecil dengan clitoral index yang tidak berubah.
Vagina tertutup dengan mukosa yang atropik dengan sedikit rugae (lipatan mukosa vagina) dan rentan terhadap trauma serta infeksi.
Vagina mengeluarkan sekresi cairan yang sedikit asam ( atau netral ) bercampur dengan flora bakteri.
Fornix vagina masih belum terbentuk sampai dengan pubertas, sehingga servik dalam keadaan menyatu dengan puncak vagina.
Ukuran uterus berkurang dan mencapai ukuran saat lahir pada usia 6 tahun.
Dengan semakin bertambahnya maturitas, ovarium membesar dan turun kerongga pelvis. Jumlah dan ukuran folikel ovarium bertambah.
Pada saat laparotomi, uterus terlihat sebagai pita jaringan ikat yang tipis pada daerah anteromedial ligamentum latum. Pada palpasi kadang-kadang dapat diraba adanya batas-batas uterus. Ovarium terlihat sebagai bentukan kistik akibat perkembangan folikel.


Anak gadis
Pada usia 7 – 10 tahun, genitalia eksterna sudah memperlihatkan adanya tanda-tanda rangsangan estrogen.
Terjadi penebalan mons pubis, labia major dan labia minor sedikit membulat. Himen menebal dan menjadi transparan.
Vagina memanjang dan mukosa menebal. Rasio corpus uteri dengan servik menjadi 1 : 1.
Penentuan index maturasi saat ini (perbandingan antara sel basal : parabasal dan superfisial) menunjukkan rasio 75 : 25 : 0 atau 70 : 25 : 5.
Pada usia 9 – 10 tahun, uterus mulai tumbuh dan perubahan bentuk uterus terutama akibat dari proliferasi miometrium. Menjelang menarche terjadi proliferasi endometrium.

Remaja wanita

Pada awal pubertas ( usia 10 – 13 tahun ), penampilan genitalia eksterna sudah menyerupai wanita dewasa. Kelenjar Bartholine mulai menghasilkan lendir sebelum menarche. Panjang vagina sudah mencapai ukuran wanita dewasa yaitu 10 – 12 cm , konsistensi lebih lentur dengan mukosa yang menebal. Sekresi vagina menjadi asam dan lactobacillus muncul kembali. Fornix vagina sudah terbentuk sehingga servik terpisah dari puncak vagina. Corpus uteri tumbuh dengan cepat dan mencapai ukuran dua kali lipat dari servik.
Ovarium sudah berada dalam panggul.
Karakteristik seksual sekunder terlihat dan sering terjadi perubahan yang cepat selama periode premenarche lanjut. Bentuk tubuh sudah lebih bulat khususnya pada bagian bahu dan paha. Estrogen meningkatkan penimbunan lemak tubuh dan mengawali pertumbuhan stroma dan ductus payudara. Kadang-kadang terjadi leucorrhoe fisiologik.
Pertumbuhan rambut pubis berada dibawah kendali androgen adrenal. Pola rambut pubis seperti segitiga dengan basis diatas mons pubis.
Pertumbuhan rambut axilla berlangsung lebih lambat sebagai akibat dari rangsangan hormon adrenocorticosteroid
Perkembangan karakteristik seksual sekunder menurut Marshall and Tanner terlihat pada tabel 1 dibawah :


GINEKOLOGI REMAJA 1
stages-puberty-female
puberty-stages-female-organ

PEMERIKSAAN GINEKOLOGI

BAYI , ANAK WANITA DAN GADIS REMAJA

Pemeriksaan Bayi Baru Lahir wanita
Pada genitalia ambigous, harus segera dilakukan tindakan untuk mencegah dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit oleh karena sering disertai dengan hiperplasia adrenal kongenital.
  1. Pemeriksaan Umum
    • “webbed neck”, tumor dalam abdomen, edema lengan dan kaki, coarctatio aortae biasanya disertai dengan kelainan genitalia.
  2. Klitoris
    • Pembesaran klitoris biasanya disertai dengan hiperplasia adrenal kongenital.
    • Penyebab lain yang harus dipertimbangkan adalah : true hermaproditisme dan male pseudohermaphroditisme.
  3. Vagina
    • Orifisium vagina dapat dilihat dengan memisahkan labia. Bila tidak terlihat maka perlu dipikirkan adanya himen imperforatus atau agenesis vagina.
    • Adanya masa inguinal mencurigakan bahwa bayi tersebut secara genetik adalah pria ( adescensus testis ).
  4. Pemeriksaan recto abdominal.
    • Umumnya uterus dan adneksa tak dapat diperiksa melalui pemeriksaan rectal.
    • Pemeriksaan rectal perlu untuk memastikan patensi kanalis anorectal.
Pemeriksaan Anak Wanita Premenarche
Pemeriksaan premenarche dan peripubertal dipusatkan pada keluhan utama yang ada yaitu : pruritus, disuria, perubahan warna kulit dan leukorea.
Pada pemeriksaan anak wanita, sangat diperlukan bantuan ibu yang bersangkutan untuk memberikan rasa aman bagi anak yang diperiksa.
Pada anak usia sekitar 5 tahun, pemeriksaan dilakukan dengan menempatkan anak dalam pangkuan ibunya sambil dipeluk dari arah belakang.

clip_image002
Gambar 1 : Posisi anak dalam pelukan ibunya dan merasa aman berada diantara kdua lengan ibunya. Ibu dapat membantu pemeriksaan dengan menahan kaki anak agar daerah genitalia terbuka

Pada anak yang lebih besar, pemeriksaan dapat dilakukan dengan posisi “knee – chest”
Pasien anak-anak dan remaja lebih menyukai dokter yang menggunakan baju dokter saat melakukan pemeriksaan pada daerah-daerah yang sensitif. Penjelasan pada anak yang lebih dewasa dengan memperlihatkan instrumen yang akan digunakan serta meminta anak tersebut untuk membantu jalannya pemeriksaan sangat membantu berlangsungnya pemeriksaan ginekologi.

clip_image002[4]
Gambar 2 : Posisi “Knee-Chest” yang dapat digunakan untuk pemeriksaan servik dan vagina.
  1. Pemeriksaan Fisik
    • Inspeksi umum
        • Keadaan umum
        • Status gizi
        • Bentuk tubuh
        • Kelainan gross anomalia yang ada
      • Payudara
          • Penonjolan payudara terjadi pada usia sekitar 8 – 9 tahun
          • Perkembangan puting susu dan payudara secara dini dapat merupakan tanda awal sexual procoxious Pengamatan lanjutan yang dapat dilakukan adalah penilaian “bone age” dengan mengikuti pertambahan tinggi badan serta pertumbuhan payudara 3 bulan berikutnya
        • Abdomen
            • Inspeksi dan palpasi abdomen dilakukan sebelum inspeksi genitalia. Bila anak tersebut merasa geli, atasi dengan menempatkan satu tangannya pada tangan pemeriksa
            • Ovarium pada masa premenarche berada dipelvik bagian atas sehingga tumor ovarium biasanya dianggap sebagai tumor abdomen.
            • Hernia inguinalis jarang terjadi pada anak wanita dan umumnya tanpa gejala. Untuk dapat memperlihatkan adanya hernia, anak diminta berdiri dan meningkatkan tekanan intra-abdominal; seperti sedang meniup balon.
          • Genitalia
              • Vulva dan vestibulum dapat dilihat dengan menekan perineum kearah lateral – bawah menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan kanan yang terpisah ( berbentuk huruf V )
              • Bila perlu untuk melihat dinding vagina, labia dipegang antara ibu jari dan jari telunjuk kemudian ditarik keluar
              • Perhatian khusus pada higiene perineum, oleh karena higiene yang buruk merupakan predisposisi vulvovaginitis.
              • Pemeriksaan pada lesi kulit, eksoriasi perineal , ulcus dan tumor.
              • Himen imperforatus terjadi pada 3 – 4% kasus dan tidak memerlukan terapi sampai pubertas.
              • Bila diduga terdapat tumor genitalia dapat dilakukan pemeriksaan ultrasonografi abdomen.
          • Vaginoskopi
            Kadang-kadang diperlukan menggunakan peralatan khusus untuk melakukan pemeriksaan 1/3 proksimal vagina sebagai sumber dari perdarahan, untuk melihat patensi traktus genitalis, untuk melihat dan mengeluarkan benda asing atau untuk menyingkirkan kemungkinan adanya cedera dibagian dalam vagina.
            Pemeriksaan memerlukan anaesthesia umum.
            Peralatan yang dapat dipakai adalah vaginoskop atau dengan menggunakan urethroskop atau laparoskop.
            Pada bayi vaginoskop yang digunakan adalah yang berukuran 0,5 cm dan pada gadis premenarche ukurannya adalah 0.8 cm.

            Pemeriksaan Remaja Wanita
            Kunjungan remaja wanita pertama kali seringkali diwarnai dengan perasaan cemas dan ketakutan.
            Diperlukan kesabaran untk membuat remaja menjadi percaya diri dan tidak mengalami rasa kecemasan dan ketakutan secara berlebihan.
            Dokter harus dapat meyakinkan remaja bahwa dirinya adalah seorang pasien yang memerlukan pertolongan.
            Pertanyaan mengenai perilaku resiko tinggi termasuk perilaku seksual dan PMS harus ditanyakan secara pribadi.
            Setelah anamnesa, pasien diberi penjelasan terperinci mengenai rencana pemeriksaan dan diyakinkan bahwa pemeriksaan tersebut tidak menimbulkan rasa sakit.
            Pemeriksaan dilakukan dengan ditemani oleh pengantar wanita.
            Pemeriksaan payudara adalah bagian intergral dari pemeriksaan ginekologi. Namun masih merupakan kontroversi mengenai perlunya penyuluhan tentang “Breast self examination” mengingat bahwa angka kejadian keganasan payudara pada remaja sangat rendah.
            Pemeriksaan dilakukan disertai dengan penjelasan tentang pemeliharaan kesehatan organ genitalia yang bersangkutan serta penjelasan mengenai fungsinya. Bila perlu, pasien diberi cermin kecil sehingga dapat menyaksikan organ genitalia yang dimaksud.
            Pemeriksaan inspeculo dapat dilkukan dengan menggunakan speculum kecil berukuran sekitar 1 cm ( Huffman Graves speculum dan Pedersen speculum )
            Speculum Graves yang besar hanya sesuai untuk multipara dan tidak sesuai untuk virgin.
            Kunjungan ginekologi sangat bermanfaat dalam mengevaluasi status kesehatan dasar secara menyeluruh misalnya untk pemberian vaksin hepatitis B, vaksinasi tetanus dan measles mump rubella (MMR)

            Pemeriksaan Remaja Wanita berkaitan dengan kekerasan seksual

            38% remaja wanita merupakan korban kekerasan seksual sebelum usia 18 tahun.
            26% remaja wanita antara usiua 9 – 12 tahun dilaporkan pernah mengalami pelecehan atau kekerasan seksual.
            1. Anamnesa
            Informasi tentang lokasi terjadinya kekerasan seksual merupakan bahan bukti untuk persidangan.
            Mengapa terjadi kekerasan seksual dan siapa pelakunya.
            Dokter mencatat sikap dan status mental dari korban serta bagaimana interaksi korban dengan orangtuanya atau dengan orang lain.
            Korban kekerasan seksual harus secepatnya dibawa pergi dari lingkungan yang tak aman bagi dirinya.
            Pencatatan dilakukan sesuai dengan kata-kata yang disampaikan oleh korban. Meskipun diperlukan keterangan yang terinci, korban tidak perlu mengulangi penjelasan yang sudah diberikan secara berulang-ulang (kejadian tersebut merupakan trauma pasikologis yang sangat besar bagi korban).
            Bila korban masih sangat muda maka keterangan juga dapat diperoleh dari orang lain yang mengetahui kejadian tersebut.
            1. Pemeriksaan fisik
              • Deteksi cedera yang terjadi
                  • Trauma himen, umumnya terjadi robekan pada posisi jam 3 dan 9
                  • Iritasi vulva sering terjadi pada anak kecil akibat higiene yang kurang, maserasi kulit akibat kelembaban pada pembalut wanita atau ekskoriasi akibat infeksi lokal ( bukan tanda spesifik dari kekerasan seksual )
                • Pengumpulan bahan bukti
                    • Pasir atau rumput yang mungkin ada harus ditempatkan dalam wadah khusus.
                    • Kerokan dari bawah kuku ( hasil dari cakaran pada pelaku ), potongan rambut, semen ( diperiksa dengan menggunakan “woods lamp” dan sinar ultraviolet ) diambil dengan “cotton bud” untuk dianalisa lebih lanjut.
                    • Bila terjadi penetrasi vaginal, cairan vagina diambil dengan kateter dan diperiksa lebih lanjut.
                    • Pemeriksaan sediaan basah secara langsung dapat digunakan untuk melihat adanya gerakan sperma.
                    • Hapusan harus diambil dari rektum, vagina, urethra dan pharynx

                VULVOVAGINITIS
                Merupakan masalah ginekologi utama pada masa premenarche ( 80 – 90% ).
                Gejala klinik klasik : iritasi introitus vaginae dan leucorrhoe
                Patofisiologi pada sebagian besar kasus vulvovaginitis pada anak-anak adalah adalah iritasi vulva yang berkaitan dengan infeksi pada 1/3 bagian distal vagina.
                75% kasus vulvovagintis disebabkan oleh etiologi non spesifik.
                25% biakan dapat dijumpai adanya Neisseria Gonorrhoica, Trichomonas Vaginalis dan etiologi spesifik lainnya.

                GINEKOLOGI REMAJA 2
                Dari : Caprano VJ : Pediatric Gynecology. In Danforth DN ed : Obstetrcis and gynecology ed 4. Philadelphia , 1981, Harper & Row Publisher Inc. 


                GINEKOLOGI REMAJA 3
                Dari : Pierce AM, Hart CA : Arch Dis Child 67 : 509, 1992

                Iritasi vulva dapat terjadi secara sekunder akibat atopik alergi, infeksi kulit atau infeksi saluran nafas, benda asing, UTI, penyakit kulit vulva, ureter ectopic atau kekerasan seksual
                Penyebab utama dari vulvovaginits pada masa anak-anak adalah higiene yang buruk.
                Anak-anak wanita sangat rentan terhadap infeksi vulva oleh karena :
                • Secara fisiologik, vulva dan vagina anak-anak lebih sering terpapar pada infeksi bakteri dibandingkan wanita dewasa.
                • Akibat belum adanya timbunan lemak pada labia, maka saat anak meneran 1/3 bagian distal vagina akan terbuka dan tak terlindungi.
                • Epitel vulva dan vagina belum terlindungi oleh estrogen sehingga sensitif terhadap iritasi dan infeksi.
                • Epitel vagina memiliki pH yang netral sehingga merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme.
                • Glikogen , laktobasilus dan antibodi pada vagina anak-anak wanita sangat sedikit sehingga rentan terhadap infeksi.
                • Secara anatomis anus anak sangat dekat dengan vulva, sehingga seringkali terjadi kontaminasi vulva dari anus saat defekasi.
                • Pada anak-anak dengan infeksi saluran nafas bagian atas sering terjadi autoinokulasi khususnya dengan Grup A beta – hyemolitik streptococcus.
                • Celana dalam anak-anak seringkali sangat ketat dan terbuat dari bahan non-absorben (nylon) sehingga menyebabkan kulit vulva menjadi hangat dan lembab sehingga mudah terjadi vulvovaginitis.
                Tidak ada gejala atau tanda yang spesifik pada vulvovaginitis masa anak-anak seperti yang terlihat pada tabel 3 – 3 diatas. Kecurigaan adanya vulvovaginitis biasanya berawal dari keluhan ibu yang melihat adanya bercak-bercak pada celana dalam anak wanitanya.
                Adanya benda asing dalam vagina biasanya disertai dengan leukorohe berdarah dan sangat berbau.
                Pada usia antara 6 – 12 tahun, sering terjadi leukorhe berlebihan akibat tingginya kadar estrogen. Keputihan yang putih keabu-abuan tersebut biasanya tidak bersifat iritatif.

                Terapi :
                • Perbaikan higiene
                • Untuk iritasi dapat diberikan kompres dengan “boorwater” ( larutan Burow’s)
                • Pada kasus berulang dapat diberikan antibiotika topikal dan oral selama 10 – 14 hari
                • Krim estrogen pada vulva (jangan dalam vagina) waktu malam hari. Pemberian krim estrogen tidak lebih dari 2 minggu.
                • Bila vulvovaginitis disebabkan oleh “pinworms” (cacing) maka diberikan mebendazole.
                LICHEN SCLEROSUS
                Lichen Sclerosus vulva umumnya terlihat pasca menopause, namun kadang-kadang juga terjadi pada anak-anak. Pada anak-anak keadaan ini tidak memiliki potensi keganasan.
                Keluhan : iritasi vulva – dysuria dan pruritus.
                Terapi : perbaikan higiene, kortikosteroid topikal jangka pendek untk mengurangi pruritus.
                Keadaan ini biasanya menghilang setelah pubertas.
                ADHESIVE VULVITIS
                Sering terjadi pada masa prepubertas dengan etiologi yang tak jelas dan mungkin akibat rendahnya kadar estrogen.
                Kulit vulva sangat tipis dan garukan tangan akibat iritasi menyebabkan terkelupasnya kulit labia sehingga dapat mengalami pelekatan satu sama lain. Keadaan ini harus dibedakan dengan agenesis vagina kongenital.
                Gejala utama : Dysuria, vulvitis berulang dan infeksi vagina
                Terapi :
                • Krim Estrogen 2 dd 1 selama 7 hari untuk mencegah fusi labia
                • Terapi pembedahan untiuk memisahkan fusi yang sudah terjadi
                • Perbaikan higiene
                TRAUMA GENITAL
                Sebagian besar terjadi akibat kecelakaan dan sebagian memerlukan penanganan bedah oleh karena kondisi yang dapat mengancam jiwa.
                Pada kasus cedera genital, dokter harus berpikir tentang kemungkinan adanya kekerasan seksual pada anak tersebut.

                Trauma Vulva
                Kontusio vulva umumnya tidak memerlukan terapi khusus.
                Dapat terjadi hematoma yang bundar, tegang, echymotic.
                Hematoma kecil dapat dikendalikan dengan pemberian kompres dingin lokal dan vulva harus dipertahankan agar dalam keadaan kering dan bersih.
                Bila hematoma besar dan cenderung membesar, harus dilakukan insisi untuk mengeluarkan bekuan darah dan menjahit sumber perdarahan.
                Bila sumber perdarahan tak dapat diindetifikasi, pasang tampon dan lakukan penekanan selama 24 jam serta berikan atibiotika profilaksis.

                Trauma Vagina
                Cedera himen biasanya menyebabkan sedikit perdarahan.
                Sebagian besar terjadi pada dinding lateral vagina dan menyebabkan sedikit perdarahan
                Bila terjadi cedera pada puncak vagina, harus dilakukan eksplorasi pada rongga panggul untuk melihat keadaan ligamentum latum.
                Intergitas usus dan vesica urinaria diperiksa dengan melakukan katererisasi dan pemeriksaan rectum.
                clip_image002[6]
                Gambar 3 : Perforasi transvaginal pada cavum douglassi.
                Perdarahan minimal akibat robekan himen merupakan gejala satu-satunya saat datang dirumah sakit.

                Trauma anogenital
                Cedera fisik pada sebagian besar korban kekerasan seksual tidak selalu bertahan lama dan pemeriksaan tidak selalu dapat menemukan cedera akibat kekerasan tersebut. Apalagi bila pemerikaan dilakukan beberapa minggu setelah kejadian.
                Cedera pada vulva dapat disebabkan oleh manipulasi vulva atau introitus vaginae tanpa penetrasi atau geseran penis pelaku korban (“dry intercourse”). Seringkali hanya ditemukan adanya eritema, pembengkakan dan lecet pada labia dan vestibulum. Cedera sangat terbatas dan hanya meliputi kulit sehingga akan segera membaik dalam beberapa hari tanpa pengobatan.
                ANOMALI KONGENITAL TRAKTUS GENITALIS WANITA

                Anomali kongenital genitalia dapat dibedakan menjadi golongan dengan sexual ambiguitas ( intersex ) dan bukan intersex.
                Individu intersex memiliki ambiguitas genitalia eksterna yang bermakna dimana jenis gender tak dapat segera ditentukan pada awal masa kehidupan .
                INTERSEX
                Sebagian besar neonatus yang lahir dengan ambigious genitalia, secara genetik adalah wanita namun memiliki hiperplasia adrenal kongenital.
                Beberapa diantaranya menderita tumor adrenal atau drug – induced virilism.
                Pada kasus yang sangat jarang, neonatus adalah hermaphrodite yang memiliki testis dan ovarium serta genitalia eksterna yang ambigous.
                HIPERPLASIA ADRENAL KONGENITAL
                Angka kejadian 1 : 10.000 neonatus dan termasuk dalam golongan defek enzymatik yang mencegah terjadinya sintese kortison dari progesteron.
                Rendahya kadar kortison menyebabkan aksis hipothalamus-hipofisis melepaskan sejumlah corticotropin yang merangsang kelenjar adrenal untuk menghasilkan androgen sehingga menyebabkan terjadinya virilisasi genitalia eksterna.
                Defek enzym yang utama adalah defisiensi C-21-hydroxylase ( pada 90% kasus).
                Pada ¾ kasus, genitalia eksterna yang ambigous adalah satu-satunya manifestasi ; pada ¼ kasus yang lain tidak terjadi produksi aldosteron sehingga pasien memperlihatkan adanya “salt-losing syndrome”.
                Pada penderita ambigous genitalia harus dilakukan pemeriksaan kemungkinan adanya hiperplasia adrenal kongenital dengan menentukan seks kromosoma dan mengukur kadar 17 hydroxy progesteron. Bila kadarnya > 7 mmmol/L, diagnosa dapat dipastikan dan harus dilanjutkan dengan pengukuran elektrolit serum.
                Terapi bersifat urgen untuk mencegah kematian akibat hilangnya garam tubuh.
                Terapi pada neonatus berupa pemberian kortison atau derivatnya dan dilakukan pengamatan yang ketat.
                Koreksi pembedahan bila perlu dapat dilakukan pada usia 3 – 4 tahun.

                GONADAL DYSGENESIS
                Terdapat 2 golongan utama : “pure gonadal dysgenesis” dan Syndroma Turner
                Pure Gonadal Dysgenesis
                Pada keadaan ini terdapat seorang gadis dengan perkembangan payudara yang normal.
                Analisa kromosome menunjukkan adanya mosaic 46 XO/XX

                Sindroma Turner
                Pada remaja wanita terlihat tubuh yang pendek dan tidak mengalami pertumbuhan pubertas secara normal.
                Terdapat belakang leher yang lebar ( “webbed neck” ) dan deformitas lainnya.
                Keluhan utama adalah tidak adanya haid dan hasil pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan tingginya kadar FSH dan LH serta analisa kromosome dengan 46 XO.
                Terapi yang diberikan oleh dokter anak adalah terapi pengganti hormonal untuk membantu pertumbuhan payudara dan traktus genitalia serta mencegah osteoporosis.
                Ovarium tidak mengandung follicle sehingga penderita ini adalah steril.
                Penderita memerlukan konseling dan diberikan informasi mengenai perlunya pemberian terapi pengganti hormonal untuknya serta dapat menerima keadaan dirinya.
                Konselor harus meyakinkan bahwa keadaan ini tidak mengganggu masalah yang berkaitan dengan seksualitas.
                TESTICULAR FEMINIZATION

                Secara fisik, karakteristik eksternal penderita adalah wanita dengan pertumbuhan payudara yang normal sehingga penderita dianggap sebagai wanita.
                Keprihatinan baru muncul saat tidak adanya menstruasi yang diharapkan.
                Pemeriksaan menunjukkan bahwa vagina pendek dan dengan ujung yang buntu.
                Karyotyping 46 XY sehingga pada dasarnya penderita adalah laki-laki.
                Gonad dapat dijumpai dalam cavum abdomen atau dalam kantung hernia.
                Penderita memproduksi testosterone namun jaringan tubuh tidak memiliki enzym alfa reductase yang diperlukan untuk merubah testosteron menjadi dihydroxytestosterone dan tidak terdapat sel-sel reseptor dalam jaringan genital serta kulit.
                Testis dapat mengalami keganasan sehingga perlu pengangkatan dan diberikan terapi hormonal pengganti.


                SINDROMA KLINEFELTER
                Tubuh penderita jangkung, fenotipe wanita dengan pubertas yang terlambat serta memiliki penis kecil dan testis.
                Pemeriksaan kromosome : 47 XXY atau 46 XY/XXY
                Libido umumnya rendah dan dapat diperbaiki dengan testosteron implan namun penis yang kecil menyebabkan kesulitan dalam melakukan hubungan seksual.
                PUBERTAS DINI
                Pubertas dini - Pubertas precocius menunjukkan bahwa maturasi seksual terjadi sebelum usia 9 tahun. Sebagian besar kasus adalah merupakan pembawaan, namun perlu disingkirkan adanya tumor ovarium atau adanya tumor lain yang mensekresi hormon adrenal.
                Pemeriksaan meliputi :
                • Anamnesa dan pemeriksaan lengkap
                • Pemeriksaan pertumbuhan tulang
                • Ultrasonografi, CT scan atau MRI untuk menyingkirkan kemungkinan tumor adrenal dan melakukan pencitraan medis pada otak.
                Penatalaksanaan didasarkan pada masalah psikologis dan endokrinologi.
                Penderita ( dan orang tuanya ) memerlukan dukungan psikologi mengingat bahwa dirinya ( atau diri anaknya ) akan berbeda dengan kelompok individu lain seusianya.
                Bila usia tulang sudah lanjut, maka pada awalnya gadis itu akan nampak jangkung namun akibat penutupan epifise yang terlalu dini maka selanjutnya dia akan menjadi bertubuh pendek.
                Beberapa hormon telah dicoba untuk kasus ini. GnRH analog intranasal setiap hari atau sediaan depot setiap bulan dapat diberikan untuk merubah perkembangan fisik.
                PENYAKIT MENULAR SEKSUAL pada REMAJA
                Penyakit menular seksual adalah infeksi yang sering terjad pada remaja.
                Setiap tahun, sekitar 25% remaja usia 13 – 19 tahun dengan aktitas seksual mengalami infeksi PMS.
                Semakin muda usia melakukan hubungan seksual pertama kali semakin tinggi resiko untuk menderita PMS.
                PMS bakterial tersering adalah akibat infeksi chlamydia dengan skuale berupa penyakit radang panggul , kehamilan ektopik dan infertilitas.
                8% penderita HIV terjadi pada penderita usia 12 – 19 tahun dan sebagian besar tidak menunjukkan gejala apapun.
                Pada tahun 1996 di USA , 60% p enderita gonorrhoe, 25% penderita syphylis dan 17% penderita Hepatitis B terjadi pada kelompok usia 15 – 24 tahun. Pada saat memasuki pendidikan lanjutan, 43% wanita menderita infeksi HPV.
                70% penderita infeksi panggul berusia kurang dari 25 tahun
                Angka kejadian infeksi panggul pada remaja wanita usia 15 tahun dengan aktivitas seksual adalah 1 : 8 dan pada usia 16 tahun sekitar 1 : 10.
                Penyakit Infeksi Panggul diterapi dengan perawatan di RS dan pemberian antibiotika intravena.
                KONTRASEPSI UNTUK REMAJA
                95% kehamilan remaja adalah peristiwa yang tidak diharapkan.
                Pada usia 18 tahun, 25% remaja pernah mengalami kehamilan.
                50% kehamilan remaja terjadi dalam 6 bulan pertama sejak aktivitas seksual dimulai.
                Kontrasepsi adalah pencegahan kehamilan secara sukarela. Advis yang sebaiknya diberikan adalah saran untuk menunda aktivitas seksual. Bila hal ini merupakan hal yang sulit dilaksanakan, maka penjelasan dari berbagai macam jenis kontrasepsi yang ada dapat dijelaskan dengan secara rinci dan remaja dibantu untuk memilih jenis yang sesuai. Misalnya untuk remaja yang mengalami kesulitan untuk mengingat saat minum pil atau kesulitan dalam menyembunyikan pil dari orangtuanya maka dapat diberikan injeksi medroxyprogesteron acetat.
                Keuntungan kontrasepsi bagi remaja : menurunkan nyeri haid, meningkatkan keteraturan haid, menurunkan resiko penyakit radang panggul, anemia dan penyakit payudara fibrokistik, memperbaiki fertilitas jangka panjang dan mengatasi acne dan hirsuitisme.
                Pentingnya pencegahan kehamilan dan penyakit menular seksual juga harus diperhatikan, pemakaian metode penghalang (barrier methode) dapat dijadikan bahan pertimbangan.
                Kontrasepsi darurat dengan regimen terapi progestin-only atau kombinasi estrogen-progestin merupakan cara yang sangat efektif untuk mencegah kehamilan dengan penggunaan yang tepat.
                KEHAMILAN REMAJA
                Sejak dulu sudah disadari bahwa kehamilan remaja adalah kehamilan resiko tinggi. Sebagian dari kasus kehamilan remaja berasal dari kelompok sosial ekonomi rendah, pendidikan rendah ,status kesehatan rendah , nutrisi yang buruk, perokok, penyalah gunaan obat atau kelompok dengan angka kejadian PMS yang tinggi.
                Status nutrisi merupakan hal yang sangat penting dimana kandungan mineral tulang, penyimpanan zat besi, intake kalori yang tidak memadai seringkali terdapat pada remaja dan anemia defisiensi besi sering terjadi pada kasus kehamilan remaja. Penyuluhan dan nasihat diet yang baik dapat membantu perbaikan status gizi dan mencegah anemia.
                Perawatan optimal juga diberikan pada orang tua dari remaja tersebut, tidak hanya untuk memperbaiki outcome kehamilan tetapi juga untuk penyesuaian sosial, emosional serta pengetahuan mereka.
                Komplikasi persalinan sangat tergantung pada kualitas perawatan prenatal. Preeklampsia-eklampsia yang sering terjadi pada primigravida, lebih sering sering terjadi pada kasus kehamilan remaja dibandingkan kehamilan pertama pada wanita dewasa.
                Prematuritas dan BBLR merupakan masalah utama pada kehamilan remaja.
                Faktor predisposisi gangguan kehamilan seperti berat badan sebelum kehamilan yang rendah, kenaikan berat badan selama kehamilan yang tidak memadai, kondisi sosial ekonomi yang buruk, perokok, kecanduan alkohol, anemia, kehamilan pertama dan kurangnya akses untuk memperoleh perawatan prenatal yang berkwalitas sering terjadi pada kasus kehamilan remaja. Untuk mencegah komplikasi prenatal dan memperbaiki outcome maternal dan janin , pasien dan keluarganya harus dilibatkan kedalam program perawatan prenatal yang agresif dan spesifik.
                Rujukan
                1. Acquavella AP, Bravermen P: Adolescent gynecology in the office setting . Pediatr Clin North Am 1999;46;489
                2. Cothrane MM, White JP : Adoslescent behaviour and sexually transmitted disease: The dilemma of human papillomavirus. Health Care Women Int 2002;3; 306
                3. Hewitt G, Cromer B: Update on adolescent contraception. Obstet Gynecol Clin North Am 2000;27,143
                4. Pack Sc et al : Pruritus vulvae in prepubertal children J Am Acad Dermatol 2001;44;795
                5. Chang L, Muram D : Pediatric & Adolescent Gyncology in Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment. 9th ed, Mc Graw Hill 2003, pp595 – 630
                6. Droegemuller W : Pediatric Gynecology in Comprehensive Gynecology 4th ed , Mosby 2001, pp269 – 294
                7. Llewellyn-Jones D : Gynecological prblems in childhood and adolescence in Obstetric and Gynecology, 7th ed , Mosby 1999, pp 315-318