Tampilkan postingan dengan label Komplikasi Antepartum. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Komplikasi Antepartum. Tampilkan semua postingan

Jumat, 30 September 2011

GANGGUAN VOLUME CAIRAN AMNION

EMBRIOLOGI KAVUM AMNION
Amnion : selaput tipis pada hasil konsepsi yang terbentuk mulai hari ke 8 pasca konsepsi dan membentuk kantung kecil yang menutupi permukaan dorsal ‘embryonic disc”. Secara bertahap menyelubungi embrio yang tumbuh.
Cairan amnion : cairan yang berada dalam kavum amnion

image
DINAMIKA CAIRAN AMNION
Pengaturan volume cairan amnion adalah proses dinamis yang mencerminkan keseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan


PRODUKSI CAIRAN :
Pada usia < 8 minggu, cairan amnion dihasilkan oleh transudasi cairan melalui amnion dan kulit janin
  • Pada usia 8 minggu, janin mulai menghasilkan urine yang masuk kedalam rongga amnion. Urine janin secara cepat menjadi sumber utama produksi cairan amnion. Saat menjelang aterm, janin menghasilkan 800 – 1000 ml urine
  • Paru janin menghasilkan sejumlah cairan ± 300 ml per hari saat aterm, namun sebagian besar ditelan sebelum masuk ruang amnion.

image
ABSORBSI CAIRAN :
  • Pada usia kehamilan < 8 minggu, cairan amnion transudatif direabsorbsi secara pasif
  • Pada usia kehamilan 8 minggu, janin mulai melakukan proses menelan. Proses ini secara cepat akan menjadi mekanisme utama absorbsi cairan amnion. Menjelang aterm, melalui proses menelan terjadi absorbsi cairan sebesar 500 – 100 mL per hari
  • Absorbsi cairan amnion dalam jumlah sedikit juga terjadi melalui selaput amnion dan masuk kedalam aliran darah janin. Menjelang aterm , jalur ini melakukan absorbsi sebesar 250 ml.
  • Sejumlah kecil cairan amnion melintas membran amnion dan masuk ke aliran darah ibu sebesar 10 ml per hari pada usia kehamilan menjelang aterm.

PERUBAHAN VOLUME CAIRAN AMNION SELAMA KEHAMILAN :  Pada usia kehamilan 34 minggu, volume cairan amnion mencapai maksmial ( 750 -800 mL) dan setelah itu akan menurun sehingga pada usia kehamilan 40 minggu, volume cairan amnion ± 600 ml. Dan melewati usia 40 minggu, jumlah cairan amnion akan terus menurun. image  
FUNGSI dan PERANAN CAIRAN AMNION
  1. Sebagai pelindung bagi janin terhadap trauma darim luar
  2. Melindungi talipusat dari tekanan
  3. Memungkinkan pergerakan janin secara bebas sehingga mendukung perkembangan sistem muskuloskeletal janin
  4. Berperan dalam perkembangan paru janin
  5. Melumasi kulit janin
  6. Mencegah korioamnionitis pada ibu dan infeksi janin melalui sifat bakteriostatik
  7. Membantu mengendalikan suhu tubuh janin
PENGUKURAN VOLUME CAIRAN AMNION
 
imagePemeriksaan dengan ultrasonografi adalah metode akurat untuk memperkirakan volume cairan amnion dibandingkan pengukuran tinggi fundus uteri .
Penentuan AFI amniotic fluid index adalah metode semikuantitatif untuk memperkirakan volume cairan amnion.

image  
AFI adalah jumlah dari kantung amnion vertikal maksimum dalam cm pada masing-masing empat kuadran uterus. AFI normal pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu : 5 – 20 cm

ARTI KLINIK VOLUME CAIRAN AMNION Volume cairan amnion merupakan penanda kesehatan janin
  • Volume cairan amnion normal menunjukkan bahwa perfusi uteroplasenta dalam keadaan memadai.
  • Jumlah volume cairan amnuion abnormal berkaitan dengan “outcome”perinatal yang buruk

OLIGOHIDRAMNION  

Batasan: jumlah cairan amnion yang kurang dari normal (kurang dari 300 ml) Angka kejadian: 5 – 8% kehamilan
Diagnosis :
  • Kecurigaan terjadinya oligohidramnion bila tinggi fundus uteri lebih rendah dari yang diharapkan
  • Ultrasonografi :
    • Jumlah cairan amnion < 300 ml
    • Ukuran kantung amnion vertikal ≥ 2 cm tidak ada
    • AFI < 95 persentile untuk usia kehamilan tertentu
    • Pada kehamilan aterm AFI < 5 cm
PENYEBAB :

  • ABSORBSI KURANG atau KEHILANGAN CAIRAN MENINGKAT
    • Ketuban Pecah Dini (50% kasus oligohidramnion)
  • PENURUNAN PRODUKSI AMNION
  • Kelainan kongenital ginjal (agenesis ginjal, displasia ginjal) dan paparan terhadap ACE inhibitor yang akan menurunkan output ginal janin
  • Obstruksi orifisium urethra eksterna janin
  • Insufisiensi uteroplasenta (solusio plasenta, preeklampsia, sindroma postmaturitas) menurunkan perfusi ginjal dan produksi uribne
  • Infeksi kongenital – Defek jantung janin – NTD’s, sindroma twin to twin tranfusion,efek obat NSAID.
PENATALAKSANAAN:
  • Pilihan terapi pada masa antepartum sangat teerbatas, kecuali bila ditemukan defek struktural yang mengindikasikan untuk dilakukan pembedahan janin intrauterin
  • Penentuan saat persalinan tergantung pada usia kehamilan – etiologi dan kesehatan janin.
  • Selama proses persalinan, diberikan infus larutran kristaloid kedalam cavum amnion agar dapat
    • Memperbaiki pola denyut jantung janin
    • Menurunkan kejadian bedah SC
    • Meminimalisir resiko sindroma aspirasi mekonium

PROGNOSIS :
Oligohidramnion berkaitan dengan morbiditas dan mortalitas pada semua usia kehamilan


KOMPLIKASI:

  • Amniotic Band Syndrome menyebabkan deformitas janin (amputasi atau deformitas muskuloskeletal)) a.l Clubfoot atau sindroma Potter
image
image
image
SINDROMA POTTER :
Sindroma Potter dapat berbentuk “clubbed feet”, Hipoplasia Pulmonal dan kelainan kranium yang terkait dengan oligohidramnion

POLIHIDRAMNION
Batasan: Jumlah cairan amnion lebih dari normal
Angka Kejadian: 0.5 – 1.5% seluruh kehamilan
Diagnosis:
  • Kecurigaan terjadinya polihidramnion ditegakkan bila tinggi fundus uteri lebih dari yang diharapkan untuk usia kehamilan tertentu
  • Ultrasonografi :
    • volume air ketuban > 2 liter
    • Kantung vertikal tungal > 10 cm
    • AFI > 20 cm pada kehamilan aterm atau > 95 persentil untuk usia kehamilan tertentu
PENYEBAB:
  1. Idiopatik (50 – 60% kasus)
  2. Penyebab maternal :
    1. isoimunisasi yang menyebabkan hidrop fetalis imune
    2. Diabetes Melitus
  3. Penyebab janin (10 – 15%):
    1. Hidrop fetalis non imune
    2. Defek jantung
    3. Kehamilan kembar
    4. Kelainan anatomis : obstruksi saluran intestin, deformitas paru, gangguan proses menelan (akalasia, obstruksi esopagus, fistula trakeoesopagus,kelainan SP
    5. Diabetes insipidus
  4. Penyebab plasenta (jarang) : korioangioma plasta

PENATALAKSANAAN
  • Pilihan penatalaksanaan antepartum amat terbatas.
  • Obat NSAID menyebabkan penurunan produksi urine janin namun dapat menyebabkan penutupan dini duktus arteriosus Bottali
  • Amniosentesis memberikan hasil yang sementara
  • Pada saat intrapartum, amniotomi terkendali dapat menurunkan angka kejdian dekompresi mendadak (solusio plasenta, prolapsus talipusat)
KOMPLIKASI :
  • Regangan rahim berlebihan dapat menyebabkan dispnea – edema tungkai bawah – edema vulva
  • Selama persalinan, hidramnion dapat menyebabkan :
    • Kelainan letak,
    • Gangguan proses persalinan atau
    • Perdarahan pasca salin.

Selasa, 27 September 2011

DIABETES MELITUS dalam KEHAMILAN

DIABETES GESTASIONAL
Kehamilan merupakan satu “keadaan diabetogenik” dengan meningkatnya resistensi insulin dan “ambilan glucosa” perifer yang menurun (akibat hormon plasenta yang memiliki aktivitas “anti insulin”.
Adaptasi ini berlangsung untuk menjamin agar janin dapat menerima asupan glukosa secara kontinyu.
Angka kejadian : 3 – 5% kehamilan

KLASIFIKASI :
image

KOMPLIKASI MATERNAL:
  • Diabetes Gestasional hanya menimbulkan resiko minimal terhadap ibu. Ibu dengan klasifikasi ini tidak memiliki resiko mengalami ketoasidosis diabetikum akibat defisiensi insulin absolut.
  • Perawatan diperlukan untuk menghindari hipoglikemia iatrogenik akibat pemberian insulin berlebihan
  • Diabetes Gestasional merupakan uji skrining yang baik untuk resistensi insulin ; 50% akan mengalami DG pada kehamilan selanjutnya dan 40 – 60% akan menderita DM dimasa depan.
KOMPLIKASI JANIN
  • Makrosomia dengan segala akibatnya.
Diabetes Gestasional :
Menderita DM saat hamil.
  • Kelas A1 → dikendalikan dengan diet.
  • Kelas A2 → membutuhkan insulin.
Skrining :
 
1. “Glucosa Challenge Test” - GCT
  • Dilakukan pada kehamilan 26 – 28 mg
  • Berikan 50 mg glukosa (tanpa puasa)
  • Periksa gula darah 1 jam kemudian :
    • Kadar > 140 mg/dL (tinggi) → Glucosa Tolerance Test
    • Kadar ≥ 200 mg/dL → GDM tipe A1
2. “Glucosa Tolerance Test” - GTT
  • Dikerjakan bila GCT > 140 mg/dL dan > 200 mg/dL.
  • Ambil gula darah puasa.
  • Beri glukosa 100 g
  • Periksa gula darah 1 jam ( n < 180 ), 2 jam ( n < 155 ) dan 3 jam ( n < 140).
  • GDM [+] bila terdapat nilai positif tinggi 2 dari 4 pemeriksaan gula darah.
FAKTOR RESIKO
Lakukan tes skrining pada :
  1. Riwayat GDM dalam keluarga.
  2. Obesitas.
  3. Riwayat melahirkan anak besar/IUFD/kelainan jantung
PENATALAKSANAAN DIABETES GESTASIONAL ANTEPARTUM:
  • Tujuan utama : mencegah makrosomia dan komplikasinya dengan mempertahankan glukosa darah pada kadar yang diinginkan :
  • Gula darah puasa < 95 mg/dL atau  < 5.2 mmol / L
  • Gula darah 1 jam postprandial < 140 mg/dL atau 7.8 mmol/L
  • Gula darah 2 jam postprandial < 120 mg/dL atau < 6.6 mmol/L
  • Rekomendasi : diet DM
  • Insulin mungkin diperlukan jika kadar gula darah > 95 mg /dL ( > 5.2 mmol/L) ; terapi insulin dmulai segera oleh karena pengaturan diet sulit dilakukan pada ibu hamil.
  • OAD-oral anti diabetik untuk DG masih kontroversi
PENATALAKSANAAN DIABETES GESTASIONAL INTRAPARTUM:
  • Persalinan SC adalah pilihan yang tepat jika TBJ > 4000 gram
  • Karena sumber primer hormon anti insulin adalah plasenta maka tidak terdapat tata laksana lebih lanjut yang dibtuhkan pada periode segera setelah persalinan
  • Semua ibu dengan DG harus menjalani skrining 6 – 8 mg pasca salin karena memiliki resiko terkena DM diluar kehamilan
DIABETES PREGESTASIONAL
Kondisi ini disebabkan oleh defisiensi insulin absolut (insulin dependent diabetes mellitus – IDDM tipe I) atau terjadi peningkatan resistensi perifer terhadap insulin (non-insulin dependent diabetes mellitus –NIDDM tipe II).
Angka Kejadian : < 1%

KOMPLIKASI :
Tidak seperti halnya dengan DG, diabetes pregestasional berkaitan dengan mortalitas dan morbditas ibu dan perinatal yang bermakna:

KOMPLIKASI DIABETES PREGESTASIONAL PADA IBU
KOMPLIKASI DIABETES PREGESTASIONAL PADA JANIN
Kelainan kongenital JANIN akibat DM

PENATALAKSANAAN ANTEPARTUM DIABETES PREGESTASIONAL :

PENATALAKSANAAN ANTEPARTUM DIABETES PREGESTASIONAL
  • Penderita seharusnya sudah berkonsultasi dengan dokter sebelum hamil
  • penatalaksanaan antepartum intensif dapat menurunkan mortalitas perinatal menjadi hanya 3 – 5%
PENATALAKSANAAN INTRAPARTUM dan PASCA SALIN
  • Jika pengendalian metabolik baik, dapat diharapkan berlangsungnya persalinan spontan per vaginam pada kehamilan aterm
  • Jika TBJ > 4000 gram sebaiknya direncanakan persalinan SC
  • Selama proses persalinan ibub tidak boleh makan sehingga harus diberikan cairan glukosa i.v dextrose 5% dengan kecepatan 75 – 100 ml per jam dan kadar gula darah harus diperiksa setiap 2 jam
  • Pemberian insulin regular diberikan per infus atau i.v untuk mempertahankan kadar gula darah sebesar 100 – 120 mg/dL
  • Selama 48 jam pertama pasca salin kebutuhan insulin diperkirakan menurun.  Kadar gula darah yang dapat ditoleransi pada periode ini adalah 150 – 200 mg/dL.

Senin, 26 September 2011

RUPTURA UTERI dalam KEHAMILAN

RUPTURA UTERI dalam KEHAMILAN
Selayang Pandang
Ruptura uteri dalam kehamilan merupakan komplikasi yang bersifat katastropik dengan morbiditas maternal dan fetal yang tinggi , namun jarang terjadi. Sejumlah faktor meningkatkan resiko terjadinya ruptura uteri , namun bahkan pada kelompok resiko tinggi, angka kejdian ruptura uteri sangat rendah.
Gejala dan tanda awal ruptura uteri tidak spesifik sehingga diagnosis sulit ditegakkan dan kadang-kadang menyebabkan tindakan definitif yang terlambat. Sejak diagnosa ditegakkan sampai tindakan, hanya tersedia waktu 10 – 30 menit sebelum morbiditas janin menjadi tak terelakkan. Morbiditas janin terjadi akibat perdarahan dan atau anoksia janin. Tanda yang tak jelas dan terlambat menyebabkan kejadian ruptura uteri ini merupakan episode yang sangat mencemaskan.
Batasan
Ruptura uteri dalam kehamilan adalah kejadian yang jarang dan membahayakan jiwa ibu dan atau anak. Dehisensi jaringan parut uterus jarang berlangsung secara total sehingga tidak terjadi perdarahan
Dehisensi jaringan parut uterus yang terjadi secara total menyebabkan :
  1. Perdarahan uterus yang masif
  2. Gawat janin
  3. Protrusi atau ekspulsi plasenta dan atau janin kedalam rongga abdomen
  4. Tindakan sectio caesar cito dan histerorafi atau histerektomi
Angka kejadian dan Faktor resiko
Meta-analisa dari 20 data penelitian sejak 1976 – 2009 menunjukkan bahwa angka kejadian ruptura uteri adalah 1 : 1536 persalinan ( 0.07%). Dari data yang terbatas, terdapat data bahwa angka kejadian ruptura uteri spontan pada uterus yang utuh 1 : 8434 kehamilan (0.012%)
Kelainan kongenital uterus, multiparitas, riwayat miomektomi dan riwayat persalinan dengan sectio caesar, makrosomia, induksi persalinan, persalinan dengan instrumen dan trauma uterus adalah faktor yang meningkatkan resiko ruptura uteri
Faktor kehamilan yang meningkatkan resiko ruptura uteri
  • Grabde multipara ( persalinan spontan dengan janin viabel lebih dari 6 kali)
  • Usia ibu
  • Plasentasi (akreta, perkreta dan inkreta serta solusio plaenta
  • Kehamilan di cornu
  • Regangan berlebihan ( hidramnion, gemeli)
  • Distocia ( makrosomia, panggul sempit )
  • Invasi trofoblas pada miometrium (mola hidatidosa, choriocarcinoma)
  • Induksi persalinan
  • Partus macet
Penanganan obstetri:
  • Instrumentasi (ektstraksi cunam)
  • Manipulasi intrauterin (versi luar dan versi ekstraksi, distosia bahu, plasenta manuil) )
  • Tekanan fundus uteri
Trauma uterus langsung
  • Kecelakaan lalu lintas
  • Luka tusuk

VASA PREVIA

Vasa praevia
Vasa praevia adalah komplikasi obstetrik dimana pembuluh darah janin melintasi atau berada di dekat ostium uteri internum (cervical os) . Pembuluh darah tersebut berada didalam selaput ketuban ( tidak terlindung dengan talipusat atau jaringan plasenta) sehingga akan pecah bila selaput ketuban pecah. [1]
image
Etiologi /Patofisiologi
Vasa previa terjadi bila pembuluh darah janin melintasi selaput ketuban yang berada di depan ostium uteri internum. Pembuluh darah tersebut dapat berasal dari insersio velamentosa dari talipusat atau bagian dari lobus suksenteriata (lobus aksesorius). Bila pembuluh darah tersebut pecah maka akan terjadi robekan pembuluh darah sehingga terjadi eksanguisasi dan kematian janin.
image
Faktor resiko
Vasa previa lebih sering terlihat pada insersio velamentosa atau lobus aksesorius dan kehamilan kembar .
Diagnosis
  • Jarang terdiagnosa sebelum persalinan namun dapat diduga bila usg antenatal dengan Coolor Doppler memperlihatkan adanya pembuluh darah pada selaput ketuban didepan ostium uteri internum. [2][3]
  • Tes Apt : uji pelarutan basa hemoglobin. Diteteskan 2 – 3 tetes larutan basa kedalam 1 mL darah. Eritrosit janin tahan terhadap pecah sehingga campuran akan tetap berwarna merah. Jika darah tersebut berasal dari ibu, eritrosit akan segera pecah dan campuran berubah warna menjadi coklat.
  • Diagnosa dipastikan pasca salin dengan pemeriksaan selaput ketuban dan plasenta
  • Seringkali janin sudah meninggal saat diagnosa ditegakkan mengingat bahwa sedikit perdarahan yang terjadi sudah berdampak fatal bagi janin
Terapi
Seksio sesar [4][5]
Rujukan
  1. ^ Yasmine Derbala, MD; Frantisek Grochal, MD; Philippe Jeanty, MD, PhD (2007). "Vasa previa". Journal of Prenatal Medicine 2007 1 (1): 2–13.Full text
  2. ^ Lijoi A, Brady J (2003). "Vasa previa diagnosis and management.". J Am Board Fam Pract 16 (6): 543–8. doi:10.3122/jabfm.16.6.543. PMID 14963081.Full text
  3. ^ Lee W, Lee V, Kirk J, Sloan C, Smith R, Comstock C (2000). "Vasa previa: prenatal diagnosis, natural evolution, and clinical outcome.". Obstet Gynecol 95 (4): 572–6. doi:10.1016/S0029-7844(99)00600-6. PMID 10725492.
  4. ^ Bhide A, Thilaganathan B (2004). "Recent advances in the management of placenta previa.". Curr Opin Obstet Gynecol 16 (6): 447–51. doi:10.1097/00001703-200412000-00002. PMID 15534438.
  5. ^ Oyelese Y, Smulian J (2006). "Placenta previa, placenta accreta, and vasa previa.". Obstet Gynecol 107 (4): 927–41. doi:10.1097/01.AOG.0000207559.15715.98. PMID 16582134

Minggu, 25 September 2011

TROMBOSITOPENIA dalam KEHAMILAN

LATAR BELAKANG
Trombositopenia sering terjadi pada seorang ibu dan neonatus yang selalu disebabkan oleh destruksi trombosit (platelet destruction). Kadar trombosit ibu tidak hamil dan neonatus adalah 150.000 – 400.000 / µL ; dan pada wanita hamil umumnya lebih rendah.
Trombositopenia dalam Kehamilan , dapat disebabkan oleh berbagai penyebab:
  • Trombositopenia Gestasional
  • Infeksi virus dan bakteri
  • Preeklampsia dengan komplikasi sindroma HELLP (hemolisis-Elevated Liver Enzyme dan Low Platelet.
Berikut akan dibahas tentang imune trombositopenia , imune trombositopenik purpura (ITP) dan NAIT – neonatal alloimmune thrombocytopenia.

PATOFISIOLOGI
Trombositopenia pada ITP terjadi oleh karena destruksi trombosit yang di mediasi oleh autoantibodi trombosit langsung terhadap antigen permukaan sel. Sistem retikuendotelial merusak antibodi-trombotis komplek. Autoantibodi ini dapat menembus plasenta sehingga dapat mengganggu ibu dan anak.
NAIT disebabkan oleh imunisasi maternal terhadap antigen “fetal paternally plateler-specific antigen ( mirip dengan penyakit Rhesus ). Ibu memiliki jumlah trombosit normal, namun janinnya mengalami trombositopenia berat.
EPIDEMIOLOGI
Angka Kejadian :
Amerika
Angka kejadian ITP : 1 – 2 kasus per 1000 persalinan[2]
Diagnosa ITP ditegakkan saat pemeriksaan antenatal pada pasien dengan riwayat kelainan darah.
Angka kejadian NAIT : 1 – 2 kasus per 1000 persalinan
Internasional
Angka kejadian ITP : 1.8 kasus per 1000 persalinan di Helsinki, Finlandia. [3]
Angka kejdian NAIT : 0.5 kasus per 1000 persalinan dan 1.5 kasus per 1000 neonatus hidup di Inggris dan Perancis. [4]
Di Jepang angka kejadian NAIT 0.3 kasus per 1000 lahir hidup dan adanya inkompatibilitas HPA (human Platelet Antigen) – 4 merupakan etiologi dari 80% kasus. [6] Rekurensi NAIT sangat tinggi (mendekati 100%) [7]
image
Immune thrombocytopenia. An infant born with neonatal lupus syndrome and severe thrombocytopenia. Note extensive bruising and petechiae.
image
Immune thrombocytopenia. An infant born with a cephalohematoma.

MORTALITAS dan MORBIDITAS
  • Resiko ibu bersalin dengan ITP adalah perdarahan, terutama bila jumlah trombosit < 20.000. Trombositopenia neonatus akibat transportasi aktif antibodi trombosit transplasenta menimbulkan masalah klinik yang bermakna dan terjadi 9 dari 66 kehamilan dengan ITP (13.6%). Dari kehamilan tersebut, 5 neonatus dari 66 kehamilan menderita trombositopenia dengan jumlah trombosit < 50.000/µL
  • Trombositopenia neonatus yang hebat menempatkan neonatus dalam resiko perdarahan intrakranial atau viseral.
  • Morbiditas neonatus lebih sering terjadi pada NAIT dengan 10% kematian pada neonatus yang menderita dan 10% menderita kelainan neurologis akibat perdarahan intrakranial. Neonatus yang terkena menunjukkan petechiae generalisata, perdarahan inraabominal dan perdarahan lainnya.
Hemaotoma
Immune thrombocytopenia. Neonatal brain at autopsy showing extensive subdural hemorrhage.

RAS
  • ITP dapat terjadi pada semua ras
  • Lebih dari 50% kasus NAIT terjadi pada ras kulit putih
SEX
  • ITP lebih sering terjadi pada wanita (rasio 3:1).[12]
  • NAIT pada neonatus dapat terjadi pada kedua jenis kelamin
USIA
  • Diagnosa ITP seringkali ditegakkan pada dekade II dan III kehidupan
  • NAIT terjadi dalam kehidupann janin dengan 25 – 50% perdaeahan intrakranial terdeteksi pada pemeriksaan USG prenatal sebelum onset persalinan[13]

 ANAMNESA

  • Ibu hamil dengan ITP dapat tanpa gejala atau dengan gejala ringan (epistaksis atau perdarahan gusi, atau petekiae))
  • Dapat terjadi riwayat menorrhagia atau menometrorrhagia sebelum kehamilan. ·
  • Seorang wanita dengan riwayat persalinan neonatus dengan trombositopenia, perdarahan viseral atau intrkranial patut diduga menderita NAIT. Namun, 50% neonatus dengan NAIT adalah anak pertama .
DIAGNOSA BANDING
Rujukan Kepustakaan
  1. Giers G, Wenzel F, Fischer J, et al. Retrospective comparison of maternal vs. HPA-matched donor platelets for treatment of fetal alloimmune thrombocytopenia. Vox Sang. Oct 27 2009;[Medline].
  2. Burrows RF, Kelton JG. Thrombocytopenia at delivery: a prospective survey of 6715 deliveries. Am J Obstet Gynecol. Mar 1990;162(3):731-4. [Medline].
  3. Sainio S, Jarvenpaa AL, Renlund M. Thrombocytopenia in term infants: a population-based study. Obstet Gynecol. Mar 2000;95(3):441-6. [Medline].
  4. Blanchette VS, Chen L, de Friedberg ZS. Alloimmunization to the PlA1 platelet antigen: results of a prospective study. Br J Haematol. Feb 1990;74(2):209-15. [Medline].
  5. Dreyfus M, Kaplan C, Verdy E. Frequency of immune thrombocytopenia in newborns: a prospective study. Immune Thrombocytopenia Working Group. Blood. Jun 15 1997;89(12):4402-6. [Medline].
  6. Davis GL. Platelet specific alloantigens. Clin Lab Sci. Nov-Dec 1998;11(6):356-61. [Medline].
  7. Bussel JB. Immune thrombocytopenia in pregnancy: autoimmune and alloimmune. J Reprod Immunol. Dec 15 1997;37(1):35-61. [Medline].
  8. Yamada H, Kato EH, Kobashi G. Passive immune thrombocytopenia in neonates of mothers with idiopathic thrombocytopenic purpura: incidence and risk factors. Semin Thromb Hemost. 1999;25(5):491-6. [Medline].
  9. Biswas A, Arulkumaran S, Ratnam SS. Disorders of platelets in pregnancy. Obstet Gynecol Surv. Aug 1994;49(8):585-94. [Medline].
  10. Durand-Zaleski I, Schlegel N, Blum-Boisgard C. Screening primiparous women and newborns for fetal/neonatal alloimmune thrombocytopenia: a prospective comparison of effectiveness and costs. Immune Thrombocytopenia Working Group. Am J Perinatol. Oct 1996;13(7):423-31. [Medline].
  11. ACOG practice bulletin, American College of Obstetricians and Gynecologists. Thrombocytopenia in pregnancy. Number 6, September 1999. Clinical management guidelines for obstetrician- gynecologists. Int J Gynaecol Obstet. Nov 1999;67(2):117-28. [Medline].
  12. George JN, el-Harake MA, Raskob GE. Chronic idiopathic thrombocytopenic purpura. N Engl J Med. Nov 3 1994;331(18):1207-11. [Medline].
  13. Herman JH, Jumbelic MI, Ancona RJ. In utero cerebral hemorrhage in alloimmune thrombocytopenia. Am J Pediatr Hematol Oncol. Winter 1986;8(4):312-7. [Medline].
  14. Christiaens GC, Nieuwenhuis HK, von dem Borne AE. Idiopathic thrombocytopenic purpura in pregnancy: a randomized trial on the effect of antenatal low dose corticosteroids on neonatal platelet count. Br J Obstet Gynaecol. Oct 1990;97(10):893-8. [Medline].
  15. Cohen DL, Baglin TP. Assessment and management of immune thrombocytopenia in pregnancy and in neonates. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed. Jan 1995;72(1):F71-6. [Medline].
  16. Cines DB, Blanchette VS. Immune thrombocytopenic purpura. N Engl J Med. Mar 28 2002;346(13):995-1008. [Medline].
  17. Yamada H, Kato EH, Kishida T. Risk factors for neonatal thrombocytopenia in pregnancy complicated by idiopathic thrombocytopenic purpura. Ann Hematol. May 1998;76(5):211-4. [Medline].
  18. Moise KJ Jr, Patton DE, Cano LE. Misdiagnosis of a normal fetal platelet count after coagulation of intrapartum scalp samples in autoimmune thrombocytopenic purpura. Am J Perinatol. Sep 1991;8(5):295-6. [Medline].
  19. Berry SM, Leonardi MR, Wolfe HM. Maternal thrombocytopenia. Predicting neonatal thrombocytopenia with cordocentesis. J Reprod Med. May 1997;42(5):276-80. [Medline].
  20. Cook RL, Miller RC, Katz VL. Immune thrombocytopenic purpura in pregnancy: a reappraisal of management. Obstet Gynecol. Oct 1991;78(4):578-83. [Medline].
  21. Bussel J, Kaplan C. The fetal and neonatal consequences of maternal alloimmune thrombocytopenia. Baillieres Clin Haematol. Jun 1998;11(2):391-408. [Medline].
  22. Martí-Carvajal AJ, Peña-Martí GE, Comunián-Carrasco G. Medical treatments for idiopathic thrombocytopenic purpura during pregnancy. Cochrane Database Syst Rev. Oct 7 2009;CD007722. [Medline].
  23. Sukenik-Halevy R, Ellis MH, Fejgin MD. Management of immune thrombocytopenic purpura in pregnancy. Obstet Gynecol Surv. Mar 2008;63(3):182-8. [Medline].
  24. Howman RA, Barr AL, Shand AW, Dickinson JE. Antenatal intravenous immunoglobulin in chronic immune thrombocytopenic purpura: case report and literature review. Fetal Diagn Ther. 2009;25(1):93-7. [Medline].
  25. Bussel JB, Graziano JN, Kimberly RP. Intravenous anti-D treatment of immune thrombocytopenic purpura: analysis of efficacy, toxicity, and mechanism of effect. Blood. May 1 1991;77(9):1884-93. [Medline].
  26. Scaradavou A, Woo B, Woloski BM. Intravenous anti-D treatment of immune thrombocytopenic purpura: experience in 272 patients. Blood. Apr 15 1997;89(8):2689-700. [Medline].
  27. Copel JA, Gollin YG, Grannum PA. Alloimmune disorders and pregnancy. Semin Perinatol. Jun 1991;15(3):251-6. [Medline].
  28. Bussel JB, Zabusky MR, Berkowitz RL. Fetal alloimmune thrombocytopenia. N Engl J Med. Jul 3 1997;337(1):22-6. [Medline].
  29. Kaplan C, Daffos F, Forestier F. Management of alloimmune thrombocytopenia: antenatal diagnosis and in utero transfusion of maternal platelets. Blood. Jul 1988;72(1):340-3. [Medline].
  30. Nicolini U, Tannirandorn Y, Gonzalez P. Continuing controversy in alloimmune thrombocytopenia: fetal hyperimmunoglobulinemia fails to prevent thrombocytopenia. Am J Obstet Gynecol. Oct 1990;163(4 Pt 1):1144-6. [Medline].
  31. Murphy MF, Pullon HW, Metcalfe P. Management of fetal alloimmune thrombocytopenia by weekly in utero platelet transfusions. Vox Sang. 1990;58(1):45-9. [Medline].
  32. Lynch L, Bussel JB, McFarland JG. Antenatal treatment of alloimmune thrombocytopenia. Obstet Gynecol. Jul 1992;80(1):67-71. [Medline].
  33. Bussel JB, Berkowitz RL, Lynch L. Antenatal management of alloimmune thrombocytopenia with intravenous gamma-globulin: a randomized trial of the addition of low-dose steroid to intravenous gamma-globulin. Am J Obstet Gynecol. May 1996;174(5):1414-23. [Medline].
  34. Radder CM, Brand A, Kanhai HH. A less invasive treatment strategy to prevent intracranial hemorrhage in fetal and neonatal alloimmune thrombocytopenia. Am J Obstet Gynecol. 2001;185(3):683-8.
  35. Burrows RF, Kelton JG. Incidentally detected thrombocytopenia in healthy mothers and their infants. N Engl J Med. Jul 21 1988;319(3):142-5. [Medline].
  36. Greinacher A, Eichler P, Lubenow N. Drug-induced and drug-dependent immune thrombocytopenias. Rev Clin Exp Hematol. 2001;5(3):166-200.
  37. McCrae KR, Bussel JB, Mannucci PM, et al. Platelets: an update on diagnosis and management of thrombocytopenic disorders. Hematology Am Soc Hematol Educ Program. 2001;282-305.

Sabtu, 24 September 2011

ANEMIA DEFISIENSI ASAM FOLAT

ANEMIA DEFISIENSI ASAM FOLAT
Anemia defisiensi asam folat adalah berkurangnya sel darah merah (eritrosit) atau anemia akibat kurangnya asam folat.
Anemia adalah kondisi dimana tubuh tidak memiliki sel darah merah sehat yang cukup. Sel darah merah diperlukan untuk memasok oksigen kedalam jaringan tubuh.
Angka kejadian: 4 : 100.000
Etiologi
Folat atau lazim disebut asam folat dibutuhkan untuk pembentukan dan perkembangan eritrosit. Asam folat dapat diperoleh dari sayuran segar berwarna hijau dan hati. Oleh karena asam folat tidak disimpan dalam tubuh dalam jumlah besar, maka diperlukan pasokan kontinyu melalui makanan sehari-hari.
Pada anemia akibat defisiensi asam folat, ukuran sel darah merah besar secara abnormal. Sel darah merah yang besar ini disebut megalosit atau megaloblas dalam sumsum tulang. Ini sebabnya maka, anemia defisiensi asam folat dinamakan megaloblastic anemia
clip_image001
Etiologi dari anemia jenis ini adalah:
  • Medikasi dengan obat tertentu a.k phenytoin (Dilantine®), methrotexate, sulfasalazine, triamterene, pyrimethamine, trimethoprim-sulfamethoxazole, dan barbiturat)
  • Alkoholisme menahun
  • Crohn's disease, celiac disease, infeksi cacing dari ikan atau kesulitan dalam pencernaan lain
  • Pasokan asam folat dari makanan sehari-hari yang buruk
  • Pembedahan dengan mengangkat sebagian dari lambung atau usus kecil (pembedahan untuk menurunkan berat badan)
Pada trimester ketiga kehamilan, defisiensi terjadi akibat peningkatan kebutuhan. Hemolytic anemia juga menyebabkan defisiensi asam folat oleh karena meningkatnya destruksi eritrosit dan peningkatan kebutuhan.
Faktor resiko :
  1. Alkoholisme
  2. Makan sayuran terlalu masak
  3. Gizi buruk (orang tua atau tidak gemar makan sayuran)
  4. Kehamilan
Gejala
  • Lesu (Fatigue)
  • Sakit kepala
  • Pucat (Pallor)
  • Radang mulut dan lidah
Pemeriksaan
Terapi
Tujuan adalah identifikasi dan mengatasi penyebab defisiensi asam folat
Supleme asam folat diberikan peroral atau intravena (terapi jangka pendek) sampai anemia teratasi.
Pada gangguan absorbsi di usus, terapi diberikan sepanjang hidup
Terapi diet : sayuran hijau segar dan buah jeruk
Outlook (Prognosis)
Anemia umumnya teratasi dalam waktu 2 bulan
Komplikasi
Gejala anemia adalah lesu. Pada ibu hamil, defisiensi asam folat dikaitkan dengan defek tabung neural (spina bifida)
Komplkiasi berat lain:
  • Gangguan pigmentasi dan struktur rambut (keriting dan berwarna abu-abu)
  • Peningkatan pigmentasi kulit
  • Infertility
  • Penyakit jantung menjadi berat dan gagal jantun (heart failure)
Pencegahan
Diet mengandung asam folat pada individu resiko tinggi, dan suplementasi asam folat saat kehamilan untuk mencegah terjadinya anemia dalam kehamilan
Rujukan
Antony AC. Megoblastic anemias. In: Hoffman R, Benz EJ, Shattil SS, et al., eds. Hematology: Basic Principles and Practice. 5th ed. Philadelphia, Pa: Elsevier Churchill Livingstone; 2008:chap 39.
Kaferie J, Strzoda CE. Evaluation of macrocytosis. Am Fam Physician. 2009;79:203-208.

ANEMIA dalam KEHAMILAN

PENDAHULUAN
Kehamilan menyebabkan serangkaian perubahan fisiologik yang sering mengacaukan penegakan diagnosa penyakit hematologi dan penentuan terapi.
Salah satu yang paling penting adalah terjadinya perubahan volume plasma yang tidak sebanding dengan perubahan volume darah secara keseluruhan sehingga terjadi penurunan hematokrit.


ETIOLOGI ANEMIA DALAM KEHAMILAN
image

ANEMIA DEFISIENSI ZAT BESI
Di Negara Berkembang, anemia merupakan keadaan yang membahayakan ibu hamil.
Wanita dewasa mempunyai kandungan zat besi sebesar 3500 – 4500 mg
  • 75% berada dalam eritrosit sebagai hemoglobin.
  • 20% berada dalam tempat penyimpanan terutama dalam sumsum tulang dan RES (reticulo endothelial system) sebagai kompleks ferritin.
  • 5% berada dalam otot, sistem enzym terutama dalam bentuk myohemoglobin.
Usia eritrosit ± 120 hari dan setiap hari terdapat eritrosit yang mati dan mengeluarkan kandungan zat besinya yang diperlukan dalam proses pembentukan eritrosit baru.
Setiap hari seorang akan kehilangan 1 mg zat besi melalui lapisan epitel yang mati. Pada wanita dewasa, melalui darah haid pasien akan kehilangan zat besi sekitar 1 mg perhari.
Jadi kebutuhan seorang wanita tidak hamil untuk mempertahankan keseimbangan zat besi adalah 2 mg perhari. Makanan sehari-hari kita kira-kira mengandung 15 – 20 mg zat besi dan hanya 14 – 20% yang dapat diabsorbsi.
Kehamilan adalah situasi dimana kebutuhan zat besi meningkat dan diperkirakan selama 40 minggu kehamilan kebutuhan zat besi wanita hamil adalah 750 mg yang terdiri dari :
  • 425 mg untuk ibu
  • 300 mg untuk janin
  • 25 mg untuk plasenta
Sepanjang masa kehamilan, kebutuhan zat besi tidak selalu sama dan hal itu mempengaruhi derajat absorbsi zat besi oleh tubuh wanita hamil dari waktu ke waktu. Pada minggu ke 30, absorbsi sekitar 30% asupan zat besi yang ada ; pada minggu ke 36 , absorbsi sekitar 66% asupan zat besi yang ada ( 9 kali lipat aborbsi pada minggu ke 16).

Kebutuhan Zat Besi selama Kehamilan
image
Catatan
  1. Kebutuhan maternal total dihitung dari
    • Kehilangan zat besi dari epitel yang mati 1 mg/hari
    • Kenaikan masa eritrosit dan perkembangan otot 1.6 mg /hari
    • Simpanan akibat amenorea 0.6 mg/hari
    • Kebutuhan harian 2.0 mg / hari

  1. Anggapan penggunaan harian adalah 20 – 25% dari asupan zat besi dasar
DIAGNOSIS
Bila Hb < 11 g/dL atau hematorit < 33%, harus dilakukan investigasi klinik yang baik untuk menghindari tranfusi darah kelak. Sebagian besar AG adalah akibat defisiensi zat besi, tetapi di belahan dunia lain dapat pula disebabkan oleh thalassemia atau “sickle cell” anaemia. Pada anemia yang berat (kurang dari 6.5 g/L) hal ini mungkin disebabkan oleh anemia megaloblastik.
Pemeriksaan hemoglobin dilakukan pada kunjungan ANC pertama, minggu ke 30 dan minggu ke 36 .
Jenis tes bervariasi tergantung pada kondisi lokal (tabel 35.2). Bila anemia terdeteksi secara klinis ( Hb < 10 g/L) maka MCV dan serum ferritin harus diperiksa.
TERAPI
Terapi tergantung pada :
  1. Derajat defisiensi zat besi
  2. Jangka waktu antara diagnosa dan persalinan
Dosis peroral tidak lebih dari 200 mg karena akan menyebabkan mual dan rasa tak enak diperut selain itu semakin besar derajat defisiensi, semakin besar absorbsi yang terjadi
Terapi awal diberikan 1/3 dosis yang diperlukan dan dinaikkan secara bertahap
Terapi peroral diberikan setiap 8 jam sehingga absorbsi akan terus berlangsung selama 24 jam
Dengan terapi diatas diharapkan terjadi kenaikan kadar Hb 1.5 g/L setiap hari dan bila dalam 2 minggu tak terdapat perbaikan perlu dipikirkan adanya anemia megaloblastik

“The Diagnosis of Anemia in Pregnancy”
image
Bila pasien tak dapat mentolerir zat besi PO, atau bila saat persalinan sudah dekat atau kadar Hb < 6 5 g/L maka pemberian zat besi dilakukan secara parenteral.
Pasien dengan anemia berat juga harus diberi asam folate 5 mg per hari oleh karena anemia berat mungkin menutupi gejala anemia megaloblastik (anemia defisiensi asam folat).
Semakin rendah kadar Hb, semakin besar kemungkinan menderita anemia megaloblasik.
Dugaan anemia megaloblastik : bila hapusan darah menunjukkan adanya lebih dari 7% neutrofil memiliki > 5 lobus. Konfirmasi dilakukan dengan pemeriksaan sumsum tulang.
 
ANEMIA APLASTIK
Kegagalan sumsung tulang yang menyebabkan anemia jarang terjadi selama kehamilan.
Kejadian ini dapat berlangsung secara sekunder akibat bahan-bahan : kloramfenikol, fenilbutazone, mepheyntoin , kemoterapeutika atau insektisida.
Pada kehamilan biasanya sembuh spontan dan diperkirakan merupakan reaksi imunologis yang terjadi selama kehamilan.

Gambaran Klinik
  • Pucat, lesu ,takikardia, ulkus tenggorokan yang nyeri dan demam.
  • Kriteria diagnostik : pansitopenia dan sumsum tulang yang kosong.
Komplikasi
  • IUFD, persalinan prematur atau abortus.
  • Morbidtasi ibu dan anak tinggi.
Terapi
  • Hindari faktor – faktor penyebab
  • Prednisolone 10 – 20 mg qid
  • Tranfusi PRC dan trombosit
  • (terminasi kehamilan)
  • Transplantasi sumsum tulang

 
“DRUG INDUCED HEMOLYTIC ANEMIA”
Kadang terjadi pada pasien dengan “inborn error of metabolisme”
Di US sering terjadi pada kasus defisiensi G6PD (glucosa 6 phosphat dehydrogenase) dalam eritrosit
Gambaran Klinik
Terjadi penurunan aktivitas G6PD pada 1/3 pasien trimester III sehingga mengalami episode hemolisis. 2/3 pasien memilki hematokrit < 30%
Sering terjadi komplikasi UTI
Pemakaian sulfonamide sering merupakan pencetus hemolisis
Janin yang mengalami defisiensi G6PD bila terpapar dengan ibu yang menggunakan sulfonamide dapat mengalami hemolisis, hidrop fetalis dan IUFD.
 
“ SICKLE CELL” ANEMIA

image
Kelainan genetik yang hampir selalu terjadi pada pasien kulit hitam.
Ditandai dengan adanya kelainan molekul hemoglobin yang disebut hemoglobin S sehingga eritrosit berbentuk seperti bulan sabit.

Gambaran klinik
  • Ditandai dengan anemia hemolitik kronis dengan krisis berulang
  • Sering menderita UTI-urinary tract infection
  • Sel eritrosit cenderung berubah bentuk saat hipoksia
Gejala dan Tanda
  1. Anemia kronis
  2. Eritrosit berubah bentuk seperti bulan sabit
  3. Krisis perdarahan
  4. Manisfestasi lain :
a. Kepekaan terhadap infeksi bakteri meningkat
  • Pneumonia
  • Bronchopneumonia
  • Infark paru
b. Kerusakan ginjal
c. Gangguan SSP
d. Gangguan mata

 
AKIBAT ANEMIA PADA KEHAMILAN dan PERSALINAN
  1. Morbiditas maternal meningkat akibat abortus , partus prematur
  2. Mortalitas ibu meningkat akibat perdarahan pasca persalinan dan anemia
  3. Komplikasi paru, gagal jantung kongestif, infeksi, preeklamsia eklamsia

Bacaan Anjuran
  1. Bayouneu et al: Iron therapy in iron deficiency anemia in pregnancy . Am J Obstet Gynecol 186:512,2002
  2. Baby Centre Medical Adivory Board (2009) : Iron-deficiency anemia in pregnancy available at : http://www.babycenter.com/0_iron-deficiency-anemia-in-pregnancy_3073.bc accesed Januari 16th 2010
  3. Cunningham FG et al : Cardiovascular Disease in “ Williams Obstetrics” , 22nd ed, McGraw-Hill, 2005
  4. DeCherney AH. Nathan L : Cardiac, Hematologic, Pulmonary, Renal & Urinary Tract Disorder in Pregnancy in Current Obstetrics and Gynecologic Diagnosis and Treatment , McGraw Hill Companies, 2003
  5. Llewelyn-Jones : Cardiovascular, Repiratory and Hematological disorder in pregnancy in Obstetrics and Gynecology 7th ed. Mosby, 1999
  6. Scanlon KS, Yip R, Schieve LA,et al: High and low hemoglobin level during oregnancy : Differential risk for preterm birth and SGA. Obstet Gynecol 96:741, 2000
  7. Sharma JB, et al: A prospectibe, partially randomized study of pregnancy outcomes and hematologic respon to oral and intramuscular iron treatment in moderately anemic pregnant women. Am J Clin Nutri 79:116, 2004

Jumat, 23 September 2011

INKOMPATIBILITAS RHESUS dan KEHAMILAN

INKOMPATIBILITAS RHESUS dan KEHAMILAN

Apa yang dimaksud dengan Rhesus ?
  • Permukaan sel darah merah manusia dapat atau tidak mengandung antigen Rhesus (Rh-antigen). Bila ditemukan antigen Rh pada permukaan eritrosit maka pasien disebut Rhesus [+] Positif. Bila seorang pasien dengan golongan darah memiliki antigen Rhesus maka dia disebut sebagai A + ; bila tidak A –
  • Setengah dari antigen pada janin berasal dari ayah dan setengahnya dari ibu.

Masalah sensitisasi Rhesus

Pasangan orang tua yang harus diperhatikan adalah bila : ibu Rhesus Negatif dan ayah Rhesus Positif.
  • Bila ibu hamil Rhesus [-] dan anaknya Rhesus [+], maka ibu hamil akan mengalami sensitisasi dengan antigen Rhesus ð antibodi Rhesus.
  • Antibodi tersebut akan melewati plasenta dan menyerang eritrosit janin ðhemolisis eritrosit janin dengan segala akibatnya.
  • Sensitisasi

Sensitisasi dapat terjadi saat :
    • Amniosentesis.
    • Abortus iminen.
    • Perdarahan per vaginam.
    • Solusio plasenta / Plasenta praevia.
    • Trauma abdomen.
    • Seksio sesar.
    • Versi Luar.

 Skenario bahaya pada janin

Ibu Rhesus [-] dengan janin Rhesus [+] akan mengalami sensitisasi pada awal kehamilan.
Wanita terpapar dengan darah Rhesus [+] selama kehamilan dan atau persalinan dan kemudian menghasilkan antibodi. Pada akhir kehamilan, sistem imunologi ibu hamil yang sudah mengenal darah Rhesus [+] melewati plasenta dan menyerang eritrosit janin yang Rhesus [+].

Skrining

Pada tiap kehamilan harus dilakukan pemeriksaan golongan darah berikut Faktor Rhesus dan skrining antibodi dilakukan pada kunjungan pertama dengan tes COMB indirect

 

RhoGAM :

Bila ibu Rhesus negatif terpapar dengan darah janin Rhesus [+], maka ibu harus diberi RhoGAM ; RhoGam adalah RhIgG (iGG akan menempel pada antigen Rhesus) dan mencegah terjadinya respon imunologi ibu.

Penatalaksanaan Ibu Rhesus [-] yang tidak tersensitisasi (pasien Rhesus [-] dengan skrining antibodi [-])
  1. Skrining antibodi dikerjakan pada kehamilan 0 – 24 – 28 minggu.
  2. Bila negatif, berikan 300 µg RhIgG untuk mencegah terbentuknya antibodi dalam tubuh ibu.
  3. Saat persalinan, tentukan status Rhesus neonatus, bila Rhesus (+) , berikan RhIgG pasca persalinan.
RhoGAM diberikan pada ibu Rhesus [-] yang terpapar dengan darah janin
Pada kehamilan yang mengalami sensitisasi pertama kali, komplikasi terhadap janin rendah
Penatalaksanaan Ibu rhesus Negatif yang tersensitisasi (bila pada kunjungan pertama, hasil skrining antibodi Rhesus hasilnya positif):
  1. Lakukan skrining antibodi pada kehamilan 0 – 12 – 20 minggu.
  2. Tentukan titer antibodi :
    • Bila titer stabil pada angka < 1 : 16 , kemungkinan terjadinya penyakit hemolitik pada neonatus sangat rendah.
    • Bila titer > 1 : 16 atau meningkat, kemungkinan terjadinya penyakit hemolitik pada neonatus sangat besar
    • Amniosentesis pada kehamilan 16 – 20 minggu:
    • Analisa sel janin untuk menentukan status Rhesus.
    • Analisa cairan amnion dilakukan dengan memakai spektrofotometer yang menentukan absorbsi cahaya oleh bilirubin. Hasil pengukuran absorbsi di aplikasikan pada kurve Liley untuk meramalkan beratnya penyakit.

Rabu, 21 September 2011

HIDROP FETALIS

image

HIDROP FETALIS adalah bahasa latin dari suatu edema janin . Istilah ini diperkenalkan pertama kali oleh Ballantyne tahun 1892, meskipun sesungguhnya kondisi  ini telah diketahui sejak dua abad yang lalu.  
Gambaran klinis dari penyakit ini adalah abnormalitas akumulasi cairan dalam rongga tubuh (pleural, percardial dan peritoneal) dan jaringan lunak tubuh dengan ketebalan dinding lebih dari 5 mm..[1, 2, 3, 4, 5]   
Hidrop fetalis sering berhubungan dengan hidramnion dan penebalan plasenta ( > 6 mm) pada 30 – 75% kasus. Sejumlah kasus ditemukan pula hepatosplenomegali.
Masalah dasar pada hidrop fetalis adalah gangguan keseimbangan cairan homeostasis dimana terjadi banyak amumulasi cairan dibandingkan dengan yang di absorbsi. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan adanya 2 kategori patologi :
  • Hidrop Fetalis non-imune
  • Hidrop fetalis imune
HF – IMUNE (10%)
  • Berasal dari penyakit hemolitik alloimuni (Rhesus Isoimmunization)
  • Dikenal pula sebagai eritroblastosis fetalis atau penyakit hemolitik.
  • Patogenesis : HF imune terjadi ketika sel darah merah janin mengekspresikan protein yang tidak terdapat didalam eritrosit ibu → sensitisasi sitem imunologi ibu → antibodi IgG untuk melawan protein asing tersebut
IgG melintasi plasenta dan menghancurkan eritrosit janin → anemia dan gagal jantung pada janin
HF imune biasa disertai dengan hematokrit janin < 15% (normal = 50%)
  • Isoimunisasi Rh :
Antigen D (Rh) hanya ada pada eritrosit primata. Mutasi gen D menyebabkan tidak adanya ekspresi antigen D pada eritrosit. Individu semacam ini dianggap sebagai Rh negatif
Jika janin berasal dari ibu yang Rh negatif maka tidak terjadi sensitisasi Rh. Meskipun demikian 60% ibu Rh negatif akan memiliki janin dengan Rh positif
Paparan darah Rh positif pada ibu Rh negatif akan memicu respon antibodi
Faktor resiko sensitisasi Rh :
  1. Tarnfusi darah yang tidak kompatibel
  2. Kehamilan ektopik
  3. Abortus
  4. Amniosentesis
  5. Kehamilan normal
HF – NON IMUNE (90%)
  • NIHFnon immune related hydrops fetalis dapat disebabkan   oleh :.[6]
    • Gagal miokardium primer
    • Gagal jantung “high out-put”
    • Penurunan tekanan onkotik plasma
    • Peningkatan permeabilitas kapiler
    • Obstruksi aliran vena atau aliran limfatik. .
  • Etiologi utama NIHF adalah kelainan jantung bawaan
  • Etiologi kedua NIHF berikutnya adalah kelainan kromosom (sindroma Turner)..[1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9]
  • Mortalitas sangat tinggi.[7, 9, 10, 11, 12, 13, 14]
  • HF sering ditegakkan melalui USG rutin. Kecurigaan adanya HF ditegakkan bila ada riwayat dalam keluarga dan adanya hidramnion .[15]
GAMBARAN PENCITRAAN 

USG memperlihatkan adanya :
  1. Edema anasarka dan
  2. penumpukan cairan dalam rongga tubuh seperti pleura – perikardium dan rongga peritoneal (asites dan hidrokel)
  3. Hidramnion
  4. Plasenta yang tebal
image 
Left: Transverse section of the fetal abdomen.
Right: Coronal section of the fetal thorax. These sonograms show ascites (asterisk) and echogenic lungs (L). This fetus had tracheal atresia. The red arrows indicate skin edema.
 
image

Coronal (left) and axial (right) fetal sonograms obtained late in the second trimester. These images show a large pleural effusion. The parents were from the Far East, and an earlier pregnancy had ended because of α thalassemia, which is a major cause of nonimmune-related hydrops fetalis in the Far East. The condition is uniformly fatal and associated with a significant risk of maternal morbidity. The α thalassemia gene is found in 20-30% of the population in Southeast Asia. The fetus was lost within 1 week of the ultrasonographic examination. Eff. = effusion; F. liver = fetal liver. 

image

Transverse sections of the fetal abdomen. These sonograms show small ascites (asterisk) and gross skin edema (red arrows).
 
image

Transverse ultrasonographic sections of the head (left) and chest (right) of a fetus with hydrops fetalis. Note the halo around the head; this is due to edema. Compare the halo with pseudoedema due to fetal hair. The chest shows gross skin edema and a large, bilateral pleural collection.

Rujukan kepustakaan :
  1. Tercanli S, Gembruch U, Holgreve W. Nonimmune hydrops fetalis: diagnosis and management. In: Callan P, ed. Ultrasonography in Obstetrics and Gynecology. 4th ed. Philadelphia, Pa: WB Saunders Co; 2000:551-75.
  2. Benacerraf BR. Hydrops. Ultrasound in Fetal Syndrome. New York, NY: Churchill Livingstone; 1998:73.
  3. Challis DE, Ryan G, Jefferies A. Fetal hydrops. In: Rumack CM, Wilson SR, Charboneau JW, eds. Diagnostic Ultrasound. St Louis, Mo: Mosby-Year Book; 1998:1303-22.
  4. Sauerbrel E, Nguyen KT, Nolan RL. Fetal hydrops. A Practical Guide to Ultrasound in Obstetrics and Gynecology. 2nd ed. Philadelphia, Pa: Lippincott-Raven; 1998:377-83.
  5. Bisset RA, Khan AN, Thomas NB. Causes of fetal hydrothorax. Differential Diagnosis in Obstetric and Gynecologic Ultrasound. Philadelphia, Pa: WB Saunders; 1997:216-9.
  6. Williams IA, Kleinman CS. Is hydrops fetalis a manifestation of fetal pulmonary edema caused by impaired lymphatic drainage?. Ultrasound Obstet Gynecol. Jan 2008;31(1):96-9. [Medline].
  7. Api O, Carvalho JS. Fetal dysrhythmias. Best Pract Res Clin Obstet Gynaecol. Feb 2008;22(1):31-48. [Medline].
  8. Hirsch M, Friedman S, Schoenfeld A, Ovadia J. Nonimmune hydrops fetalis--a rational attitude of management. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol. Mar 1985;19(3):191-6. [Medline].
  9. Holzgreve W, Curry CJ, Golbus MS, et al. Investigation of nonimmune hydrops fetalis. Am J Obstet Gynecol. Dec 1 1984;150(7):805-12. [Medline].
  10. Has R. Non-immune hydrops fetalis in the first trimester: a review of 30 cases. Clin Exp Obstet Gynecol. 2001;28(3):187-90. [Medline].
  11. Heinonen S, Ryynänen M, Kirkinen P. Etiology and outcome of second trimester non-immunologic fetal hydrops. Acta Obstet Gynecol Scand. Jan 2000;79(1):15-8. [Medline].
  12. Bukowski R, Saade GR. Hydrops fetalis. Clin Perinatol. Dec 2000;27(4):1007-31. [Medline].
  13. Vautier-Rit S, Dufour P, Vaksmann G, et al. [Fetal arrhythmias: diagnosis, prognosis, treatment; apropos of 33 cases] [French]. Gynecol Obstet Fertil. Oct 2000;28(10):729-37. [Medline].
  14. Castillo RA, Devoe LD, Hadi HA, Martin S, Geist D. Nonimmune hydrops fetalis: clinical experience and factors related to a poor outcome. Am J Obstet Gynecol. Oct 1986;155(4):812-6. [Medline].
  15. Harper A, Kenny B, O'Hara MD, Nelson J. Recurrent idiopathic non-immunologic hydrops fetalis: a report of two families, with three and two affected siblings. Br J Obstet Gynaecol. Aug 1993;100(8):796. [Medline].
  16. Sahn DJ, Shenker L, Reed KL, et al. Prenatal ultrasound diagnosis of hypoplastic left heart syndrome in utero associated with hydrops fetalis. Am Heart J. Dec 1982;104(6):1368-72. [Medline].
  17. Salmaso R, Franco R, de Santis M, et al. Early detection by magnetic resonance imaging of fetal cerebral damage in a fetus with hydrops and cytomegalovirus infection. J Matern Fetal Neonatal Med. Jul 2007;20(7):559-61. [Medline].
  18. Favre R, Dreux S, Dommergues M, et al. Nonimmune fetal ascites: a series of 79 cases. Am J Obstet Gynecol. Feb 2004;190(2):407-12. [Medline].

Selasa, 20 September 2011

PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT

PJT - Pertumbuhan Janin Terhambat adalah gangguan pertumbuhan janin dibawah standar normal.
Secara spesifik dinyatakan bahwa pada PJT : berat badan janin kurang dari 10th persentil untuk usia kehamilan atau lingkar abdomen kurang dari 2.5th persentil

ETIOLOGI
clip_image001 Ibu menderita Penyakit Jantung.
clip_image001[1] Berada di daerah pegunungan tinggi.
clip_image001[2] Kehamilan kembar.
clip_image001[3] Masalah plasenta.
clip_image001[4] Preeklampsia – eklampsia.
clip_image001[5] Kelainan kongenital atau kromosomal .
clip_image001[6] Infeksi yang terjadi pada masa kehamilan (rubella – sitomegalovirus dan sifilis

FAKTOR RESIKO
clip_image001[7] Alkoholisme
clip_image001[8] Pecandu obat
clip_image001[9] Tekanan darah tinggi / Penyakit jantung
clip_image001[10] Malnutrisi
clip_image001[11] Merokok
70% bayi yang lahir dengan berat dibawah 10th percentile untuk usia kehamilan secara konsitusional tergolong kecil ; 30% sisanya disebabkan oleh keadaan patologis.

PJT SIMEtRIK DAN ASIMETRIK
PJT simetrik : Pertumbuhan kepala dan tubuh tidak memadai. Perbandingan lingkar kepala dan lingkar abdomen masih normal, namun secara keseluruhan lingkar abdomen dan lingkar kepala kurang dari normal.
PJT asimetrik :
Umumnya terjadi pada kehamilan lanjut dan sebagian besar energi digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan organ vital (otak dan jantung). Jenis ini umumnya disebabkan oleh insufsiensi plasenta.
PJT meningkatkan resiko :
    1. Aspirasi mekonium
    2. Asfiksia
    3. Polisitemia
    4. Hipoglikemia
    5. Retardasi mental.
image
Gambar 1: Grafik Lingkar kepala rata-rata (hijau) dengan 5th (merah) dan 95th (biru) persentil antara kehamilan 16 – 40 minggu

Gejala PJT asimetrik :
clip_image001[26] Ø kepala normal
clip_image001[27] Lingkaran abdomen kecil (ukuran hepar yang kecil)
clip_image001[28] Tungkai yang kurus (masa otot )
clip_image001[29] Kulit keriput ( lemak subkutis )
Bila penyebab PJT asimetrik berlangsung lama maka janin akan kehilangan kemampuan untuk melakukan kompensasi →  terjadi PJT simetrik.
Terhentinya pertumbuhan dan perkembangan kepala akan berdampak besar terhadap proses tumbuh kembang anak nantinya.
PJT patut diduga bila ukuran uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan → konfirmasi dengan pemeriksaan ultrasonografi.

image 
Keterangan gambar 2:
  • (atas) Biometri BPD yang ditandai dengan x …………….x serta lingkar kepala.
  • (tengah) lingkar abdomen
  • (bawah) Biometri Panjang Femur yang ditandai dengan x ……….x

TERAPI
clip_image001[34] PJT meningkatkan resiko kematian janin sehingga bila terdapat dugaan PJT maka ibu hamil harus mendapatkan pengawasan yang ketat.
clip_image001[36] Tirah baring.
clip_image001[37] Pemeriksaan ultrasonografi serial untuk melihat :
    • Pertumbuhan janin .
    • Aliran darah plasenta (color doppler velocimetry).
    • Volume Cairan amnion .
clip_image001[38] Tes Non-Stress : dilakukan pada pasien pre eklampsia dan mengalami PJT asimetrik.
clip_image001[39] Pemeriksaan trombosit dan fungsi hepar.
clip_image001[40] Ibu diminta untuk menghitung gerakan janin.
Penilaian meliputi rasio lingkar kepala : lingkar abdomen ( HC : AC ).
Pada kehamilan 20 – 36 minggu rasio tersebut akan turun secara konsisten sebesar 1.2 sampai 1.0.
Pada janin dengan PJT-simetrik → rasio akan normal ; dan pada janin dengan PJT asimetrik rasio akan meningkat
Penilaian PJT antara lain  rasio lingkar kepala : lingkar abdomen ( HC : AC ).
Pada janin dengan PJT-simetrik → rasio akan normal ; dan pada janin dengan PJT asimetrik rasio akan meningkat
Penentuan aliran darah plasenta dengan “color doppler velocimetry”
 
image
Gambar 3: Collor Doppler Velocimetry”

DOPPLER ULTRASONOGRAFI
Doppler ultrasonografi arteri umbilikalis digunakan untuk menilai resistensi vaskular plasenta.
Gelombang normal menunjukkan bahwa janin yang kecil lebih cenderung adalah janin yang mengalami Kecil Masa Kehamilan (SGA- ‘small for gestasional age’ ) akibat gangguan fungsi plasenta (gambar 2 atas)
Reduksi atau hilangnya aliran end-diastolic menunjukkan bahwa janin berhadapan dengan resiko hipoksia dan hilangnya gambaran aliran end-diastolic memperlihatkan bahwa janin yang mengalami PJT akan mengalami resiko kematian intrauterin (gambar 4  c dan d ).
Pemeriksaan doppler ultrasonografi pada aliran cerebral otak juga memberikan informasi yang baik mengenai keadaan janin (gambar 2). Janin yang mengalami PJT akan meredistribusi aliran darah dari organ non-vital ke organ vital seperti otak sebagai respon atas hipoksia yang terjadi.
image
Gambar 4 : Pemeriksaan Doppler Ultrasonografi pada talipusat yang memperlihatkan (a) normal (b) reduksi (c) absen dan (d) aliran reversed end – diastolic. Absen dan aliran reversed end – diastolic berkaitan dengan gawat janin akibat gangguan pada plasenta.

Mengingat bahwa abnormalitas doppler umbilikus adalah kelainan yang pertama kali terlihat maka pemeriksaan Doppler dapat digunakan sebagai alat untuk skrining yang dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan KTG – kardiotokografi dan profil biofisikal.

Dampak PJT :
  1. Anomali janin
  2. Asfiksia perinatal
  3. Persalinan operatif
  4. Kematian perinatal
  5. Hipoglikemia dan hipokalsemia neonatal
  6. Enterokolitis nekrotikan
  7. “longterm handicap”
  8. Peningkatan kejadian diabetes non-insulin dependent dan penyakit jantung koroner
Penurunan jumlah cairan amnion sangat berhubungan dengan PJT. Morbiditas akan terjadi bila AFI < 5 cm.
image
Gambar 5 : Usia kehamilan dan AFI (amniotic Fluid index)

Kombinasi OLIGOHIDRAMNION dan PJT akan memberikan outcome kehamilan yang buruk dan dianjurkan untuk segera mengakhiri kehamilan terutama bila usia kehamilan > 36 minggu.