Minggu, 06 September 2009

DISTOSIA BAHU

Angka kejadian distosia bahu tergantung pada kriteria diagnosa yang digunakan.
Salah satu kriteria diagnosa distosia bahu adalah bila dalam persalinan pervaginam untuk melahirkan bahu harus dilakukan maneuver khusus seperti traksi curam bawah dan episiotomi.

Gross dkk (1987) Dengan menggunakan kriteria diatas menyatakan bahwa dari 0.9% kejadian distosia bahu yang tercatat direkam medis, hanya 0.2% yang memenuhi kriteria diagnosa diatas.

Spong dkk (1995) menggunakan sebuah kriteria objektif untuk menentukan adanya distosia bahu yaitu interval waktu antara lahirnya kepala dengan seluruh tubuh. Nilai normal interval waktu antara persalinan kepala dengan persalinan seluruh tubuh adalah 24 detik , pada distosia bahu 79 detik. Mereka mengusulkan bahwa distosia bahu adalah bila interval waktu tersebut lebih dari 60 detik.

American College of Obstetrician and Gynecologist (2002) : angka kejadian distosia bahu bervariasi antara 0.6 – 1.4%.

image

KOMPLIKASI DISTOSIA BAHU

KOMPLIKASI MATERNAL
  • Perdarahan pasca persalinan
  • Fistula Rectovaginal
  • Simfisiolisis atau diathesis, dengan atau tanpa “transient femoral neuropathy”
  • Robekan perineum derajat III atau IV
  • Rupture Uteri

KOMPLIKASI JANIN
  • Brachial plexus palsy
  • Fraktura Clavicle
  • Kematian janin
  • Hipoksia janin , dengan atau tanpa kerusakan neurololgis permanen
  • Fraktura humerus
Prediksi dan pencegahan Distosia Bahu
Meskipun ada sejumlah faktor resiko yang sudah diketahui, prediksi secara individual sebelum distosia bahu terjadi adalah suatu hal yang tidak mungkin.

Faktor resiko:
Kelainan bentuk panggul, diabetes gestasional, kehamilan postmature, riwayat persalinan dengan distosia bahu dan ibu yang pendek.

Faktor Resiko Distosia Bahu :
1. Maternal
  • Kelainan anatomi panggul
  • Diabetes Gestational
  • Kehamilan postmatur
  • Riwayat distosia bahu
  • Tubuh ibu pendek

2. Fetal
  • Dugaan macrosomia

3. Masalah persalinan
  • Assisted vaginal delivery (forceps atau vacum)
  • “Protracted active phase” pada kala I persalinan
  • “Protracted” pada kala II persalinan
Distosia bahu sering terjadi pada persalinan dengan tindakan cunam tengah atau pada gangguan persalinan kala I dan atau kala II yang memanjang.
Ginsberg dan Moisidis (2001) : distosia bahu yang berulang terjadi pada 17% pasien.
Rekomendasi dari American College of Obstetricians and Gynecologist (2002) untuk penatalaksanaan pasien dengan riwayat distosia bahu pada persalinan yang lalu:
  1. Perlu dilakukan evaluasi cermat terhadap perkiraan berat janin, usia kehamilan, intoleransi glukosa maternal dan tingkatan cedera janin pada kehamilan sebelumnya.
  2. Keuntungan dan kerugian untuk dilakukannya tindakan SC harus dibahas secara baik dengan pasien dan keluarganya.
American College Of Obstetricians and Gynecologist (2002) : Penelitian yang dilakukan dengan metode evidence based menyimpulkan bahwa :
  1. Sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat diramalkan atau dicegah.
  2. Tindakan SC yang dilakukan pada semua pasien yang diduga mengandung janin makrosomia adalah sikap yang berlebihan, kecuali bila sudah diduga adanya kehamilan yang melebihi 5000 gram atau dugaan berat badan janin yang dikandung oleh penderita diabetes lebih dari 4500 gram.
PENATALAKSANAAN
  1. Kesigapan penolong persalinan dalam mengatasi distosia bahu sangat diperlukan.
  2. Pertama kali yang harus dilakukan bila terjadi distosia bahu adalah melakukan traksi curam bawah sambil meminta ibu untuk meneran.
  3. Lakukan episiotomi.
Setelah membersihkan mulut dan hidung anak, lakukan usaha untuk membebaskan bahu anterior dari simfsis pubis dengan berbagai maneuver :
  1. Tekanan ringan pada suprapubic
  2. Maneuver Mc Robert
  3. Maneuver Woods
  4. Persalinan bahu belakang
  5. Maneuver Rubin
  6. Pematahan klavikula
  7. Maneuver Zavanelli
  8. Kleidotomi
  9. Simfsiotomi
1. Tekanan ringan pada suprapubic
Dilakukan tekanan ringan pada daerah suprapubik dan secara bersamaan dilakukan traksi curam bawah pada kepala janin.
image
Tekanan ringan dilakukan oleh asisten pada daerah suprapubic saat traksi curam bawah pada kepala janin.

2. Maneuver Mc Robert
Tehnik ini ditemukan pertama kali oleh Gonik dkk tahun 1983 dan selanjutnya William A Mc Robert mempopulerkannya di University of Texas di Houston.
Maneuver ini terdiri dari melepaskan kaki dari penyangga dan melakukan fleksi sehingga paha menempel pada abdomen ibu
Tindakan ini dapat menyebabkan sacrum mendatar, rotasi simfisis pubis kearah kepala maternal dan mengurangi sudut inklinasi. Meskipun ukuran panggul tak berubah, rotasi cephalad panggul cenderung untuk membebaskan bahu depan yang terhimpit.

image
Maneuver Mc Robert
Fleksi sendi lutut dan paha serta mendekatkan paha ibu pada abdomen sebaaimana terlihat pada (panah horisontal). Asisten melakukan tekanan suprapubic secara bersamaan (panah vertikal)

image
Analisa tindakan Maneuver Mc Robert dengan menggunakan x-ray
Ukuran panggul tak berubah, namun terjadi rotasi cephalad pelvic sehingga bahu anterior terbebas dari simfisis pubis


3. Maneuver Woods ( “Wood crock screw maneuver” )
Dengan melakukan rotasi bahu posterior 1800 secara “crock screw” maka bahu anterior yang terjepit pada simfisis pubis akan terbebas.
image
Maneuver Wood. Tangan kanan penolong dibelakang bahu posterior janin. Bahu kemudian diputar 180 derajat sehingga bahu anterior terbebas dari tepi bawah simfisis pubis

4. Melahirkan bahu belakang
image
A. Operator memasukkan tangan kedalam vagina menyusuri humerus posterior janin dan kemudian melakukan fleksi lengan posterior atas didepan dada dengan mempertahankan posisi fleksi siku
B. Tangan janin dicekap dan lengan diluruskan melalui wajah janin
C. Lengan posterior dilahirkan


5. Maneuver Rubin
Terdiri dari 2 langkah :
(1). Mengguncang bahu anak dari satu sisi ke sisi lain dengan melakukan tekanan pada abdomen ibu, bila tidak berhasil maka dilakukan langkah berikutnya yaitu :
(2). Tangan mencari bahu anak yang paling mudah untuk dijangkau dan kemudian ditekan kedepan kearah dada anak. Tindakan ini untuk melakukan abduksi kedua bahu anak sehingga diameter bahu mengecil dan melepaskan bahu depan dari simfisis pubisimage
Maneuver Rubin II

A. Diameter bahu terlihat antara kedua tanda panah
B. Bahu anak yang paling mudah dijangkau didorong kearah dada anak sehingga diameter bahu mengecil dan membebaskan bahu anterior yang terjepit


6. Pematahan klavikula dilakukan dengan menekan klavikula anterior kearah SP.

7. Maneuver Zavanelli : mengembalikan kepala kedalam jalan lahir dan anak dilahirkan melalui SC.
Memutar kepala anak menjadi occiput anterior atau posterior sesuai dengan PPL yang sudah terjadi.
Membuat kepala anak menjadi fleksi dan secara perlahan mendorong kepala kedalam vagina.

8. Kleidotomi : dilakukan pada janin mati yaitu dengan cara menggunting klavikula.

9. Simfisiotomi.

Hernandez dan Wendell (1990) menyarankan untuk melakukan serangkaian tindakan emergensi berikut ini pada kasus distosia bahu
  1. Minta bantuan – asisten , ahli anaesthesi dan ahli anaesthesi.
  2. Kosongkan vesica urinaria bila penuh.
  3. Lakukan episiotomi mediolateral luas.
  4. Lakukan tekanan suprapubic bersamaan dengan traksi curam bawah untuk melahirkan kepala.
  5. Lakukan maneuver Mc Robert dengan bantuan 2 asisten.
Sebagian besar kasus distosia bahu dapat diatasi dengan serangkaian tindakan diatas. Bila tidak, maka rangkaian tindakan lanjutan berikut ini harus dikerjakan :
  1. Wood corkscrew maneuver
  2. Persalinan bahu posterior
  3. Tehnik-tehnik lain yang sudah dikemukakan diatas.
Tak ada maneuver terbaik diantara maneuver-maneuver yang sudah disebutkan diatas, namun tindakan dengan maneuver Mc Robert sebagai pilihan utama adalah sangat beralasan.

Rujukan
  1. American College of Obstetrician and Gynecologist : Shoulder dystocia. Practice Bulettin No 40, November 2002
  2. Ferguson JE, Newberry YG, DeAngelis GA et al: The fetal-pelvic index has minimal utility in predicting fetal-pelvic disproportion.Am J Obstet Gynecol 179;1186, 1998
  3. Gherman RB,Ouzounian JG,Goodwin TM: Obstetric maneuvers for shoulder dystocia and associated fetal morbidity. Am J Obstet Gynecol 178:1126, 1998
  4. Gherman RB,Ouzounian JG,Satin AJ et al: A comparisson of shoulder dystocia-associated transient and permanent brachial plexus palsies . Obstet Gynecol 95:43,2003
  5. Hernandez C, Wendell GD: Shoulder dystocia. In Pitki RM (ed) Clinical Obstetrics and Gynecology Vol XXXIII. Hagerstown Pa,Lippincott 1990, p526
  6. Jennet RJ, Tarby TJ: Disuse osteoporosis as evidence of brachial plexus palsy due to intrauterine fetal maladaptation. Am J Obstet Gyncol 185:236, 2001
  7. Jennet RJ, Tarby TJ, Krauss RL : Erb’s palsy contrast with Klumpke’s and total palsy: Different mechanisme are involved. Am J Obstet Gyncol 186:1216, 2002
  8. Lam MH, Wong GY, Lao TT: Reappraisal of neonatal clavicular fracture : Relationship between infant size and neonatal morbidity Obstet Gynecol 100:115, 2002
  9. Llewelyn-Jones : Obstetrics and Gynecology 7th ed. Mosby, 1999
  10. Spong CY, Beal M,Rodrigues D,et al: An onjective definition of shoulder dystocia : Prolonged head-to-body delivery intervals and/or the use of ancillary obstetric maneuvers. Obstet Gyncol 86;433, 1995

6 komentar:

  1. blog yg sangat, sangat, sangat bagus dan bermanfaat dok...
    terimakasih atas ilmunya ya...

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Alhamdulillaah abis baca blog ini jadi mengerti ( lagi belajar mata kuliah obgyn )

    blog nya mudah dimengerti,sangat bagus dan bermanfaat sekali dokter...

    terima kasih banyak dokter.. ilmunya sangat bermanfaat

    BalasHapus
  4. terimakasih dokter atas catatan blog nya,,sangat bermanfaat sekali..

    BalasHapus
  5. Terimkasih untuk informasinya, sangat membantu untuk ujian besok ˆ⌣ˆ

    BalasHapus
  6. sangat bagus dan mudah untuk dipahami

    BalasHapus